Berita yang paling menghebohkan di Indonesia atau setidaknya di Jakarta sekarang ini ada dua: kasus video porno anggota DPR dan pengakuan Aa’ Gym tentang pernikahannya yang kedua. Hampir setiap hari, ada saja infotainmen di TV yang membahas atau setidaknya menyebutkan salah satu dari kedua kisah tersebut. Setelah mendengar komentar kanan-kiri tentang mereka, akhirnya jadi gatel juga tangan buat nulis pendapat sendiri.
Saya gak mau ngebahas kasus yang pertama (seperti kata psikolog kondang Sartono M, hanya orang goblok yang mau direkam ketika sedang berintim-intim). Tapi saya ingin mengemukakan pendapat pribadi, sekali lagi pendapat pribadi, tentang keputusan mubaligh kondang tsb untuk melakukan poligami. Masih jelas sekali dalam ingatan kata-kata beliau beberapa tahun yang lalu ketika menolak poligami award yang hendak diberikan oleh pemilik restoran Wong Solo dan pelopor poligami award. Ketika itu beliau berkata bahwa walaupun bukan penentang poligami, beliau tidak berniat melakukan poligami karena ,”satu istri aja juga gak abis-abis kok”. Rasanya bukan hanya saya yang mendengar dan ingat kata-kata ini tapi juga banyak sekali orang karena, sekali lagi, ditayangkan di infotainmen dan TV.
Ternyata, sekarang, beliau seperti menjilat ludahnya sendiri. Tiba-tiba saja beliau mengumumkan pernikahannya yang kedua dengan seorang janda beranak 3 yang berlangsung empat bulan yang lalu. Dan katanya, atas persetujuan sang istri.
Di infotainmen, sang istri yang kerap dikenal dengan nama teh Nini membeberkan alasannya menyetujui pernikahan kedua istrinya. Saya tidak ingat kata-kata pastinya, tapi intinya adalah karena ia ingin mendapat pahala dan mencari jalan ke surga. Selain itu, juga untuk menghindari rasa cinta yang berlebihan kepada suami yang ditakutkan bisa mengalahkan rasa cinta kepada Allah SWT.
Saya amat sangat tidak setuju dengan pendapat tersebut. Pertama-tama, ada amat sangat banyak cara beribadah yang bisa mendatangkan pahala dan membuka jalan menuju ke surga. Kenapa harus cara yang satu itu yang dipilih? Bakti dan cinta kepada suami bisa ditunjukkan dengan banyak cara lainnya, bukan hanya dengan mengijinkan suami untuk poligami. Belum lagi pertanyaan yang biasanya muncul di masyarakat ketika mendengar seorang suami menikah lagi yaitu, istrinya kurang apa sih? Langsung timbul dugaan negative bahwa ada sesuatu yang salah di pihak istri.
Yang kedua, Aa’ adalah seorang tokoh Islam yang terpandang dan terkenal di Indonesia. Dengan tindakannya yang seperti ini, ditakutkan akan timbul semacam legitimasi bahwa poligami itu dianjurkan dalam Islam, lalu berbondong-bondonglah orang-orang yang kurang pemahamannya terhadap hukum islam melakukan poligami, termasuk orang-orang yang pada dasarnya tidak mampu baik dari segi materi maupun psikis.
Saya tidak menentang apalagi membenci poligami. Bagi saya, poligami adalah salah satu hukum Allah yang tercantum dalam Al-qur’an, sehingga tidak bisa diragukan lagi kebenarannya. Yang saya sayangkan, banyak orang Islam yang memanfaatkan hukum ini untuk kepentingan pribadi tanpa berusaha mengupas lebih dalam lagi sejarah dan aturan-aturan mainnya. Karena sesungguhnya kalau dilihat lebih jauh lagi, sebelum sampai kebagian “diperbolehkan untuk mengawini dua, tiga atau empat istri”, Allah sudah memberi peringatan “Jika kamu bisa berlaku adil”. Peringatan ini bukan main-main, karena lalu dalam surat yang sama, Annisa, di ayat 129, Allah menambahkan bahwa “sesungguhnya kamu tidak akan pernah bisa berlaku adil terhadap para istri-istrimu walaupun kamu sangat ingin melakukannya”. Jadi sebenarnya Sang Maha Pencipta yang Maha Mengetahui kondisi mahluk ciptaannya sudah menjelaskan bahwa syarat melakukan poligami adalah syarat yang tidak mungkin dicapai oleh mahluknya. Yang menciptakan saja sudah tahu kok yang diciptakan masih ngeyel, ngeles bahwa bisa kok adil….
Jika pernikahan diibaratkan sebagai pesawat terbang, maka poligami adalah pintu darurat pesawat itu. Setiap pesawat terbang harus memiliki pintu darurat, tapi hanya sedikit sekali yang pada akhirnya memakainya. Banyak pesawat yang selama masa operasi sampai pensiunnya tidak pernah memakai pintu tersebut. Mubazir kah? Tidak, karena jika sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat maka mekanismenya sudah tersedia. Demikian juga halnya dengan poligami. Tak seperti agama lain, Islam tidak menutup kemungkinan pasangan suami istri untuk bercerai atau bahkan melakukan poligami, sepanjang ada alasan yang baik dibelakangnya. Contohnya adalah ketika pasangan suami istri tidak memiliki keturunan, atau sang istri menderita penyakit berat yang membuatnya tidak bisa melayani suaminya. Dalam kondisi seperti ini, poligami bahkan dianjurkan. Tapi kembali lagi ke persyaratan semula, harus adil.
Belakangan ada orang yang menambahkan alasan untuk melakukan poligami. Katanya, daripada zinah, lebih baik beristri dua atau lebih kan? Alasan ini sama sekali tidak tepat. Kalau menurut Rieke Dyah Pitaloka alias si Oneng, seorang pria sebagai seorang manusia yang memiliki akal budi seharusnya bisa mengendalikan hawa hafsunya. Bukan sebaliknya, nafsu mengendalikan akal. Kalau akal dikendalikan oleh nafsu, maka pria tidak ubahnya seperti binatang. Tentunya kaum pria tidak mau diidentikkan dengan binatang, kan? Sebagai pembanding, bagaimana jika terjadi kasus dimana nafsu birahi seorang istri lebih tinggi daripada suaminya, bisakah atau malah haruskah sang istri memiliki 2 atau lebih suami? Ternyata tidak pernah ditemui seorang istri yang tidak puas dengan satu suami memutuskan untuk memiliki suami lagi.
Saya sebetulnya sangat prihatin dengan kondisi umat islam umumnya dan rakyat indonesia pada khususnya. Menurut pendapat saya, semua kerusakan moral dan kehancuran kondisi masyarakat sedikit banyak disebabkan oleh pemahaman agama dan Al-qur’an yang setengah-setengah. Praktek poligami atas dasar birahi dengan berkedok sunnah rosul, pembagian harta waris yang mengabaikan hukum Al-qur’an (menyamakan bagian anak laki-laki dan anak perempuan padahal sudah jelas disebutkan dalam surat Annissa aturan pembagiannya) dan pengingkaran suruhan untuk mengenakan jilbab (dengan dalih tidak ada perintahnya dalam Al-qur’an, sementara dalam surat An-Nur ayat 31 sudah jelas-jelas disebutkan bahwa kaum wanita diperintahkan untuk menutupkan kerudung ke dadanya. Logikanya, kalo dada dikerudungin, masa rambut dan leher dibuka?), semua merupakan akal-akalan manusia untuk berkelit dari hukum-hukum yang sudah diterapkan oleh Allah, yang notabene bertujuan untuk kesejahteraan dan ketertiban hidup manusia itu sendiri. Karena itu tidak heran kalau kondisi masyarakat kita sekarang sangat memprihatinkan. Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan berlangsung dan dipertahankan? Wallahu’alam bissawab.
It's my life, inside and out. It's now or never 'cause I ain't gonna live forever. But I'll surely make the most of it ;) After all, no guts, no glory. No woman, no glory (hehehe....)
Friday, December 08, 2006
Happy 2nd birthday, Izza!
My little girl reached 2 years last Monday. Unlike last year, we didn’t invite anyone to celebrate the happy day; just us, the Untoros. After all, the birthday girl doesn’t really understand what’s going on. She just know that her mother made her a cake with small doraemon and laalaa on top accompanied by a bunny and a dog :P
Maybe it’s cliché, but time really does seem to fly. It’s still fresh in my mind my pregnancy in Japan, how I continued riding bicycle and pushing it up the hill while I was 8 months pregnant with Izza (anyone calls me a whinner should try that once in a while). How difficult it was to find a doctor whom we could consult comfortably (meaning could speak English) so that I visited no less than 5 doctors during my pregnancy there! Last but not least, how I must give birth to Izza all alone at the hospital, without my husband (who were still in Japan) or my parents (who were at home taking care of Reyhan. Alhamdulillah, the process of birth was easy. In fact, I still had a good sleep the night before the d-day. I still even pray subuh that day. After that, the nurse gave me the induction medicine at 6 o’clock, the contraction started at 7 and then Izza was born at 7.55. Just like that.
Even though she’s already 2 years, Izza is still breastfed, although only at night before she goes to bed. This whole breastfeeding process is a bit of a problem for me. In one hand, I want to give her the best (and ASI is the best for baby) and I think I’m quite suceed in doing that because I give her ASI exclusive until she was 6 month old. On the other hand, she became too dependant on me that almost couldn’t do anything or go anywhere without her. She refuses the bottle that we give her later (well, maybe because it’s too late), and she barely eats any food. She doesn’t even like rice until now. Fortunately, she still eats other thing like noodle, cheese, fruit and drink milk like susu bantal. Judging from her weigh, I think she is still normal although maybe a bit underweight.
[A note for mothers who were breastfeeding: don’t let your baby too dependent on your breastmilk. It’s better to let her drink the milk from the bottle once in a while and ask your husband to give it to your baby. That way, you have no difficulty in weaning your baby.]
Just like her brother, Izza likes to sing and watch cartoons. Her favorit characters are doraemon, teletubbies especially laalaa and Winnie the pooh. She starts to talk more clearly and the words are started to make sense to her audience. For example, she said ‘nyum’ for minum, ‘cucu’ for susu, ‘caci’ for sakit, ‘caci’ for kaki, and ‘caci’ for kaus kaki (so if she starts to say ‘caci’, we must see which way she points to help us undestand which caci is that). Just last night, she spoke a new word. After we turned off the lamp in our room, she suddenly said ‘bambu’ while pointing at it. Mas and I authomatically corrected her ‘lampu’. She said again ‘bampu’. And then I said,”Ikutin mama ya dek. Laaammm….” And she said,” puuuuu…..”
Thursday, October 26, 2006
Idul Fitri 1 Syawal 1427 H
Rasanya baru kemarin awal puasa,
baru semalam mulai tarawih,
baru seayat Al-Qur'an dibaca,
dan baru sedikit amalan ibadah yang ditunaikan
Sudah tiba bulan Syawal,
akhir dari bulan penuh rahmat,
yang tersisa hanya penyesalan
akan banyaknya kelalaian
dan harapan
semoga masih diberi kesempatan di tahun depan
Selamat hari raya Idul Fitri
Taqabbalallah minna wa minkum
shiyamana wa shiyamakum
minal aidin wal faidzin
Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya
atas semua kesalahan, kelalaian dan kealpaan
Semoga keimanan kita semakin bertambah
di masa yang akan datang. Amiiinnn....
baru semalam mulai tarawih,
baru seayat Al-Qur'an dibaca,
dan baru sedikit amalan ibadah yang ditunaikan
Sudah tiba bulan Syawal,
akhir dari bulan penuh rahmat,
yang tersisa hanya penyesalan
akan banyaknya kelalaian
dan harapan
semoga masih diberi kesempatan di tahun depan
Selamat hari raya Idul Fitri
Taqabbalallah minna wa minkum
shiyamana wa shiyamakum
minal aidin wal faidzin
Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya
atas semua kesalahan, kelalaian dan kealpaan
Semoga keimanan kita semakin bertambah
di masa yang akan datang. Amiiinnn....
Monday, October 16, 2006
Birthdays
Bulan Oktober adalah bulan istimewa bagi kami berdua. Mas lahir tanggal 9 Oktober, sementara aku tanggal 14. Karena tanggal 9 jatuh di hari senin dan di bulan ramadhan, jadi deh gak ngadain apa-apa. Tapi aku membuat kue dan puisi buat mas. Isi puisinya? Rahasia dong :D
Happy Birthday ya mas. Semoga tambah disayang Allah SWT, sukses di kantor, bahagia di rumah, selamat di akhirat, dan semakin sayang sama keluarga terutama istri *wink*.
Tanggal 14 adalah hari sabtu. Sebelumnya, aku udah ngundang ibu-ayah dan Afi-Vivi untuk berbuka puasa bersama dirumah. Ternyata ibu meneruskan undangan ke tante2. Jadi deh, sabtu itu rumah rame dengan tante, om dan sepupu yang datang jauh2 dari bekasi dan sekitarnya. Seru deh. Yang paling senang? ya Reyhan dan Izza karena banyak orang dan teman.
Foto-fotonya menyusul deh.
Happy Birthday ya mas. Semoga tambah disayang Allah SWT, sukses di kantor, bahagia di rumah, selamat di akhirat, dan semakin sayang sama keluarga terutama istri *wink*.
Tanggal 14 adalah hari sabtu. Sebelumnya, aku udah ngundang ibu-ayah dan Afi-Vivi untuk berbuka puasa bersama dirumah. Ternyata ibu meneruskan undangan ke tante2. Jadi deh, sabtu itu rumah rame dengan tante, om dan sepupu yang datang jauh2 dari bekasi dan sekitarnya. Seru deh. Yang paling senang? ya Reyhan dan Izza karena banyak orang dan teman.
Foto-fotonya menyusul deh.
Friday, September 29, 2006
Kakekku sudah tiada.....
Hari ini genap seminggu berpulangnya kakek ke Rahmatullah. Syukur alhamdulillah beliau dipanggil kembali menghadap kehadiratNya dihari yang mulia ini, hari jum’at, karena menurut hadis Rasulullah, salah satu tanda-tanda khusnul khatimah adalah meninggal di hari jum’at. Wallahu’alam bissawab.
Kakek adalah salah seorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Aku adalah cucu perempuan pertamanya dan yang paling lama tinggal bersama mereka. Aku dan keluargaku tinggal dirumah kakek sampai usiaku 6,5 tahun. Setelah kami pindah pun kakek seringkali datang dan menginap dirumah kami, terutama kalau ayah dinas keluar negeri barang sehari-dua. Kakek akan datang sore hari, menginap, lalu pulang keesokan paginya untuk datang lagi disore hari. Begitu terus sampai ayah pulang dari dinasnya.
Banyak sekali kenanganku tentang kakek, mungkin yang terbanyak diantara semua cucunya yang berjumlah 18 orang. Satu hal yang paling istimewa buatku dan kakek adalah ketika aku baru berumur beberapa bulan. Kakek mengajakku keluar rumah di pagi2 buta menemani ayah yang akan keluar kota untuk mencari taksi yang akan membawa ayah ke bandara. Karena rumah kakek didalam gang, maka agak jauh juga jarak yang kami tempuh ke dan dari rumah ke jalan. Setelah ayah berangkat dengan taksinya, kakek dan aku yang waktu itu digendong diatas pundaknya kembali kerumah. Setelah sampai dirumah barulah kakek sadar bahwa ternyata aku sudah membiru kedinginan. Kenangan itu tampaknya sangat berkesan untuk kakek karena cerita ini selalu diceritakan ulang setiap kali aku berulang tahun. Bahkan dihari pertunangan dan setelah aku menikah.
Kakek adalah seorang yang sangat keras terhadap anak2nya, tapi lembut terhadap cucu2nya. Ibu selalu bercerita bahwa kakek sangat tidak suka bakso. Jadi jika anak2nya membeli bakso, mereka harus melakukannya dengan sembunyi2 karena penciumannya sangat tajam. Suatu hari, ibu yang waktu itu sudah bekerja, membeli bakso secara diam2. Ketika baru akan menyantapnya, kakek masuk kerumah dan mencium aroma bakso itu. Serentak, ia membuangnya. Alangkah kesalnya ibu, terutama karena uang yang dipakai untuk membeli bakso itu bukanlah uang jajan pemberian kakek melainkan hasil jerih payahnya sendiri bekerja. Namun, setelah ada kami cucunya, pernah suatu hari aku sedang tidak enak badan dan tidak mau makan apapun. Kakek yang tahu bahwa aku juga sangat suka bakso akhirnya menyuruh ibuku untuk membelikan bakso untukku! Kata ibu, “Tuh kan, lihat gimana sayangnya kakek sama cucu. Anaknya yang beli bakso dengan uang sendiri dibuang, tapi cucunya malah disuruh belikan.”
Kakek juga sangat pandai mendongeng. Waktu aku kecil dulu, jika kami para cucunya berkumpul, kami selalu meminta kakek untuk bercerita. Ada beberapa cerita yang sering diulangnya, tapi kami tidak pernah bosan mendengarnya. Ada juga sebuah cerita yang sedih, tentang dua orang kakak beradik yang terpisah karena perang. Tapi aku hanya tahu bagian awalnya, karena biasanya setelah sekitar sepertiga cerita aku lalu menangis keras2 karena kasihan dengan mendengar kisah 2 bersaudara itu. Biasanya ibuku lalu datang, memarahi kakek karena telah membuatku menangis, dan membawaku menyingkir dari situ, sementara saudara-saudaraku yang lain tetap mendengarkan cerita itu sampai habis. Sampai hari ini aku tidak pernah tahu akhir dari cerita sedih itu.
Kakek juga orang pertama yang mengajarku mengaji. Setiap habis shalat magrib berjama’ah, kami lalu antri untuk belajar mengaji. Dimulai dari aku, lalu adik2ku. Ketika mengaji itu, kami harus membacanya sekeras mungkin, sehingga kegiatan ini membuatku sebal karena setelah itu suaraku menjadi serak. Ternyata, menurut ibuku di belakangan hari, hal ini disebabkan kakek merasa bangga bahwa cucunya bisa mengaji, dan untuk memberi contoh pada anak2 tetangga sekitar agar membaca Al-qur’an setiap hari. Walaupun kesal, tapi aku dengan patuh melakukannya setiap hari. Dan ternyata hasilnya terasa setelah aku mulai sekolah. Aku termasuk yang paling lancar dalam membaca Al-qur’an disekolah.
Setelah kami pindah, kegiatan mengaji selepas magrib ini terus kami lakukan, ada atau tidak ada kakek. Tapi ada acara tambahan kalau kakek menginap. Setiap kali datang, kakek pasti membawa nasi timbal atau nasi bungkus daun pisang yang disiapkan oleh emmi, nenekku. Lauknya hanyalah telor ceplok balado, tapi rasanya nikmat sekali dimakan bersama-sama. Jadi setelah mengaji, kakek menggelar bekal nasinya itu dilantai, ditambah lauk sayur yang dimasak ibuku (biasanya sayur daun pisang atau sayur toge-tahu) dan segelas besar teh manis panas, lalu kami semua menyerbu hidangan itu. Karena kakek penyuka sambal, maka baladonya pedas sekali. Tapi kami senang2 saja memakannya, terutama adikku yang nomor satu, yang sekarang sudah tiada, yang juga doyan sambal. Nikmat sekali rasanya makan bersama-sama seperti itu.
Malamnya, sebelum tidur, kami akan bersama-sama mendengarkan siaran radio. Karena dulu dirumahku belum ada aliran listrik, maka hiburan satu-satunya adalah radio kecil itu. Ada sebuah stasiun radio yang sering menayangkan sandiwara radio betawi yang ceritanya selalu kocak. Kami semua akan terkekeh mendengar ceritanya, terutama kakek.
Nenekku seringkali berkata bahwa kakek menyayangiku dan saudara2ku lebih dari sepupuku yang lain. Hal ini mungkin ada benarnya, karena kami memang yang terlama tinggal bersama mereka. Tapi hal itu juga mungkin disebabkan karena kami adalah yang paling sering datang dan menginap ditempat mereka, bahkan setelah aku dan adikku kuliah. Setelah aku menikah pun, kami selalu menyempatkan diri untuk datang kerumah kakek. Bahkan ketika aku melahirkan Reyhan anakku yang sulung, kakek dan emmi ikut menjemput kerumah sakit dan mengantar kami pulang kerumah.
Tak habis-habis rasanya cerita dan kenangan tentang kakek. Sekarang, setelah mereka berdua tiada (emmi meninggal tahun lalu, 3 hari sebelum hari lebaran), terasa sekali rasa kehilangan yang kurasakan. Tidak akan ada lagi acara kumpul lebaran bersama dirumah kakek. Namun demikian, kepulangan kakek itu juga menimbulkan perasaan lega, karena telah membebaskannya dari penderitaannya akibat sakit selama beberapa tahun belakangan ini. Selamat jalan kakek, semoga kakek mendapat tempat terbaik disisi Allah, diampuni semua dosa kakek dan dimuliakan oleh Nya. Insya Allah suatu hari nanti kami akan menyusul dan kita bisa bertemu lagi ditempat yang kekal. Amiiinnn…
Kakek adalah salah seorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Aku adalah cucu perempuan pertamanya dan yang paling lama tinggal bersama mereka. Aku dan keluargaku tinggal dirumah kakek sampai usiaku 6,5 tahun. Setelah kami pindah pun kakek seringkali datang dan menginap dirumah kami, terutama kalau ayah dinas keluar negeri barang sehari-dua. Kakek akan datang sore hari, menginap, lalu pulang keesokan paginya untuk datang lagi disore hari. Begitu terus sampai ayah pulang dari dinasnya.
Banyak sekali kenanganku tentang kakek, mungkin yang terbanyak diantara semua cucunya yang berjumlah 18 orang. Satu hal yang paling istimewa buatku dan kakek adalah ketika aku baru berumur beberapa bulan. Kakek mengajakku keluar rumah di pagi2 buta menemani ayah yang akan keluar kota untuk mencari taksi yang akan membawa ayah ke bandara. Karena rumah kakek didalam gang, maka agak jauh juga jarak yang kami tempuh ke dan dari rumah ke jalan. Setelah ayah berangkat dengan taksinya, kakek dan aku yang waktu itu digendong diatas pundaknya kembali kerumah. Setelah sampai dirumah barulah kakek sadar bahwa ternyata aku sudah membiru kedinginan. Kenangan itu tampaknya sangat berkesan untuk kakek karena cerita ini selalu diceritakan ulang setiap kali aku berulang tahun. Bahkan dihari pertunangan dan setelah aku menikah.
Kakek adalah seorang yang sangat keras terhadap anak2nya, tapi lembut terhadap cucu2nya. Ibu selalu bercerita bahwa kakek sangat tidak suka bakso. Jadi jika anak2nya membeli bakso, mereka harus melakukannya dengan sembunyi2 karena penciumannya sangat tajam. Suatu hari, ibu yang waktu itu sudah bekerja, membeli bakso secara diam2. Ketika baru akan menyantapnya, kakek masuk kerumah dan mencium aroma bakso itu. Serentak, ia membuangnya. Alangkah kesalnya ibu, terutama karena uang yang dipakai untuk membeli bakso itu bukanlah uang jajan pemberian kakek melainkan hasil jerih payahnya sendiri bekerja. Namun, setelah ada kami cucunya, pernah suatu hari aku sedang tidak enak badan dan tidak mau makan apapun. Kakek yang tahu bahwa aku juga sangat suka bakso akhirnya menyuruh ibuku untuk membelikan bakso untukku! Kata ibu, “Tuh kan, lihat gimana sayangnya kakek sama cucu. Anaknya yang beli bakso dengan uang sendiri dibuang, tapi cucunya malah disuruh belikan.”
Kakek juga sangat pandai mendongeng. Waktu aku kecil dulu, jika kami para cucunya berkumpul, kami selalu meminta kakek untuk bercerita. Ada beberapa cerita yang sering diulangnya, tapi kami tidak pernah bosan mendengarnya. Ada juga sebuah cerita yang sedih, tentang dua orang kakak beradik yang terpisah karena perang. Tapi aku hanya tahu bagian awalnya, karena biasanya setelah sekitar sepertiga cerita aku lalu menangis keras2 karena kasihan dengan mendengar kisah 2 bersaudara itu. Biasanya ibuku lalu datang, memarahi kakek karena telah membuatku menangis, dan membawaku menyingkir dari situ, sementara saudara-saudaraku yang lain tetap mendengarkan cerita itu sampai habis. Sampai hari ini aku tidak pernah tahu akhir dari cerita sedih itu.
Kakek juga orang pertama yang mengajarku mengaji. Setiap habis shalat magrib berjama’ah, kami lalu antri untuk belajar mengaji. Dimulai dari aku, lalu adik2ku. Ketika mengaji itu, kami harus membacanya sekeras mungkin, sehingga kegiatan ini membuatku sebal karena setelah itu suaraku menjadi serak. Ternyata, menurut ibuku di belakangan hari, hal ini disebabkan kakek merasa bangga bahwa cucunya bisa mengaji, dan untuk memberi contoh pada anak2 tetangga sekitar agar membaca Al-qur’an setiap hari. Walaupun kesal, tapi aku dengan patuh melakukannya setiap hari. Dan ternyata hasilnya terasa setelah aku mulai sekolah. Aku termasuk yang paling lancar dalam membaca Al-qur’an disekolah.
Setelah kami pindah, kegiatan mengaji selepas magrib ini terus kami lakukan, ada atau tidak ada kakek. Tapi ada acara tambahan kalau kakek menginap. Setiap kali datang, kakek pasti membawa nasi timbal atau nasi bungkus daun pisang yang disiapkan oleh emmi, nenekku. Lauknya hanyalah telor ceplok balado, tapi rasanya nikmat sekali dimakan bersama-sama. Jadi setelah mengaji, kakek menggelar bekal nasinya itu dilantai, ditambah lauk sayur yang dimasak ibuku (biasanya sayur daun pisang atau sayur toge-tahu) dan segelas besar teh manis panas, lalu kami semua menyerbu hidangan itu. Karena kakek penyuka sambal, maka baladonya pedas sekali. Tapi kami senang2 saja memakannya, terutama adikku yang nomor satu, yang sekarang sudah tiada, yang juga doyan sambal. Nikmat sekali rasanya makan bersama-sama seperti itu.
Malamnya, sebelum tidur, kami akan bersama-sama mendengarkan siaran radio. Karena dulu dirumahku belum ada aliran listrik, maka hiburan satu-satunya adalah radio kecil itu. Ada sebuah stasiun radio yang sering menayangkan sandiwara radio betawi yang ceritanya selalu kocak. Kami semua akan terkekeh mendengar ceritanya, terutama kakek.
Nenekku seringkali berkata bahwa kakek menyayangiku dan saudara2ku lebih dari sepupuku yang lain. Hal ini mungkin ada benarnya, karena kami memang yang terlama tinggal bersama mereka. Tapi hal itu juga mungkin disebabkan karena kami adalah yang paling sering datang dan menginap ditempat mereka, bahkan setelah aku dan adikku kuliah. Setelah aku menikah pun, kami selalu menyempatkan diri untuk datang kerumah kakek. Bahkan ketika aku melahirkan Reyhan anakku yang sulung, kakek dan emmi ikut menjemput kerumah sakit dan mengantar kami pulang kerumah.
Tak habis-habis rasanya cerita dan kenangan tentang kakek. Sekarang, setelah mereka berdua tiada (emmi meninggal tahun lalu, 3 hari sebelum hari lebaran), terasa sekali rasa kehilangan yang kurasakan. Tidak akan ada lagi acara kumpul lebaran bersama dirumah kakek. Namun demikian, kepulangan kakek itu juga menimbulkan perasaan lega, karena telah membebaskannya dari penderitaannya akibat sakit selama beberapa tahun belakangan ini. Selamat jalan kakek, semoga kakek mendapat tempat terbaik disisi Allah, diampuni semua dosa kakek dan dimuliakan oleh Nya. Insya Allah suatu hari nanti kami akan menyusul dan kita bisa bertemu lagi ditempat yang kekal. Amiiinnn…
Monday, August 07, 2006
The Mystery of Love: Part 2
X: Hey, have you seen the crossword in our latest bulletin?
Y: Yeah, why?
X: Look at this question number 8 cross: the source of dispute between Mr. Smart and Mr. Sporty, 4 letters. Can you guess the answer?
Y: Is it Ms. BOLD?
X: You got it.
Mr. Friendly: Bold, are you going to go back to hometown this week-end?
Ms. Bold: Yes. How about you?
Mr. Friendly: So do I. Why don’t we go together? I’ll buy the ticket for us tomorrow.
Ms. Bold: OK.
The phone in Ms. Bold’s house rings.
Ms. Bold’s mom: Bold, it’s for you. A guy named Mr. Friendly.
Ms. Bold: I’ll get it.
Mr. Friendly: Hi Bold. What’re you doing?
Ms. Bold: Nothing partikular. Why?
Mr. Friendly: Can I come to your place? I want to wish happy Idul Fitri to your parents.
Ms. Bold: Sure. When?
Mr. Friendly: How ‘bout this evening?
Ms. Bold: OK.
Mr. Friendly: Btw, Did Ms. Insistent and her friends come to your house too? She came to mine yesterday.
Ms. Bold: No, she didn’t. She never said she would.
Mr. Friendly: Oh, I see.
Mr. Macho: Bold, join me for lunch, please?
Ms. Bold: Aren’t you supposed to go to the English course?
Mr. Macho: Yes, at 5. We still have 2 hours.
Ms. Bold: But I already ate.
Mr. Macho: Well, just accompany me then, OK?
Ms. Bold: Alright.
Mr. Jest: Bold, I really am desperate. This whole subject is really beyond me. I don’t think I can stand it anymore.
Ms. Bold: What do you mean you can’t stand it? What do you wanna do? You’ve got to pass it. Otherwise, you’re going to be dropped out, d’you know that?
Mr. Jest: Yeah I know. But it’s really difficult. I can hardly understand a thing that our professor said.
Ms. Bold: Do you think I don’t have that problem? It’s difficult for all of us. But we shouldn’t give up. Think about our parents, what they’re gonna say?
Mr. Jest: I hate to think about that, but you’re right, though.
Ms. Bold: Of course I’m right. Tell you what, let’s have a study group tonight at the library. We can ask one of our smart friends to teach us. And then we can discuss the problems in the exercises.
Mr. Jest: Ok. I’ll pick you up. And Bold, thanks for everything.
Ms. Bold: Don’t mention it.
Mr. Jest: Bold, you really understands me, d’you know that?
Ms. Bold: Well, I try to. Actually, you’re not really hard to understand.
Mr. Jest: But I feel like we’re really connected, you know. We really get along well together. We’re so alike. We think alike.
Ms. Bold: Yeah, I guess. Otherwise, I wouldn’t want to be your friend *laugh*.
Mr. Jest: I want to be more than just one of your friends. What do you think?
Ms. Bold: I don’t think that’s gonna work. You said it yourself, we’re alike. We’ll end up arguing and bickering all the time eventually.
Mr. Jest: How come?
Ms. Bold: I think two similar characteristics couldn’t be together. I’m hard-headed, you’re hot-headed. Think of where we’re gonna end up.
Mr. Jest: You’re probably right. But I think we should give it a try.
Ms. Bold: Oh no, I don’t think so. There is always ex-boy friend and girl friend. But there’s no ex-friend. I don’t want to risk our friendship like that.
Mr. Jest: If you say so *sigh*.
At Ms. Bold boarding house
Ms. Clever: Bold, there’s Mr. Jest and his friend again. Wow, 3 nights in a row? Haven’t you guys run out of subjects to discuss?
Ms. Bold: Oh shut up *laugh*. And we’re going out to the movie tonight. So no need to worry about any subjects, right?
Ms. Clever: The three of you?
Ms. Bold: Yep.
Ms. Clever: Good. I start to feel sorry about the other guy. Do you realise that he brought a game-boy yesterday? You two must’ve ignored him so badly.
Ms. Bold: No we didn’t. After all, Mr. Quiet is my friend too, right?
Ms. Clever: And how about Mr. Macho?
Ms. Bold: What about him? We’re just friends.
Ms. Clever: Yeah right. Like all friends will show up on Saturday nights and Sunday nights and every other nights as well.
Ms. Bold: Whatever you say, Clever. Look, I must go now. Bye….
Ms. Clever: Bye! Have fun.
At Ms. Bold Birthday
Ms. Attractive, Ms. Clever, Ms. Slim: Happy birthday, Bold. Look what we’ve got for you.
Ms. Bold: What is it? A mango?
Ms. Attractive: A a a… not just any mango. Look at the names written on it.
Ms. Bold: Mr. Macho, Mr. Smart, Mr. Jest, Mr. Sporty, Mr. Friendly, Mr. Skinny, Mr. Tall………..You guys!
Ms. Attractive, Ms. Clever, Ms. Slim: Hahahaha….. We were afraid that the space won’t enough for all of them. We thought we should get you a melon instead. Hihihihi….
Several years later, Ms. Bold finishes her study and returns to her hometown. Someone sends an email to her.
Mr. Quiet: Hi Bold. How’re you doin’?
Ms. Bold: Oh Hi Quiet. I’m doin’ great. How about you? It’s really nice hearing from you again.
Mr. Quiet: Everything’s OK. I’ve started to work in this small company. But I like it here.
Ms. Bold: Well, good for you. I really like my job too. I never know that I have the talent for it.
Mr. Quiet: I bet you’re great. I know you have so many talents in you.
Ms. Bold: I’m OK, I guess. But thanks anyway.
In the Internet, Ms. Bold comes across a senior from high school who is studying in other country.
Ms. Bold: Hi, I’m Bold. I’m your junior in high school. Nice meeting you. I like your site. Can you teach me how to build it?
Mr. Handsome: Hi Bold. Nice meeting you too. Say, what class did you go in high school? Did you know Ms. Important and Mr. Big? I know them, they’re in your year. But I don’t think I ever saw you at school.
Ms. Bold: Well, ditto. I’ve never seen you either. Are you sure you’re an alumni from our high school also :D
Mr. Handsome: Of course I do. Maybe the reason you never saw me was that I often skip classes and hang out with my friends.
Ms. Bold: Ooopss… bad boy, you! Hahaha….
Mr. Handsome: Thanks. Hahaha…
At work
Mr. Calm: Bold, do you have an email address?
Ms. Bold: Yes, why?
Mr. Calm: Can I have it?
Ms. Bold: Sure. Here it is. And our friends like Ms. Dark and Ms. Small also have email addresses. Do you want it too?
Mr. Calm: Well, OK, I guess.
Mr. Quiet: Bold, I have to tell you something. I’m in love with you. Actually, I have loved you since we were in university, even when I accompanied Mr. Jest to your place. I think you are pretty, smart and kind. I also like the strong hold you have on our religion. I want to be your boyfriend. Do you want to be my girlfriend?
Ms. Bold: Geee… I don’t know, Quiet. Honestly, I always consider you as some kind of a brother. You know how I trust you in almost everything. It’s kinda hard to switch the feeling to a more romantic side. Besides, I’m not looking for a boyfriend. I’m looking for a future-husband. I will not get involve with somebody unless I’m sure that he’s the right husband-material for me.
Mr. Quiet: Well, me too. I’m looking for a future-wife and I think you’re the one.
Ms. Bold: I need to think about it.
Mr. Quiet: Take all the time you need. And let me know as soon as you decide.
Ms. Bold: OK.
Mr. Handsome: Bold, I really want to meet you in person. I’m writing my thesis and will finish it on July. I’m going back home on October. Will you wait for me? Let’s meet at our old school when I get back to Indonesia. You see, Bold, I have a strong feeling about you, even though we only know each other by Email. I feel like I’ve known you for years.
Ms. Bold: Yeah, me too. It seems like we have a lot in common. I wish you good luck with your thesis, and I hope you can finish it in time.
Mr. Handsome: Pray for me, will you? I really want to finish it as soon as possible, and then, Bold, here I come!
Ms. Bold: Of course I will. However, are you sure about us? I mean, we only see each other’s picture; we’ve never actually seen each other.
Mr. Handsome: It’s difficult to explain, but I just know that we’re connected. Don’t know feel that way?
Ms. Bold: Yeah, actually I do. That’s what I feel too.
Mr. Calm: I need to talk to you about something. Can you join me tomorrow at P restaurant for lunch?
Ms. Bold: OK, I’ll be there.
Ms. Bold: I have thought about it and I’ve come to a decision. Quiet, I care about you a lot. I really like you, but just as a good friend. I don’t think I can have stronger feelings than that for you. I’m really sorry, but I’m afraid I have to say no to your question.
Mr. Quiet: Is that your answer? Are you sure about that?
Ms. Bold: Yes, I’m sure about it. Look, I really hate to tell you this, but I can’t be more than just your friend. Your best friend. I do hope you can forgive me and you can find someone that’s right for you. A person who can love you completely. Someone who’s better than me.
Mr. Quiet: It’s allright, Bold, I understand. You don’t have to feel sorry for me. I know that we can’t make someone love us. As for finding another girl, I don’t think I can do that. Not yet anyway. I want you to know that I will always love you no matter what, and if I ever find someone to love, I don’t think I can love her as much as I love you.
Ms. Bold: Quiet, please don’t say that. You make me feel really bad.
Mr. Quiet: It’s OK, Bold. I wish you luck with your life and love. And if you ever want to change your mind, just let me know ‘cause I’ll be waiting for you.
Ms. Bold: I don’t want you to do that. I want you to forget about me and get on with your life. Well... I don't want you to forget me, but I do want you to get on with your life. Promise me you will, OK?
Mr. Quiet: I can’t promise anything, Bold. Just pray for me, will you?
Ms. Bold: Sure I will. I wish you all the best.
At P restaurant
Mr. Calm: Bold, I really like you. I want to know you better. Do you want to be my girlfriend?
Ms. Bold: But we hardly know each other. We never hang out, and we don’t know about each other’s background. What makes you sure that you like me?
Mr. Calm: I’ve been watching you all this time. I think I know enough about you to be sure that I love you. What do you want to know about me?
Ms. Bold: Everything! Where you come from, where you live, who your parents are, your siblings, your education, I don’t know any of that stuff.
Mr. Calm: I can tell you anything you want to know. Just ask your questions and I will answer. But first, I want you to answer my question.
Ms. Bold: What, of being your girlfriend? I can’t answer that right away, I need to think about it. Tell you what, why don’t we just hang out together? Try to get to know each other, see if we are good for each other or not. Let’s just be close-friends first.
Mr. Calm: No can do. I can see that you’ve so many close-friends already. I don’t want to be one of them. I want to be your boyfriend. That way, I can open myself to you and you can see the real me. And I hope you will do the same for me so I can see the real you.
Ms. Bold: Boy, this is heavy!
Mr. Handsome: Hello Bold, where have you been? I haven’t heard from you for a while. Are you busy?
Ms. Bold: A little bit. How about you? Have you finished your thesis?
Mr. Handsome: Actually, I do. I have given it to my professor last week, and now I just wait for the revision, if there’s any. I hope there won’t be any revision, though. I’m beat.
Ms. Bold: Thank God. When will you give your presentation?
Mr. Handsome: About 3 weeks from now. But if there’s no revision, I’m sure I can handle the presentation pretty well. I’m good at giving presentation, you know.
Ms. Bold: I’m sure you do. I wish you good luck with it. But Handsome, I have to tell you something. I’m seeing someone.
Mr. Handsome: Really? Who’s he?
Ms. Bold: Someone from work, you don’t know him. I want to appologize to you because I won’t be able to see you when you get back here.
Mr. Handsome: Why?
Ms. Bold: ‘Cause I’m marrying him.
Mr. Handsome: What? When?
Ms. Bold: A couple of month. It happens really fast, I can hardly think. Next thing I know, I’m engage and then we set up the date. I can’t tell you about it sooner ‘cause I’m afraid it will ruin your concentration needed for preparing the thesis. I know I’ve given you my words, but it looks like I’m not going to be able to fulfill it. I’m really sorry.
Mr. Handsome: It’s OK, I understand. I’m happy for you.
Ms. Bold: Thanks. I hope you will find someone that is more suitable for you than me.
Y: Yeah, why?
X: Look at this question number 8 cross: the source of dispute between Mr. Smart and Mr. Sporty, 4 letters. Can you guess the answer?
Y: Is it Ms. BOLD?
X: You got it.
Mr. Friendly: Bold, are you going to go back to hometown this week-end?
Ms. Bold: Yes. How about you?
Mr. Friendly: So do I. Why don’t we go together? I’ll buy the ticket for us tomorrow.
Ms. Bold: OK.
The phone in Ms. Bold’s house rings.
Ms. Bold’s mom: Bold, it’s for you. A guy named Mr. Friendly.
Ms. Bold: I’ll get it.
Mr. Friendly: Hi Bold. What’re you doing?
Ms. Bold: Nothing partikular. Why?
Mr. Friendly: Can I come to your place? I want to wish happy Idul Fitri to your parents.
Ms. Bold: Sure. When?
Mr. Friendly: How ‘bout this evening?
Ms. Bold: OK.
Mr. Friendly: Btw, Did Ms. Insistent and her friends come to your house too? She came to mine yesterday.
Ms. Bold: No, she didn’t. She never said she would.
Mr. Friendly: Oh, I see.
Mr. Macho: Bold, join me for lunch, please?
Ms. Bold: Aren’t you supposed to go to the English course?
Mr. Macho: Yes, at 5. We still have 2 hours.
Ms. Bold: But I already ate.
Mr. Macho: Well, just accompany me then, OK?
Ms. Bold: Alright.
Mr. Jest: Bold, I really am desperate. This whole subject is really beyond me. I don’t think I can stand it anymore.
Ms. Bold: What do you mean you can’t stand it? What do you wanna do? You’ve got to pass it. Otherwise, you’re going to be dropped out, d’you know that?
Mr. Jest: Yeah I know. But it’s really difficult. I can hardly understand a thing that our professor said.
Ms. Bold: Do you think I don’t have that problem? It’s difficult for all of us. But we shouldn’t give up. Think about our parents, what they’re gonna say?
Mr. Jest: I hate to think about that, but you’re right, though.
Ms. Bold: Of course I’m right. Tell you what, let’s have a study group tonight at the library. We can ask one of our smart friends to teach us. And then we can discuss the problems in the exercises.
Mr. Jest: Ok. I’ll pick you up. And Bold, thanks for everything.
Ms. Bold: Don’t mention it.
Mr. Jest: Bold, you really understands me, d’you know that?
Ms. Bold: Well, I try to. Actually, you’re not really hard to understand.
Mr. Jest: But I feel like we’re really connected, you know. We really get along well together. We’re so alike. We think alike.
Ms. Bold: Yeah, I guess. Otherwise, I wouldn’t want to be your friend *laugh*.
Mr. Jest: I want to be more than just one of your friends. What do you think?
Ms. Bold: I don’t think that’s gonna work. You said it yourself, we’re alike. We’ll end up arguing and bickering all the time eventually.
Mr. Jest: How come?
Ms. Bold: I think two similar characteristics couldn’t be together. I’m hard-headed, you’re hot-headed. Think of where we’re gonna end up.
Mr. Jest: You’re probably right. But I think we should give it a try.
Ms. Bold: Oh no, I don’t think so. There is always ex-boy friend and girl friend. But there’s no ex-friend. I don’t want to risk our friendship like that.
Mr. Jest: If you say so *sigh*.
At Ms. Bold boarding house
Ms. Clever: Bold, there’s Mr. Jest and his friend again. Wow, 3 nights in a row? Haven’t you guys run out of subjects to discuss?
Ms. Bold: Oh shut up *laugh*. And we’re going out to the movie tonight. So no need to worry about any subjects, right?
Ms. Clever: The three of you?
Ms. Bold: Yep.
Ms. Clever: Good. I start to feel sorry about the other guy. Do you realise that he brought a game-boy yesterday? You two must’ve ignored him so badly.
Ms. Bold: No we didn’t. After all, Mr. Quiet is my friend too, right?
Ms. Clever: And how about Mr. Macho?
Ms. Bold: What about him? We’re just friends.
Ms. Clever: Yeah right. Like all friends will show up on Saturday nights and Sunday nights and every other nights as well.
Ms. Bold: Whatever you say, Clever. Look, I must go now. Bye….
Ms. Clever: Bye! Have fun.
At Ms. Bold Birthday
Ms. Attractive, Ms. Clever, Ms. Slim: Happy birthday, Bold. Look what we’ve got for you.
Ms. Bold: What is it? A mango?
Ms. Attractive: A a a… not just any mango. Look at the names written on it.
Ms. Bold: Mr. Macho, Mr. Smart, Mr. Jest, Mr. Sporty, Mr. Friendly, Mr. Skinny, Mr. Tall………..You guys!
Ms. Attractive, Ms. Clever, Ms. Slim: Hahahaha….. We were afraid that the space won’t enough for all of them. We thought we should get you a melon instead. Hihihihi….
Several years later, Ms. Bold finishes her study and returns to her hometown. Someone sends an email to her.
Mr. Quiet: Hi Bold. How’re you doin’?
Ms. Bold: Oh Hi Quiet. I’m doin’ great. How about you? It’s really nice hearing from you again.
Mr. Quiet: Everything’s OK. I’ve started to work in this small company. But I like it here.
Ms. Bold: Well, good for you. I really like my job too. I never know that I have the talent for it.
Mr. Quiet: I bet you’re great. I know you have so many talents in you.
Ms. Bold: I’m OK, I guess. But thanks anyway.
In the Internet, Ms. Bold comes across a senior from high school who is studying in other country.
Ms. Bold: Hi, I’m Bold. I’m your junior in high school. Nice meeting you. I like your site. Can you teach me how to build it?
Mr. Handsome: Hi Bold. Nice meeting you too. Say, what class did you go in high school? Did you know Ms. Important and Mr. Big? I know them, they’re in your year. But I don’t think I ever saw you at school.
Ms. Bold: Well, ditto. I’ve never seen you either. Are you sure you’re an alumni from our high school also :D
Mr. Handsome: Of course I do. Maybe the reason you never saw me was that I often skip classes and hang out with my friends.
Ms. Bold: Ooopss… bad boy, you! Hahaha….
Mr. Handsome: Thanks. Hahaha…
At work
Mr. Calm: Bold, do you have an email address?
Ms. Bold: Yes, why?
Mr. Calm: Can I have it?
Ms. Bold: Sure. Here it is. And our friends like Ms. Dark and Ms. Small also have email addresses. Do you want it too?
Mr. Calm: Well, OK, I guess.
Mr. Quiet: Bold, I have to tell you something. I’m in love with you. Actually, I have loved you since we were in university, even when I accompanied Mr. Jest to your place. I think you are pretty, smart and kind. I also like the strong hold you have on our religion. I want to be your boyfriend. Do you want to be my girlfriend?
Ms. Bold: Geee… I don’t know, Quiet. Honestly, I always consider you as some kind of a brother. You know how I trust you in almost everything. It’s kinda hard to switch the feeling to a more romantic side. Besides, I’m not looking for a boyfriend. I’m looking for a future-husband. I will not get involve with somebody unless I’m sure that he’s the right husband-material for me.
Mr. Quiet: Well, me too. I’m looking for a future-wife and I think you’re the one.
Ms. Bold: I need to think about it.
Mr. Quiet: Take all the time you need. And let me know as soon as you decide.
Ms. Bold: OK.
Mr. Handsome: Bold, I really want to meet you in person. I’m writing my thesis and will finish it on July. I’m going back home on October. Will you wait for me? Let’s meet at our old school when I get back to Indonesia. You see, Bold, I have a strong feeling about you, even though we only know each other by Email. I feel like I’ve known you for years.
Ms. Bold: Yeah, me too. It seems like we have a lot in common. I wish you good luck with your thesis, and I hope you can finish it in time.
Mr. Handsome: Pray for me, will you? I really want to finish it as soon as possible, and then, Bold, here I come!
Ms. Bold: Of course I will. However, are you sure about us? I mean, we only see each other’s picture; we’ve never actually seen each other.
Mr. Handsome: It’s difficult to explain, but I just know that we’re connected. Don’t know feel that way?
Ms. Bold: Yeah, actually I do. That’s what I feel too.
Mr. Calm: I need to talk to you about something. Can you join me tomorrow at P restaurant for lunch?
Ms. Bold: OK, I’ll be there.
Ms. Bold: I have thought about it and I’ve come to a decision. Quiet, I care about you a lot. I really like you, but just as a good friend. I don’t think I can have stronger feelings than that for you. I’m really sorry, but I’m afraid I have to say no to your question.
Mr. Quiet: Is that your answer? Are you sure about that?
Ms. Bold: Yes, I’m sure about it. Look, I really hate to tell you this, but I can’t be more than just your friend. Your best friend. I do hope you can forgive me and you can find someone that’s right for you. A person who can love you completely. Someone who’s better than me.
Mr. Quiet: It’s allright, Bold, I understand. You don’t have to feel sorry for me. I know that we can’t make someone love us. As for finding another girl, I don’t think I can do that. Not yet anyway. I want you to know that I will always love you no matter what, and if I ever find someone to love, I don’t think I can love her as much as I love you.
Ms. Bold: Quiet, please don’t say that. You make me feel really bad.
Mr. Quiet: It’s OK, Bold. I wish you luck with your life and love. And if you ever want to change your mind, just let me know ‘cause I’ll be waiting for you.
Ms. Bold: I don’t want you to do that. I want you to forget about me and get on with your life. Well... I don't want you to forget me, but I do want you to get on with your life. Promise me you will, OK?
Mr. Quiet: I can’t promise anything, Bold. Just pray for me, will you?
Ms. Bold: Sure I will. I wish you all the best.
At P restaurant
Mr. Calm: Bold, I really like you. I want to know you better. Do you want to be my girlfriend?
Ms. Bold: But we hardly know each other. We never hang out, and we don’t know about each other’s background. What makes you sure that you like me?
Mr. Calm: I’ve been watching you all this time. I think I know enough about you to be sure that I love you. What do you want to know about me?
Ms. Bold: Everything! Where you come from, where you live, who your parents are, your siblings, your education, I don’t know any of that stuff.
Mr. Calm: I can tell you anything you want to know. Just ask your questions and I will answer. But first, I want you to answer my question.
Ms. Bold: What, of being your girlfriend? I can’t answer that right away, I need to think about it. Tell you what, why don’t we just hang out together? Try to get to know each other, see if we are good for each other or not. Let’s just be close-friends first.
Mr. Calm: No can do. I can see that you’ve so many close-friends already. I don’t want to be one of them. I want to be your boyfriend. That way, I can open myself to you and you can see the real me. And I hope you will do the same for me so I can see the real you.
Ms. Bold: Boy, this is heavy!
Mr. Handsome: Hello Bold, where have you been? I haven’t heard from you for a while. Are you busy?
Ms. Bold: A little bit. How about you? Have you finished your thesis?
Mr. Handsome: Actually, I do. I have given it to my professor last week, and now I just wait for the revision, if there’s any. I hope there won’t be any revision, though. I’m beat.
Ms. Bold: Thank God. When will you give your presentation?
Mr. Handsome: About 3 weeks from now. But if there’s no revision, I’m sure I can handle the presentation pretty well. I’m good at giving presentation, you know.
Ms. Bold: I’m sure you do. I wish you good luck with it. But Handsome, I have to tell you something. I’m seeing someone.
Mr. Handsome: Really? Who’s he?
Ms. Bold: Someone from work, you don’t know him. I want to appologize to you because I won’t be able to see you when you get back here.
Mr. Handsome: Why?
Ms. Bold: ‘Cause I’m marrying him.
Mr. Handsome: What? When?
Ms. Bold: A couple of month. It happens really fast, I can hardly think. Next thing I know, I’m engage and then we set up the date. I can’t tell you about it sooner ‘cause I’m afraid it will ruin your concentration needed for preparing the thesis. I know I’ve given you my words, but it looks like I’m not going to be able to fulfill it. I’m really sorry.
Mr. Handsome: It’s OK, I understand. I’m happy for you.
Ms. Bold: Thanks. I hope you will find someone that is more suitable for you than me.
The Mystery of Love: Part 1
There are 3 young girls who have been good friends since they started high school. They are Miss Sweet, Miss Bold and Miss Cute. They come from similar family background and share the same likes and dislikes. Their friendship grows not just between themselves but also between their families.
Among the three girls, Miss Cute is the one that often attracts people’s attention because she is cute. Miss Sweet charms people with her good manner and sweetness, while Miss Bold often surprises others with her boldness. Some boys are attracted to them, but none of them are succeded in becoming their boyfriends. The girls are just too busy spending their time with each other, studying and enjoying high school to be bothered with boyfriends.
After high school, Miss Sweet and Miss Bold continue their study in another city, leaving Miss Cute behind. But that doesn’t mean that they loose contact. They are still in touch with each other, and their friendship stays as strong as ever.
In college, Miss Sweet meets her first boyfriend, Mr Cool. He is a senior who study in other college, but they get along pretty well because they share the same hobby. She introduces him to her family and friends, and everything seems to be just fine.
Unfortunately, Miss Sweet’s situation starts to change. It turns out that everyone in her family, except for her father, dislike her boyfriend. But they maintain a sweet façade in front of the couple, so Miss Sweet doesn’t realize the loathing at first. Gradually, she starts to see it, and turns to her friend for advice.
Miss Sweet: What should I do? Everyone hates him, and he’s such a sweetheart.
Miss Bold: Well, just follow your heart. Pray to God for guidance and ask him to show you the right way.
This situation continues for sometime. One day, Mr. Cool moves to another city to work. They still maintain that long-distance relationship. But as I say before, Ms. Sweet’s sweetness always attracts people’s attention, including those of a young man named Mr. Young. Mr. Young is her junior, but his persistence compromises his age. He knows that Ms. Sweet is Mr. Cool’s girlfriend, but he doesn’t give up on her. He is sure that he can win her from Mr. Cool. So, Ms. Sweet hangs out with Mr. Young while still seeing Mr. Cool. Even though Ms. Sweet likes Mr. Young a lot, she doubts that they have a future together because, well, he’s too young. Far from bringing relieve, this situation complicates her life. Desperate, she once again seeks advice from her friend.
Miss Sweet: What should I do? I like both man, and I can’t be with any of them.
Ms. Bold: My advice is still the same. Pray to God for guidance. Ask him to choose one for you and make up your mind.
After some time, the tension starts to affect Ms. Sweet’s relationships. Finally, she can’t stand it any longer. She distances herself from both men and takes a time break to relax and think everything over.
During that time break, suddenly, she gets a call. It’s from a guy named Mr. Devout. He is a friend of friends that sometimes meet in an organization. After greeting each other, Mr. Devout tells her that he has just received a scholarship to continue his study in another country. And would Ms. Sweet like to accompany her as his wife? Ms. Sweet feels like being struck by lightning. She’s speechless. She can’t think, nor answer. Mr. Devout says that she doesn’t have to answer at the moment, but please give it a thought. He gives her 2 months to think, as he must go to that new country in several days, but he will be back 2 months later.
And how Ms. Sweet thinks! She thinks it over and over and over. She consults her best friends, siblings and parents. She can’t sleep and she can’t eat. In the end, she can’t bear the thought of losing Mr. Devout. So the answer is YES!
So Ms. Sweet breaks up her relationship with Mr. Cool and Mr. Young, informs her parent about her decision, get ready to get married, and when Mr. Devout returns home for a short break two months after he proposed, gets married to him. He turns out to be her salvation, and they continue their blessed, blooming married life to this present day.
Among the three girls, Miss Cute is the one that often attracts people’s attention because she is cute. Miss Sweet charms people with her good manner and sweetness, while Miss Bold often surprises others with her boldness. Some boys are attracted to them, but none of them are succeded in becoming their boyfriends. The girls are just too busy spending their time with each other, studying and enjoying high school to be bothered with boyfriends.
After high school, Miss Sweet and Miss Bold continue their study in another city, leaving Miss Cute behind. But that doesn’t mean that they loose contact. They are still in touch with each other, and their friendship stays as strong as ever.
In college, Miss Sweet meets her first boyfriend, Mr Cool. He is a senior who study in other college, but they get along pretty well because they share the same hobby. She introduces him to her family and friends, and everything seems to be just fine.
Unfortunately, Miss Sweet’s situation starts to change. It turns out that everyone in her family, except for her father, dislike her boyfriend. But they maintain a sweet façade in front of the couple, so Miss Sweet doesn’t realize the loathing at first. Gradually, she starts to see it, and turns to her friend for advice.
Miss Sweet: What should I do? Everyone hates him, and he’s such a sweetheart.
Miss Bold: Well, just follow your heart. Pray to God for guidance and ask him to show you the right way.
This situation continues for sometime. One day, Mr. Cool moves to another city to work. They still maintain that long-distance relationship. But as I say before, Ms. Sweet’s sweetness always attracts people’s attention, including those of a young man named Mr. Young. Mr. Young is her junior, but his persistence compromises his age. He knows that Ms. Sweet is Mr. Cool’s girlfriend, but he doesn’t give up on her. He is sure that he can win her from Mr. Cool. So, Ms. Sweet hangs out with Mr. Young while still seeing Mr. Cool. Even though Ms. Sweet likes Mr. Young a lot, she doubts that they have a future together because, well, he’s too young. Far from bringing relieve, this situation complicates her life. Desperate, she once again seeks advice from her friend.
Miss Sweet: What should I do? I like both man, and I can’t be with any of them.
Ms. Bold: My advice is still the same. Pray to God for guidance. Ask him to choose one for you and make up your mind.
After some time, the tension starts to affect Ms. Sweet’s relationships. Finally, she can’t stand it any longer. She distances herself from both men and takes a time break to relax and think everything over.
During that time break, suddenly, she gets a call. It’s from a guy named Mr. Devout. He is a friend of friends that sometimes meet in an organization. After greeting each other, Mr. Devout tells her that he has just received a scholarship to continue his study in another country. And would Ms. Sweet like to accompany her as his wife? Ms. Sweet feels like being struck by lightning. She’s speechless. She can’t think, nor answer. Mr. Devout says that she doesn’t have to answer at the moment, but please give it a thought. He gives her 2 months to think, as he must go to that new country in several days, but he will be back 2 months later.
And how Ms. Sweet thinks! She thinks it over and over and over. She consults her best friends, siblings and parents. She can’t sleep and she can’t eat. In the end, she can’t bear the thought of losing Mr. Devout. So the answer is YES!
So Ms. Sweet breaks up her relationship with Mr. Cool and Mr. Young, informs her parent about her decision, get ready to get married, and when Mr. Devout returns home for a short break two months after he proposed, gets married to him. He turns out to be her salvation, and they continue their blessed, blooming married life to this present day.
Wednesday, August 02, 2006
Reunion Story
On July 23, I attented the reunion of my high school Al-Azhar. Since I didn’t go to the last reunion five years ago, it was my first reunion with most of my high school friends. It’s really great to see the familiar and not-so-familiar faces. To see the changes in my buddies and to try to find the things that hadn’t changed. It turned out that after 15 years, some of us were still as funny, as friendly and as good-looking as before. There were some changes, of course, and it’s good to see that almost all of my friends had become more mature and wiser, as they should since we’re all over 30 now. Those who were snob once have now become friendlier, and those who were childish came with their own children.
I also met some of my old ‘flings’. Come to think of it, I was rather glad that I never did hook up with any of them. You see, in my high school days, I never had a serious crush. It was mostly one-sided crush which caused by miscommunication. Those that I liked didn’t like me, and those who liked me I didn’t like :P. One of my friends used to say that I changed the fling every month (she’s too kind to say every week instead). Well, what can I say, I let my heart wander free :))). Then again, why would I attach myself with one person when there were so many good alternatives out there? And why would I confine myself in a relationship that was too immature and would not last long? (I’m not talking about you and Eja, Dev. You guys are rare species, do you know that? Who in the world could date someone for 10 years and then get married with that person? Even Titi DJ and Indra Lesmana couldn’t do it).
Back to the reunion story, were I had a boyfriend in high school or even only a steady target of my obsession, I would be awkward in meeting that person again, especially if I came with my family and he came with his family. The reason I said it was because I watched one of my friend, whom we all knew was deeply in love with another friend, chatted and laughed with the family of the person who used to be his crushed. And I couldn’t help thinking, what was on his mind? Did he regret that their relationship didn’t work out? Did he imagine the family to be his family? I wouldn’t know. But I admire him for his forbearance.
Although there were many of my friends in that reunion, some of my other friends didn’t show up. They had their own reasons, but I was a bit disappointed because of it. Some of my friends didn’t come because they had their own agenda, and some others said that they didn’t want us to see them again because they have failures in their life, whether in career or marriage. The latter was the one that upset me. So you had problems in life, so what? We still want to see you, to be friend with you. We all had our own problems; we’re just human, right? I wished I could say that to them in persons. But as I couldn’t, I just wished my dear old friends good luck.
Anyway, it’s not the only thing that bothers me. At the end of the reunion, the committee announced that there was a shortage of money for the event. They also said that the committee would cover the shortage between themselves even though they would really appreciate donation of any amount. As much as I appreciated everything that the committee member had done for us and the reunion, I couldn’t help thinking that there was something amiss in it. One, the committee shouldn’t be burdened with the shortage since the reunion motto was from us, by us and for us. They had worked tiredlessly for free, for God sake! If we let the situation continue, I was afraid that it would create a bad assumption for being a committee member, which was that a committee member should be willing to cover the shortage with his/her own money. And then, nobody wanted to be a committee member anymore. And what would become of the reunion if nobody wanted to get involved in planning it? Second, it would be a good idea if the committee tried to find some sponsors for the reunion, so that they could have some financial back up which could provide the money needed for the event. Or maybe they could create a bazaar which would deliver some cash.
But all in all, I really enjoyed the reunion and I believe, so did my hubby. We watched a slide-show of the old pictures and band-performance of my friends, who performed marvelously, I must say. Yoyon as the MC was really good, and the food was not bad. Even my kids enjoyed the event, judging from the way my Izza swayed to the music and my Reyhan watched the show. There's only one thing that quite disappointing, though, I didn't get any of the doorprizes. The grand doorprize was a cellphone and I had the feeling that I would get it. Usually, I can count on my feelings. Unfortunately, I missed. Huaaaa. Let alone the phone, not even any of the vouchers from Giants and Dewi's Salon came to my way. *sigh*. Anyway, I hope I still can come to the next reunion five years from now.
I also met some of my old ‘flings’. Come to think of it, I was rather glad that I never did hook up with any of them. You see, in my high school days, I never had a serious crush. It was mostly one-sided crush which caused by miscommunication. Those that I liked didn’t like me, and those who liked me I didn’t like :P. One of my friends used to say that I changed the fling every month (she’s too kind to say every week instead). Well, what can I say, I let my heart wander free :))). Then again, why would I attach myself with one person when there were so many good alternatives out there? And why would I confine myself in a relationship that was too immature and would not last long? (I’m not talking about you and Eja, Dev. You guys are rare species, do you know that? Who in the world could date someone for 10 years and then get married with that person? Even Titi DJ and Indra Lesmana couldn’t do it).
Back to the reunion story, were I had a boyfriend in high school or even only a steady target of my obsession, I would be awkward in meeting that person again, especially if I came with my family and he came with his family. The reason I said it was because I watched one of my friend, whom we all knew was deeply in love with another friend, chatted and laughed with the family of the person who used to be his crushed. And I couldn’t help thinking, what was on his mind? Did he regret that their relationship didn’t work out? Did he imagine the family to be his family? I wouldn’t know. But I admire him for his forbearance.
Although there were many of my friends in that reunion, some of my other friends didn’t show up. They had their own reasons, but I was a bit disappointed because of it. Some of my friends didn’t come because they had their own agenda, and some others said that they didn’t want us to see them again because they have failures in their life, whether in career or marriage. The latter was the one that upset me. So you had problems in life, so what? We still want to see you, to be friend with you. We all had our own problems; we’re just human, right? I wished I could say that to them in persons. But as I couldn’t, I just wished my dear old friends good luck.
Anyway, it’s not the only thing that bothers me. At the end of the reunion, the committee announced that there was a shortage of money for the event. They also said that the committee would cover the shortage between themselves even though they would really appreciate donation of any amount. As much as I appreciated everything that the committee member had done for us and the reunion, I couldn’t help thinking that there was something amiss in it. One, the committee shouldn’t be burdened with the shortage since the reunion motto was from us, by us and for us. They had worked tiredlessly for free, for God sake! If we let the situation continue, I was afraid that it would create a bad assumption for being a committee member, which was that a committee member should be willing to cover the shortage with his/her own money. And then, nobody wanted to be a committee member anymore. And what would become of the reunion if nobody wanted to get involved in planning it? Second, it would be a good idea if the committee tried to find some sponsors for the reunion, so that they could have some financial back up which could provide the money needed for the event. Or maybe they could create a bazaar which would deliver some cash.
But all in all, I really enjoyed the reunion and I believe, so did my hubby. We watched a slide-show of the old pictures and band-performance of my friends, who performed marvelously, I must say. Yoyon as the MC was really good, and the food was not bad. Even my kids enjoyed the event, judging from the way my Izza swayed to the music and my Reyhan watched the show. There's only one thing that quite disappointing, though, I didn't get any of the doorprizes. The grand doorprize was a cellphone and I had the feeling that I would get it. Usually, I can count on my feelings. Unfortunately, I missed. Huaaaa. Let alone the phone, not even any of the vouchers from Giants and Dewi's Salon came to my way. *sigh*. Anyway, I hope I still can come to the next reunion five years from now.
Saturday, July 15, 2006
6 and 6
Habis bikin yg 4-4, sekarang yg 6-6. Untung cuma dua macem 6, gak tiga macem. Ntar jadi triple 6 duong. Untung juga dua-duanya enam, gak yang satunya diminta sembilan. Ntar jadinya... hush... Ada anak kecil baca. hehehe....
Waduh, disuruh ingetin 6 kejadian yg bikin sedih. Gpp deh, abis tu kan bisa inget yg seneng2 yaaa
1. Waktu adik gw no. 1 meninggal di ujian silat. Gile, itu kejadian bener-bener bikin shock sekeluarga besar banget deh. Bayangin, perginya sehat wal afiat, gak ada penyakit apa-apa, eee... pulang-pulang udah jadi mayat. Penyebabnya sepele, pula. Karena dehidrasi, sebab seharian ujian dibawah matahari n gak boleh minum setetespun. Sebenernya obatnya gampang, tinggal dikasih air aja. Tapi salah penanganan dr pelatih yg gak ngerti P3K, dikirain kerasukan. Alhasil dia dibiarin aja dipinggir lapangan sampe 1 jam, sampe ada ortu peserta yg kesian trus nganterin ke rumah sakit. Tapi udah telat, sampe dirumah sakit nyawanya udah gak ada walopun badannya masih anget. Wah, gak terkira deh rasanya, kayaknya sampe sekarang kita belon bisa maafin si pelatih-pelatih tolol ntu.
2. Masa-masa depresi di SMA, terutama setelah penjurusan. Sebenernya bukan depresi karena pelajaran, tapi karena komunikasi yg gak jalan antara gw sama nyokap dan temen-temen dikelas. Waktu itu rasanya gw depresi berat banget, bawaannya mau marah-marah n nangis aja. Cuma 1 orang yang jadi andalan gw, my dear dear friend Tuti. Dia yang jadi tempat penampungan semua frustrasi gw. Dia jg yg ngelurusin lagi pikiran gw kl udah mulai mau bengkok. Pokoke She's my very best friend deh. Sampe sekarang gw jg masih kayak sodara sama dia (kebetulan kita sama-sama gak punya sodara perempuan), walopun kita tinggalnya jauhan banget.
3. Waktu mas dapet beasiswa, dia kudu berangkat duluan ke jepang. 6 bulan kemudian, baru gw n anak bisa nyusul. Aduh, itu rasanya 6 bulan yg paling beraaaattt deh buat gw. Untung gw masih kerja, jadi ada yang mengalihkan pikiran gw. kedua kalinya kita pisah, yaitu pas gw mo ngelahirin n pulang duluan ke Indonesia, sementara dia baru bisa nyusul 2 bulan kemudian. Huaaaaa...... jangan lagi deh, ngalemin misah begitu. Bener-bener kayak keilangan separuh jiwa.
4. Gw udah sebutin di posting sebelumnya bahwa salah satu tempat favorit gw adalah Honjo. Nah, waktu kita kudu balik ke indonesia, ninggalin honjo, gw berasanya sediiih banget. Udah kebayang aja bakal keilangan kesejukan dan ketentraman disitu buat kembali ke kehirukpikukan dan kesumpekan jakarta. And guess what, I was right. Bulan-bulan pertama di jakarta gw rasanya gak betah banget, stress, pingin balik ke jepang lagi. Sekarang sih udah lumayan, walopun kadang-kadang rasa kangennya masih suka balik.
5. Dulu waktu masih pacaran sama mas, gw pernah kecewa sama dia krn sebab-sebab yg gak bisa gw buka disini. Sebenernya sih there's nothing he can do about it 'cause it's in the past. Tp tetep aja, gw sempet down banget sampe seriously considered to break up with him. Tp setelah gw reconsidered, akhirnya gw putusin buat tetep nerusin hubungan kita. Dan kayaknya keputusan gw itu tepat.
6. Jamannya kuliah ada jg sih kejadian yg bikin gw nangis-nangis bombay, tapi it's not worth mentioning lah. Kalo diinget jg sekarang malu sendiri, gitu aja kok nangis. hehehe....
Naaa.... sekarang yg seru bin seneng nih.
1. Mas dapet beasiswa buat ke jepang. Secara yg gw waktu itu lagi bete abis di kantor tp gak ada jalan keluar lain, so gw sujud siang malem minta sama Allah SWT supaya mas lulus tes beasiswa itu. Alhamdulillah, doa gw terkabul. Jadi deh kita berangkat n tinggal 2 tahun disana.
2. Lulus UMPTN, karena gw gak nyangka banget nama gw bisa tercantum di koran pengumuman itu. Waktu tesnya aja, gw yang ngerjainnya sambil bersenandung gitu, sampe diomongin sama pengawasnya. Gini komentar mereka"
pengawas 1: liat deh itu anak. Masa ngerjain soal sambil nyanyi-nyanyi gitu.
Pengawas 2: Iya, bukannya konsentrasi kok nyanyi-nyanyi. Mungkin udah pernah ikut (UMPTN) 'kali.
Pengawas 1: Kayaknya sih. Paling lulusan tahun lalu, yg kepingin nyoba lagi.
Pengawas 2: Bener, bener...
Dan, karena gw duduknya paling depan, omongan mrk didepan gw ntu jelas banget kedengaran. Gw sih ketawa aja dalam ati, hehehe... gw dituduh ngulang. Biar lah, mereka kan gak ngerti bahwa gw ikutan tes itu nothing to loose banget. Kalo dapet sukur, gak dapet ya udah, masuk swasta. Dan dengan nyanyi gitu gw jadi gak stress n bisa ngejawab soal-soal itu dgn baik. Bener aja, taunya gw lulus. Berhasil, berhasil, berhasil, hore!!!
3. Jadi istrinya mas juga salah satu momen yg bikin gw happy banget. Sebab utama, itu jadi pintu kebebasan gw sepenuhnya terlepas dari ortu. hehehe..... Kesannya gw tersiksa banget ya tinggal sama ortu. Ya abis gimana, banyakan bentroknya dari cocoknya. Walopun sih, waktu tinggal jauhan rasanya ya kangen jg sama mereka. Begitulah model hubungan gw dan ortu, jauh bau kembang, deket bau busuk. hihihihi.....
4. Pas gw selesai sidang sarjana trus dikasih tau bhw gw dapet A-, wiiiihhh.... senangnya. Akhirnya bisa jg gw wisuda bulan april '97 itu. Sebelum-sebelumnya sih, kl ditanya optimisme gw tentang kuliah, gw punya ketakutan terpendam bhw gw akan dilepas dari taman sari, bukannya dari Sabuga. Maksudnya dilepas dari tamansari itu ya DO, gitu lho. Soale asli gw ngerasa paling bodoh banget deh di Fisika. Fisika itu bener-bener ilmu abstrak yg susah buat gw visualisasi, dan belakangan gw baru tau bhw gw ini adalah visual learner (nyambung gak sih alesannya?). Eeehhhh ternyata, tugas akhir bisa selesai dalam waktu kurang dari 2 bulan saja, dan dgn hasil yg memuaskan (at least buat gw). Alhamdulillah ya Allah.
5. Di postingan yg sebelumnya gw pernah bilang bahwa satu-satunya lelaki yg pernah bikin gw breathless n blind and deaf to everything but him adalah Reyhan. Setelah proses ngelahirin yg makan waktu 12 jam itu lewat, gw masih kayak gak percaya bhw sekarang gw udah punya anak, udah jadi ibu. Rasanya gak bisa diungkapkan dgn kata-kata deh. cieee.... Gak cuma punya Reyhan, sih, yg bikin gw seneng banget. Gak adil dong ya, masa adeknya gak diinget? Peristiwa kelahiran si adek jg istimewa karena gw bener2 sendiri di rumah sakit waktu itu. Suami msh di jepang, ortu msh dirumah krn kejadiannya jam 8 pagi. Tapi malemnya gw msh tidur nyenyak, krn walopun udah ada bukaan 2, tp gak ada mules sama sekali. Paginya, shalat subuh dulu, bersih2, trus jam 6 dipasang infus. Eeehhhh... 1,5 jam kemudian, udah muleeesss banget, padahal dokternya masih mandi stlh ngebantu 3 org pasiennya ngelahirin sblm gw. Akhirnya, jam 8 kurang seperapat dia dateng, gw ngejan 3 kali, meluncur deh si adek keluar dengan mulusnya 10 menit kemudian.
6. Setelah berminggu-minggu stress dan bulak balik melototin thesisnya si mas buat cari-cari celah kesalahannya (ngedit itu thesis maksudnya), akhirnya si mas dinyatakan lulus deh. Tanpa resivisi pula, sementara sebagian temennya kudu bikin revisi thesis dulu. Wiiiiyyyy.... senangnya. Soalnya, believe it or not, jam begadang gw ampir sama ama si penulis itu thesis, secara gw baru bisa kerja kalo anak-anak udah pada tidur, padahal siangnya gw tetep kudu masak n beberes n ngejagain mrk toch..... Jadi pas dia lulus sidang, kayaknya itu sidang gw jg deh. hehehe.....
Udah ah, segitu aja deh kisah-kisah gw. Malu kalo kebanyakan ngebongkar kenangan lama. Semoga yg baca pada ikutan seneng yeeee....
Waduh, disuruh ingetin 6 kejadian yg bikin sedih. Gpp deh, abis tu kan bisa inget yg seneng2 yaaa
1. Waktu adik gw no. 1 meninggal di ujian silat. Gile, itu kejadian bener-bener bikin shock sekeluarga besar banget deh. Bayangin, perginya sehat wal afiat, gak ada penyakit apa-apa, eee... pulang-pulang udah jadi mayat. Penyebabnya sepele, pula. Karena dehidrasi, sebab seharian ujian dibawah matahari n gak boleh minum setetespun. Sebenernya obatnya gampang, tinggal dikasih air aja. Tapi salah penanganan dr pelatih yg gak ngerti P3K, dikirain kerasukan. Alhasil dia dibiarin aja dipinggir lapangan sampe 1 jam, sampe ada ortu peserta yg kesian trus nganterin ke rumah sakit. Tapi udah telat, sampe dirumah sakit nyawanya udah gak ada walopun badannya masih anget. Wah, gak terkira deh rasanya, kayaknya sampe sekarang kita belon bisa maafin si pelatih-pelatih tolol ntu.
2. Masa-masa depresi di SMA, terutama setelah penjurusan. Sebenernya bukan depresi karena pelajaran, tapi karena komunikasi yg gak jalan antara gw sama nyokap dan temen-temen dikelas. Waktu itu rasanya gw depresi berat banget, bawaannya mau marah-marah n nangis aja. Cuma 1 orang yang jadi andalan gw, my dear dear friend Tuti. Dia yang jadi tempat penampungan semua frustrasi gw. Dia jg yg ngelurusin lagi pikiran gw kl udah mulai mau bengkok. Pokoke She's my very best friend deh. Sampe sekarang gw jg masih kayak sodara sama dia (kebetulan kita sama-sama gak punya sodara perempuan), walopun kita tinggalnya jauhan banget.
3. Waktu mas dapet beasiswa, dia kudu berangkat duluan ke jepang. 6 bulan kemudian, baru gw n anak bisa nyusul. Aduh, itu rasanya 6 bulan yg paling beraaaattt deh buat gw. Untung gw masih kerja, jadi ada yang mengalihkan pikiran gw. kedua kalinya kita pisah, yaitu pas gw mo ngelahirin n pulang duluan ke Indonesia, sementara dia baru bisa nyusul 2 bulan kemudian. Huaaaaa...... jangan lagi deh, ngalemin misah begitu. Bener-bener kayak keilangan separuh jiwa.
4. Gw udah sebutin di posting sebelumnya bahwa salah satu tempat favorit gw adalah Honjo. Nah, waktu kita kudu balik ke indonesia, ninggalin honjo, gw berasanya sediiih banget. Udah kebayang aja bakal keilangan kesejukan dan ketentraman disitu buat kembali ke kehirukpikukan dan kesumpekan jakarta. And guess what, I was right. Bulan-bulan pertama di jakarta gw rasanya gak betah banget, stress, pingin balik ke jepang lagi. Sekarang sih udah lumayan, walopun kadang-kadang rasa kangennya masih suka balik.
5. Dulu waktu masih pacaran sama mas, gw pernah kecewa sama dia krn sebab-sebab yg gak bisa gw buka disini. Sebenernya sih there's nothing he can do about it 'cause it's in the past. Tp tetep aja, gw sempet down banget sampe seriously considered to break up with him. Tp setelah gw reconsidered, akhirnya gw putusin buat tetep nerusin hubungan kita. Dan kayaknya keputusan gw itu tepat.
6. Jamannya kuliah ada jg sih kejadian yg bikin gw nangis-nangis bombay, tapi it's not worth mentioning lah. Kalo diinget jg sekarang malu sendiri, gitu aja kok nangis. hehehe....
Naaa.... sekarang yg seru bin seneng nih.
1. Mas dapet beasiswa buat ke jepang. Secara yg gw waktu itu lagi bete abis di kantor tp gak ada jalan keluar lain, so gw sujud siang malem minta sama Allah SWT supaya mas lulus tes beasiswa itu. Alhamdulillah, doa gw terkabul. Jadi deh kita berangkat n tinggal 2 tahun disana.
2. Lulus UMPTN, karena gw gak nyangka banget nama gw bisa tercantum di koran pengumuman itu. Waktu tesnya aja, gw yang ngerjainnya sambil bersenandung gitu, sampe diomongin sama pengawasnya. Gini komentar mereka"
pengawas 1: liat deh itu anak. Masa ngerjain soal sambil nyanyi-nyanyi gitu.
Pengawas 2: Iya, bukannya konsentrasi kok nyanyi-nyanyi. Mungkin udah pernah ikut (UMPTN) 'kali.
Pengawas 1: Kayaknya sih. Paling lulusan tahun lalu, yg kepingin nyoba lagi.
Pengawas 2: Bener, bener...
Dan, karena gw duduknya paling depan, omongan mrk didepan gw ntu jelas banget kedengaran. Gw sih ketawa aja dalam ati, hehehe... gw dituduh ngulang. Biar lah, mereka kan gak ngerti bahwa gw ikutan tes itu nothing to loose banget. Kalo dapet sukur, gak dapet ya udah, masuk swasta. Dan dengan nyanyi gitu gw jadi gak stress n bisa ngejawab soal-soal itu dgn baik. Bener aja, taunya gw lulus. Berhasil, berhasil, berhasil, hore!!!
3. Jadi istrinya mas juga salah satu momen yg bikin gw happy banget. Sebab utama, itu jadi pintu kebebasan gw sepenuhnya terlepas dari ortu. hehehe..... Kesannya gw tersiksa banget ya tinggal sama ortu. Ya abis gimana, banyakan bentroknya dari cocoknya. Walopun sih, waktu tinggal jauhan rasanya ya kangen jg sama mereka. Begitulah model hubungan gw dan ortu, jauh bau kembang, deket bau busuk. hihihihi.....
4. Pas gw selesai sidang sarjana trus dikasih tau bhw gw dapet A-, wiiiihhh.... senangnya. Akhirnya bisa jg gw wisuda bulan april '97 itu. Sebelum-sebelumnya sih, kl ditanya optimisme gw tentang kuliah, gw punya ketakutan terpendam bhw gw akan dilepas dari taman sari, bukannya dari Sabuga. Maksudnya dilepas dari tamansari itu ya DO, gitu lho. Soale asli gw ngerasa paling bodoh banget deh di Fisika. Fisika itu bener-bener ilmu abstrak yg susah buat gw visualisasi, dan belakangan gw baru tau bhw gw ini adalah visual learner (nyambung gak sih alesannya?). Eeehhhh ternyata, tugas akhir bisa selesai dalam waktu kurang dari 2 bulan saja, dan dgn hasil yg memuaskan (at least buat gw). Alhamdulillah ya Allah.
5. Di postingan yg sebelumnya gw pernah bilang bahwa satu-satunya lelaki yg pernah bikin gw breathless n blind and deaf to everything but him adalah Reyhan. Setelah proses ngelahirin yg makan waktu 12 jam itu lewat, gw masih kayak gak percaya bhw sekarang gw udah punya anak, udah jadi ibu. Rasanya gak bisa diungkapkan dgn kata-kata deh. cieee.... Gak cuma punya Reyhan, sih, yg bikin gw seneng banget. Gak adil dong ya, masa adeknya gak diinget? Peristiwa kelahiran si adek jg istimewa karena gw bener2 sendiri di rumah sakit waktu itu. Suami msh di jepang, ortu msh dirumah krn kejadiannya jam 8 pagi. Tapi malemnya gw msh tidur nyenyak, krn walopun udah ada bukaan 2, tp gak ada mules sama sekali. Paginya, shalat subuh dulu, bersih2, trus jam 6 dipasang infus. Eeehhhh... 1,5 jam kemudian, udah muleeesss banget, padahal dokternya masih mandi stlh ngebantu 3 org pasiennya ngelahirin sblm gw. Akhirnya, jam 8 kurang seperapat dia dateng, gw ngejan 3 kali, meluncur deh si adek keluar dengan mulusnya 10 menit kemudian.
6. Setelah berminggu-minggu stress dan bulak balik melototin thesisnya si mas buat cari-cari celah kesalahannya (ngedit itu thesis maksudnya), akhirnya si mas dinyatakan lulus deh. Tanpa resivisi pula, sementara sebagian temennya kudu bikin revisi thesis dulu. Wiiiiyyyy.... senangnya. Soalnya, believe it or not, jam begadang gw ampir sama ama si penulis itu thesis, secara gw baru bisa kerja kalo anak-anak udah pada tidur, padahal siangnya gw tetep kudu masak n beberes n ngejagain mrk toch..... Jadi pas dia lulus sidang, kayaknya itu sidang gw jg deh. hehehe.....
Udah ah, segitu aja deh kisah-kisah gw. Malu kalo kebanyakan ngebongkar kenangan lama. Semoga yg baca pada ikutan seneng yeeee....
Pe-er 1: the Fantastic Four
Pas ngeliat tanggal postingan terakhir, waaaakkkkk... sebulan yang lalu. It's high time gw nulis lagi kyknya. Biarlah, walopun sebulan sekali diupdate, yg penting usaha. Biarlah, diledek kiri kanan, gak pernah apdet....kekekekk..... Waktunya sempit gitu lho.
Kalo dipikir-pikir, blogger itu kayak ajang penelanjangan diri ya. Semua ttg diri kita, luar dalem, kita paparin disitu. Yang baca sejagad, euy!!! For me, blogger ini tempat buat numpahin unek-unek. Dan yang namanya unek-unek ya adanya pas kita lagi eneg. Jadi kalo gak eneg, ya nggak ada yg perlu ditumpahin, tokh? Naaahhhh.... kesimpulannya, kalo kalean tidak menemukan sesuatu yg baru dalam jangka waktu yang lama di blog gw ini, bersyukurlah buat gw karena artinya hidup gw dalam keadaan tenang-tentram-damai-bahagia. Hehehehe......
Ya sud, kembali ke judul semula. Kenapa mesti empat sich? wong anak gw aja cuma dua (apa hubungannya?). Pertanyaannya jg kurang gemanaaaa gitu. Soalnya, kl ditanya buku ato film ato musik favorit, gw akan jawab, Semua! Secara gw doyan baca n nonton n dengerin musik gitu lho (kecuali klasik ya, kedemenannya si Barb temennya si DM ntu tuh). Mbok ya tanya, 4 nama mantan pacar suami, naahhh itu gw punya jawabnya karena emang pas empat!
4 jobs:
Halaahhh... gimana ngejawabnya? Wong seumur-umur gw cuma pernah kerja disatu tempat, sebuah-tempat-kursus-yang-pernah-terkenal-tapi-sekarang-
popularitasnya-udah-mulai-memudar dan anak perusahaannya dimana gw jadi editor majalah. Abis gimana ya, saya orangnya setia sih *timpuk*. Kl magang juga bisa dibilang kerja, ya boleh deh dimasukin itungan kerja nyambi jadi asisten di lab dulu. Soale ada dosen yang baeeeekkkkk n muda n lumayan cakep (Semoga gak ada temen sejurusan yang baca ini, ato kalopun ada, gak bisa nebak siapa orang yg gw maksud. hihihihi......). Trus, kl kerjaan yg paling gw demen, ya di majalah itu. Temen kerjanya asik2 (kyk barb n DM yg gw sebut diatas), kerjaannya jg asik, fringe benefitnya jg asoy (kyk bisa nonton gratis, ketemu artis, dapet suvenir pulak. hehehe). Yang gw kagak demen cuma 3 dari tempat ntu, 2 boss n 1 anak buah. Tp ke-3 ntu yg dengan sukses bikin gw bertekad buat cabut dari sana. yah..... nasip
4 places:
Nah ini, kebalikannya dari jobs. Gw n suami punya bakat nomaden, jadi sampe sekarang belon ada a place we call home. Tp kl tempat favorit sih ada jg, yaitu:
- Honjo, Saitama, Jepang. Gw cintaaaaaaa...... deh sama honjo. Sempet berangan-angan, enak kali ya kalo udah tua n pensiun tinggal disitu. Sepi, bersih, sejuk, banyak taman n sawah n kebun, tp fasilitas gak kalah modern sama kota2 lain di jepang. Apbolbul, mimpi tinggal mimpi aja deh loe.....
- San Fransisco, Amerika. Kondisinya jg kayak honjo, sejuk, bersih, walopun gak sepi dan banyak turis (tp bule ganteng, bo'!). Kayaknya gak cukup sekali deh, kesana. Kapan ya bisa kesana lagi?
- Bandung, tapi yang jaman dulu. Kl jaman sekarang sih udah ogah. Panas, sumpek, macetnya ngalahin jakarta. Jamannya gw kuliah dulu, bandung tuh nyamaaaannnn deh rasanya. Gak percuma gw bela-belain milih tinggal sendiri disituu, jauh dari ortu dan sodara. Tapi memorynya, hhmmmmmm......
Gak ada lagi tuh, cuma 3 itu aja tempat favorit gw.
4 films:
- Kebanyakan film-film Mel Gibson (hhhmmmm.... Mel Gibson tea, ganteng, keren, kaya tapi gak mata keranjang n cinta banget ama keluarganya) kyk the patriot, braveheart, lethal weapon.)
- Sebagian film Keanu Reeves, tapi yg bagus aja ya. Kl yg jelek, kyk yg dia jadi serial killer ntu, gw gak demen. Ato a walk in the clouds, bener2 bikin pengen walk out dr bioskop deh.
- In the name of the father, the house of the spirit, dan drama yang sebangsanya.
4 TV Programs:
- Friends, gak ada matinya bo'. Setelah lama dak diliat, trus ditonton lagi, masih bisa bikin gw ngakak dengan sukses.
- Extravaganza, leluconnya lumayan kreatif jg.
- Desperate housewives. Tp emang hollywood style banget sih, itu yg bikin gw rada gak suka.
- MacGyver. Masih culun. hehehe....
4 Favorite foods:
- Coklaatttt dan perluasannya. Coklat gateau, es krim coklat, puding coklat, you name it deh.
- Duren. I rest my case.
- Pizza dan spaghetti yg bertoping tuna pedas dan lots of keju bakar. hhhmmmmm... (ngeces euuy)
- Makanan padang, kyk sate padang, balado, dll.
4 Sites:
Any site related to my need. Sekarang sih banyakan yg berhubungan sama kue2, secara gw mo coba2 terima pesenan kue gt lhoo
4 People:
Wah, ini susah nih. Kyknya gw udah yg paling bontot ngerjain ni peer deh, jadi gak usah aja yaaa... hehehe....
Kalo dipikir-pikir, blogger itu kayak ajang penelanjangan diri ya. Semua ttg diri kita, luar dalem, kita paparin disitu. Yang baca sejagad, euy!!! For me, blogger ini tempat buat numpahin unek-unek. Dan yang namanya unek-unek ya adanya pas kita lagi eneg. Jadi kalo gak eneg, ya nggak ada yg perlu ditumpahin, tokh? Naaahhhh.... kesimpulannya, kalo kalean tidak menemukan sesuatu yg baru dalam jangka waktu yang lama di blog gw ini, bersyukurlah buat gw karena artinya hidup gw dalam keadaan tenang-tentram-damai-bahagia. Hehehehe......
Ya sud, kembali ke judul semula. Kenapa mesti empat sich? wong anak gw aja cuma dua (apa hubungannya?). Pertanyaannya jg kurang gemanaaaa gitu. Soalnya, kl ditanya buku ato film ato musik favorit, gw akan jawab, Semua! Secara gw doyan baca n nonton n dengerin musik gitu lho (kecuali klasik ya, kedemenannya si Barb temennya si DM ntu tuh). Mbok ya tanya, 4 nama mantan pacar suami, naahhh itu gw punya jawabnya karena emang pas empat!
4 jobs:
Halaahhh... gimana ngejawabnya? Wong seumur-umur gw cuma pernah kerja disatu tempat, sebuah-tempat-kursus-yang-pernah-terkenal-tapi-sekarang-
popularitasnya-udah-mulai-memudar dan anak perusahaannya dimana gw jadi editor majalah. Abis gimana ya, saya orangnya setia sih *timpuk*. Kl magang juga bisa dibilang kerja, ya boleh deh dimasukin itungan kerja nyambi jadi asisten di lab dulu. Soale ada dosen yang baeeeekkkkk n muda n lumayan cakep (Semoga gak ada temen sejurusan yang baca ini, ato kalopun ada, gak bisa nebak siapa orang yg gw maksud. hihihihi......). Trus, kl kerjaan yg paling gw demen, ya di majalah itu. Temen kerjanya asik2 (kyk barb n DM yg gw sebut diatas), kerjaannya jg asik, fringe benefitnya jg asoy (kyk bisa nonton gratis, ketemu artis, dapet suvenir pulak. hehehe). Yang gw kagak demen cuma 3 dari tempat ntu, 2 boss n 1 anak buah. Tp ke-3 ntu yg dengan sukses bikin gw bertekad buat cabut dari sana. yah..... nasip
4 places:
Nah ini, kebalikannya dari jobs. Gw n suami punya bakat nomaden, jadi sampe sekarang belon ada a place we call home. Tp kl tempat favorit sih ada jg, yaitu:
- Honjo, Saitama, Jepang. Gw cintaaaaaaa...... deh sama honjo. Sempet berangan-angan, enak kali ya kalo udah tua n pensiun tinggal disitu. Sepi, bersih, sejuk, banyak taman n sawah n kebun, tp fasilitas gak kalah modern sama kota2 lain di jepang. Apbolbul, mimpi tinggal mimpi aja deh loe.....
- San Fransisco, Amerika. Kondisinya jg kayak honjo, sejuk, bersih, walopun gak sepi dan banyak turis (tp bule ganteng, bo'!). Kayaknya gak cukup sekali deh, kesana. Kapan ya bisa kesana lagi?
- Bandung, tapi yang jaman dulu. Kl jaman sekarang sih udah ogah. Panas, sumpek, macetnya ngalahin jakarta. Jamannya gw kuliah dulu, bandung tuh nyamaaaannnn deh rasanya. Gak percuma gw bela-belain milih tinggal sendiri disituu, jauh dari ortu dan sodara. Tapi memorynya, hhmmmmmm......
Gak ada lagi tuh, cuma 3 itu aja tempat favorit gw.
4 films:
- Kebanyakan film-film Mel Gibson (hhhmmmm.... Mel Gibson tea, ganteng, keren, kaya tapi gak mata keranjang n cinta banget ama keluarganya) kyk the patriot, braveheart, lethal weapon.)
- Sebagian film Keanu Reeves, tapi yg bagus aja ya. Kl yg jelek, kyk yg dia jadi serial killer ntu, gw gak demen. Ato a walk in the clouds, bener2 bikin pengen walk out dr bioskop deh.
- In the name of the father, the house of the spirit, dan drama yang sebangsanya.
4 TV Programs:
- Friends, gak ada matinya bo'. Setelah lama dak diliat, trus ditonton lagi, masih bisa bikin gw ngakak dengan sukses.
- Extravaganza, leluconnya lumayan kreatif jg.
- Desperate housewives. Tp emang hollywood style banget sih, itu yg bikin gw rada gak suka.
- MacGyver. Masih culun. hehehe....
4 Favorite foods:
- Coklaatttt dan perluasannya. Coklat gateau, es krim coklat, puding coklat, you name it deh.
- Duren. I rest my case.
- Pizza dan spaghetti yg bertoping tuna pedas dan lots of keju bakar. hhhmmmmm... (ngeces euuy)
- Makanan padang, kyk sate padang, balado, dll.
4 Sites:
Any site related to my need. Sekarang sih banyakan yg berhubungan sama kue2, secara gw mo coba2 terima pesenan kue gt lhoo
4 People:
Wah, ini susah nih. Kyknya gw udah yg paling bontot ngerjain ni peer deh, jadi gak usah aja yaaa... hehehe....
Saturday, June 17, 2006
Sang Buah Hati
Minggu lalu, milis alumni fisika dikejutkan oleh sebuah berita duka, yaitu meninggalnya 3 orang putra salah seorang rekan kami yang bernama Iman Abdullah. Iman ini yunior saya, 2 angkatan dibawah saya. Namun saya kenal cukup akrab karena sama-sama aktif di himpunan dan Salman. Masih terbayang jelas dalam ingatan saya rupa imut Iman yang selalu tersenyum dan ceria, juga bagaimana sholeh dan alimnya dia. Iman biasa memanggil saya dengan sebutan teh Ully (dari kata teteh atau kakak dalam bahasa sunda).
Karena itu, betapa terkejutnya saya ketika membaca berita itu. Tak terbayang rasanya, jangankan kehilangan 3 anak sekaligus, 1 anak saja pasti sudah dalam sekali kedukaan yang dirasakan. Yang lebih mencengangkan, belakangan ada berita yang mengindikasikan bahwa ketiga anak yang sedang lucu-lucunya itu bukan meninggal karena sakit atau kecelakaan, melainkan karena dibunuh oleh ibunda mereka sendiri, orang yang merasakan beratnya mengandung dan sakitnya melahirkan ketiga anak tersebut! Ini berita yang saya cuplik dari republika online:
Kasih Ibu Berujung Petaka
Air mata, tampaknya tak lagi dimiliki Iman Abdullah setelah peristiwa itu. Habis terkuras kepedihan yang dialaminya. Tiga anak, buah hati yang selama ini menghidupi semangatnya dari hari ke hari, punah dalam waktu bersamaan. Yang lebih menggiriskan, semua itu kemungkinan besar dilakukan belahan jiwanya yang lain, sang istri, Anik Koriah.
''Saya baru selesai menangis Senin malam (12/6),'' kata Iman, ketika ditemui di rumah kerabat jauhnya di Margahayu, Bandung. ''Itu pun karena mata saya tak lagi mengalirkan air.'' Iman, rasanya tidak tengah melebih-lebihkan. Kelopak matanya menonjol sembab, membuat matanya seolah hanya merupakan garis tipis. Dari garis itu, tak terlihat sinar apa pun mengintip. Tatapannya saat berbicara pun sering kali membentur dinding kosong.
Tetapi, Iman sama sekali bukan lelaki berjiwa ringkih. Suami, bapak, mana yang akan sanggup menghadapi semua itu dengan keteguhan sebagaimana diperlihatkannya selama ini? Jumat (9/6) lalu, kepulangannya ke rumah seolah hanya untuk menemui tiga jasad terkasih itu terbujur kaku tanpa nyawa. Anak-anak yang tengah lucu-lucunya: Abdullah Faras Elmaki (6 tahun) Nazhif Aulia Rahmatullah (3), dan Muhammad Umar, yang baru berusia tujuh bulan. Direktur Lembaga Wakaf Zakat (LWZ), Masjid Salman- Institut Teknologi Bandung (ITB), itu bahkan masih tegar untuk memimpin warga melakukan shalat jenazah untuk ketiga putranya itu di Masjid RS Al-Islam, Bandung.
Sebelumnya, kepulangan Iman ke rumah setelah sejak Rabu (7/6) tidur berbekal kesibukan di kantornya itu, masih sempat melarikan ketiga anaknya ke RS Al-Islam. Tetapi, memang tak ada lagi yang bisa dilakukan. Ketiga anak mungil itu telah meninggal dunia, bahkan sebelum dibawa ke RS. Tim medis RS Al-Islam juga tidak bisa mengetahui apa yang menjadi sebab meninggalnya ketiga anak itu. Pasalnya, baik Iman maupun istrinya, saat itu meminta pihak RS tidak melakukan otopsi.
Tetapi, saat itu pun polisi sudah menaruh curiga. Karena itu, polisi sempat mengamankan beberapa barang di rumah pasangan Iman dan Anik, seperti botol susu, obat-obatan, serta penggorengan yang digunakan. Semula polisi menduga, ketiga anak itu tidak lebih dari korban keracunan. Soalnya, saat anak-anak itu dibawa ke rumah sakit, bibir ketiganya terlihat membiru.
Tetapi, untuk mengaitkan sangkaan itu kepada Anik, sang ibu, tak terpikirkan seorang pun. ''Sebagai tetangganya, kami hanya berpikir keracunan. Apalagi sekaligus tiga orang anak,'' kata Asep, salah seorang tetangga keluarga Iman di Margahayu.
Memang, sukar untuk mempercayai betapa Anik tega melakukan semua itu. Ibu muda itu jauh dari kesan seorang ibu yang akan tega menyakiti darah dagingnya sendiri. Dilahirkan 31 tahun lalu, sebagaimana Iman sendiri, Anik Koriah adalah lulusan cemerlang ITB. Anik berkuliah di Jurusan Arsitektur ITB, sebelum kemudian pindah jurusan ke Planologi. Di jurusan baru itulah prestasinya tercatat cemerlang, hingga lulus dengan indeks prestasi di atas 3.
Tidak sekadar cerdas, Anik juga tergolong aktivis. ''Sejak semester-semester awal, dia sudah aktif di Masjid Salman,'' kata seorang rekannya. Wajar, bila semua fakta itu, dibenturkan dengan kenyataan Anik yang saat ini menjadi satu-satunya tersangka, membuat banyak kalangan terperangah.
Lalu, apa yang membuat Anik bisa jatuh kepada kekhilafan setragis itu? Hingga saat ini banyak versi beredar. Yang paling banyak disebut adalah soal 'jatuhnya' kondisi sosial ekonomi Anik pascapernikahannya dengan Iman. Sebelum menikah, Anik, putri seorang dokter terkemuka di Boyolali, tergolong mahasiswa berkecukupan. Kabarnya, setelah menikah, justru ia baru merasakan pahitnya kesulitan ekonomi.
Tetapi, sangkaan bahwa soal ekonomilah yang menjadi penyebab semuia itu, langsung dibantah Iman. ''Gaji saya di Salman tergolong paling tinggi,'' kata Iman, tanpa menyebutkan nominal. Ia juga mengaku mendapatkan mobil dinas, yang kadang digunakan juga untuk urusan keluarganya. Namun, Iman sendiri hingga kini masih belum mengetahui pasti penyebabnya.
Yang agak jelas, semua itu tampaknya berhubungan dengan kondisi kejiwaan Anik. Paling tidak, itulah versi polisi saat ini, sebagaimana diungkapkan Kapolresta Bandung Timur, AKBP Edison Sitorus, Selasa (13/6) lalu.
Selain itu, Adardam Achyar, penasihat hukum yang kini menangani Anik, juga menguatkan hal tersebut. Menurut Adardam, indikasi adanya gangguan kejiwaan dalam kasus ini begitu kuat. ''Saat ngobrol, ekspresi Anik selalu berubah-ubah,'' kata Adardam, tentang kliennya itu. Ia juga mengakui, sering kali pembicaraan Anik juga tidak terfokus.
Adardam bahkan bercerita, Anik sempat mengakui sendiri pembunuhan itu. Kepada Adardam ia mengaku, pembunuhan yang dilakukannya itu semata karena kasih sayangnya terhadap ketiga anaknya itu. ''Ia sangat senang bercerita tentang anak-anaknya. Bahkan, katanya, dia melakukan hal itu juga karena sayang,'' kata Adardam.
Pernyataan Adardam itu dikuatkan Iman. ''Istri saya memang mengatakan seperti itu. Tetapi, saya sendiri tak habis mengerti dengan apa yang dilakukannya,'' kata Iman. Akankah Iman memaafkan sang istri? Ia mengaku, meski tidak akan pernah memahami penyebabnya, rasa sayang akan istrinya kini justru bertambah. Bagaimanapun, kata Iman, istrinya itu merupakan ladang amal dan amanah yang harus dijaga selama hidup. Iman sendiri memandang kejadian yang menimpanya sebagai ujian dari Tuhan. ''Meski saya akui, ini ujian terberat yang pernah saya terima,'' kata dia. ( dsy/rfa )
Saya (dan banyak rekan lainnya) yang tidak mengalami sendiri tak bisa menahan rasa haru dan tangis mendengar kisah sedih ini. Anaknya yang tertua, Faras, baru berusia 5 tahun 10 bulan, hampir seusia Reyhan, dan bersekolah di TK, sama seperti Reyhan. Tak berbayangkan rasanya jika kejadian seperti ini menimpa anak-anak saya, atau bahkan salah satu anak saja, apakah saya masih bisa berfikiran positif dan setabah Iman. Yang jelas, setiap kali saya memeluk atau mencium anak-anak, yang terbayang adalah ketiga anak tak berdosa itu, dan saya mengucap syukur sedalam-dalamnya bahwa saya masih bisa memiliki mereka, buah hati saya.
Mungkin saya an teman-teman tidak akan pernah tahu apa yang menjadi penyebab sebenarnya dari tragedi ini. Yang pasti kami semua turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah tersebut. Semoga Iman dan keluarga diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapinya dan ketiga malaikat kecil itu akan menjadi penjemput dan pendampingnya diakhirat nanti. Amiiinnn
Note: buat yang ingin lihat berita lengkapnya, silahkan klik link2 ini:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/10/0104.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/16/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/14/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/13/0201.htm
Karena itu, betapa terkejutnya saya ketika membaca berita itu. Tak terbayang rasanya, jangankan kehilangan 3 anak sekaligus, 1 anak saja pasti sudah dalam sekali kedukaan yang dirasakan. Yang lebih mencengangkan, belakangan ada berita yang mengindikasikan bahwa ketiga anak yang sedang lucu-lucunya itu bukan meninggal karena sakit atau kecelakaan, melainkan karena dibunuh oleh ibunda mereka sendiri, orang yang merasakan beratnya mengandung dan sakitnya melahirkan ketiga anak tersebut! Ini berita yang saya cuplik dari republika online:
Kasih Ibu Berujung Petaka
Air mata, tampaknya tak lagi dimiliki Iman Abdullah setelah peristiwa itu. Habis terkuras kepedihan yang dialaminya. Tiga anak, buah hati yang selama ini menghidupi semangatnya dari hari ke hari, punah dalam waktu bersamaan. Yang lebih menggiriskan, semua itu kemungkinan besar dilakukan belahan jiwanya yang lain, sang istri, Anik Koriah.
''Saya baru selesai menangis Senin malam (12/6),'' kata Iman, ketika ditemui di rumah kerabat jauhnya di Margahayu, Bandung. ''Itu pun karena mata saya tak lagi mengalirkan air.'' Iman, rasanya tidak tengah melebih-lebihkan. Kelopak matanya menonjol sembab, membuat matanya seolah hanya merupakan garis tipis. Dari garis itu, tak terlihat sinar apa pun mengintip. Tatapannya saat berbicara pun sering kali membentur dinding kosong.
Tetapi, Iman sama sekali bukan lelaki berjiwa ringkih. Suami, bapak, mana yang akan sanggup menghadapi semua itu dengan keteguhan sebagaimana diperlihatkannya selama ini? Jumat (9/6) lalu, kepulangannya ke rumah seolah hanya untuk menemui tiga jasad terkasih itu terbujur kaku tanpa nyawa. Anak-anak yang tengah lucu-lucunya: Abdullah Faras Elmaki (6 tahun) Nazhif Aulia Rahmatullah (3), dan Muhammad Umar, yang baru berusia tujuh bulan. Direktur Lembaga Wakaf Zakat (LWZ), Masjid Salman- Institut Teknologi Bandung (ITB), itu bahkan masih tegar untuk memimpin warga melakukan shalat jenazah untuk ketiga putranya itu di Masjid RS Al-Islam, Bandung.
Sebelumnya, kepulangan Iman ke rumah setelah sejak Rabu (7/6) tidur berbekal kesibukan di kantornya itu, masih sempat melarikan ketiga anaknya ke RS Al-Islam. Tetapi, memang tak ada lagi yang bisa dilakukan. Ketiga anak mungil itu telah meninggal dunia, bahkan sebelum dibawa ke RS. Tim medis RS Al-Islam juga tidak bisa mengetahui apa yang menjadi sebab meninggalnya ketiga anak itu. Pasalnya, baik Iman maupun istrinya, saat itu meminta pihak RS tidak melakukan otopsi.
Tetapi, saat itu pun polisi sudah menaruh curiga. Karena itu, polisi sempat mengamankan beberapa barang di rumah pasangan Iman dan Anik, seperti botol susu, obat-obatan, serta penggorengan yang digunakan. Semula polisi menduga, ketiga anak itu tidak lebih dari korban keracunan. Soalnya, saat anak-anak itu dibawa ke rumah sakit, bibir ketiganya terlihat membiru.
Tetapi, untuk mengaitkan sangkaan itu kepada Anik, sang ibu, tak terpikirkan seorang pun. ''Sebagai tetangganya, kami hanya berpikir keracunan. Apalagi sekaligus tiga orang anak,'' kata Asep, salah seorang tetangga keluarga Iman di Margahayu.
Memang, sukar untuk mempercayai betapa Anik tega melakukan semua itu. Ibu muda itu jauh dari kesan seorang ibu yang akan tega menyakiti darah dagingnya sendiri. Dilahirkan 31 tahun lalu, sebagaimana Iman sendiri, Anik Koriah adalah lulusan cemerlang ITB. Anik berkuliah di Jurusan Arsitektur ITB, sebelum kemudian pindah jurusan ke Planologi. Di jurusan baru itulah prestasinya tercatat cemerlang, hingga lulus dengan indeks prestasi di atas 3.
Tidak sekadar cerdas, Anik juga tergolong aktivis. ''Sejak semester-semester awal, dia sudah aktif di Masjid Salman,'' kata seorang rekannya. Wajar, bila semua fakta itu, dibenturkan dengan kenyataan Anik yang saat ini menjadi satu-satunya tersangka, membuat banyak kalangan terperangah.
Lalu, apa yang membuat Anik bisa jatuh kepada kekhilafan setragis itu? Hingga saat ini banyak versi beredar. Yang paling banyak disebut adalah soal 'jatuhnya' kondisi sosial ekonomi Anik pascapernikahannya dengan Iman. Sebelum menikah, Anik, putri seorang dokter terkemuka di Boyolali, tergolong mahasiswa berkecukupan. Kabarnya, setelah menikah, justru ia baru merasakan pahitnya kesulitan ekonomi.
Tetapi, sangkaan bahwa soal ekonomilah yang menjadi penyebab semuia itu, langsung dibantah Iman. ''Gaji saya di Salman tergolong paling tinggi,'' kata Iman, tanpa menyebutkan nominal. Ia juga mengaku mendapatkan mobil dinas, yang kadang digunakan juga untuk urusan keluarganya. Namun, Iman sendiri hingga kini masih belum mengetahui pasti penyebabnya.
Yang agak jelas, semua itu tampaknya berhubungan dengan kondisi kejiwaan Anik. Paling tidak, itulah versi polisi saat ini, sebagaimana diungkapkan Kapolresta Bandung Timur, AKBP Edison Sitorus, Selasa (13/6) lalu.
Selain itu, Adardam Achyar, penasihat hukum yang kini menangani Anik, juga menguatkan hal tersebut. Menurut Adardam, indikasi adanya gangguan kejiwaan dalam kasus ini begitu kuat. ''Saat ngobrol, ekspresi Anik selalu berubah-ubah,'' kata Adardam, tentang kliennya itu. Ia juga mengakui, sering kali pembicaraan Anik juga tidak terfokus.
Adardam bahkan bercerita, Anik sempat mengakui sendiri pembunuhan itu. Kepada Adardam ia mengaku, pembunuhan yang dilakukannya itu semata karena kasih sayangnya terhadap ketiga anaknya itu. ''Ia sangat senang bercerita tentang anak-anaknya. Bahkan, katanya, dia melakukan hal itu juga karena sayang,'' kata Adardam.
Pernyataan Adardam itu dikuatkan Iman. ''Istri saya memang mengatakan seperti itu. Tetapi, saya sendiri tak habis mengerti dengan apa yang dilakukannya,'' kata Iman. Akankah Iman memaafkan sang istri? Ia mengaku, meski tidak akan pernah memahami penyebabnya, rasa sayang akan istrinya kini justru bertambah. Bagaimanapun, kata Iman, istrinya itu merupakan ladang amal dan amanah yang harus dijaga selama hidup. Iman sendiri memandang kejadian yang menimpanya sebagai ujian dari Tuhan. ''Meski saya akui, ini ujian terberat yang pernah saya terima,'' kata dia. ( dsy/rfa )
Saya (dan banyak rekan lainnya) yang tidak mengalami sendiri tak bisa menahan rasa haru dan tangis mendengar kisah sedih ini. Anaknya yang tertua, Faras, baru berusia 5 tahun 10 bulan, hampir seusia Reyhan, dan bersekolah di TK, sama seperti Reyhan. Tak berbayangkan rasanya jika kejadian seperti ini menimpa anak-anak saya, atau bahkan salah satu anak saja, apakah saya masih bisa berfikiran positif dan setabah Iman. Yang jelas, setiap kali saya memeluk atau mencium anak-anak, yang terbayang adalah ketiga anak tak berdosa itu, dan saya mengucap syukur sedalam-dalamnya bahwa saya masih bisa memiliki mereka, buah hati saya.
Mungkin saya an teman-teman tidak akan pernah tahu apa yang menjadi penyebab sebenarnya dari tragedi ini. Yang pasti kami semua turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah tersebut. Semoga Iman dan keluarga diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapinya dan ketiga malaikat kecil itu akan menjadi penjemput dan pendampingnya diakhirat nanti. Amiiinnn
Note: buat yang ingin lihat berita lengkapnya, silahkan klik link2 ini:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/10/0104.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/16/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/14/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/13/0201.htm
Tuesday, June 06, 2006
Siapa saya?
Beberapa temen seangkatan di milis alumni fisika ngajuin pernyataan yang menggelitik: kalo bisa diulang dan milih, apa pilihan jurusan yang diambil di umptn? Tentu asumsinya apapun pilihan yang dipilih, kita bakal diterima dan berkuliah disitu. Yang menarik, ternyata banyak juga temen yang memilih jurusan yang lain selain fisika itb, walaupun banyak juga yang mengaku fisika itb adalah pilihan pertama dan tetap akan dipilih walaupun dapet kesempatan kedua (sekali fisika, tetap fisika! Hebat euy!).
Ada yang kepingin masuk Tehnik Lingkungan, karena katanya ‘pemandangan’nya lebih indah dan banyak (dasar emang leboy kowe, Pras!). Ada yang mau masuk IKIP (eh, iya gak sih? Yang bersangkutan sih nggak mengiyakan, itu cuma prediksi teman yang lain berdasarkan fakta jurusan nyonya-nya). Dan macam2 lagi.
Bagaimana dengan gue? Terus terang, fisika itb itu adalah pilihan kedua. Pilihan pertama adalah jurusan arsitektur itb, karena kayaknya kok keren ya kalo jadi arsitek. Alhamdulillah gak keterima. Iyalah, gimana juga mo ngerancang bangunan, bikin gedung kecil pake lego aja gak bisa, bisanya cuma bikin kotak segiempat aja (herannya, si Reyhan gak nurunin ketidak-bisaan main lego ini. Dia paling jago kalo bikin bentuk macem2 pake blocks dan lego itu. Temennya aja sampe minta dibikinin sama dia. Entah belajar dari siapa, yang pasti bukan dari mak-nya).
Alasan pilih fisika? Lebih konyol lagi, buat ngebuktiin sama guru fisika di SMA yang kayaknya kok ngeremehin gue banget bahwa gue bisa lolos UMPTN dan di jurusan fisika itb pulak (karena konon beliyaw gak keterima disitu trus ambil fisikanya di universitas lain). Ealaaaahhh… ternyata dapet (si bapak sempet juga sih mencetuskan keheranannya atas nasib baik gw ntu). Ya udah, berangkatlah gw ke bandung, cari tempat kost, n hidup terpisah dari ortu for the first time in my life.
Kalo sekarang gw ditanya, kira2 dulu itu salah pilih apa gak, dengan mantap gw akan bilang YA! Saya memang sudah salah pilih jurusan. Setelah terseok-seok menyelesaikan kuliah (tapi TA selesai dalam sebulan n dapet A, lhooo…. Make no mistake!) dan terjun bebas kedunia kerja, baru berasa deh, kayaknya bakat gw memang bukan di fisika tuh. Ternyata, gw lebih menikmati menulis dan kerja didunia jurnalistik. Dan kalo ditelusuri lagi (baru kira2 sebulan yang lalu nih, ngomongin ini ke suami. Beneran deh, sumpah!), baru inget kalo dari kecil dulu hobi gw itu memang nulis puisi (puisi pertama ditulis waktu kelas 3 SD), sampe punya buku yang isinya puisi-puisi karangan gw (ngomong2 kemana ya itu buku) dan pernah juga dimuat dimajalah BOBO. Terus, waktu kelas 5 SD, gw nulis naskah sandiwara buat dipentasin di sekolah. SKENARIO bo’! Walaupun alur ceritanya gak karuan (ya maklum lah, anak kelas 5, baru pertama kali nulis trus langsung bikin skenario. Yang heran sih temen2 gw, kok pada mau aja diarahin sama penulis merangkap sutradara dadakan kyk gue gini). Tapi seinget gue, itu sandiwara lumayan sukses juga sih kalo dinilai dari antusiasme penonton (kalo diingat-ingat, kayaknya seumur2 sekolah disitu emang kali itu aja sih ada sandiwara sekolah yang dibuat, disutradai dan diproduksi oleh murni murid2 tanpa ada campur tangan guru sama sekali. Mungkin itu juga alasannya kenapa semua jadi pingin nonton). Terus, waktu Ebtanas SD, gak dinyana, nilai bahasa Indonesia gw melonjak tinggi sampe akhirnya NEM gw jadi yang terbaik di daerah Pasar Minggu. Nah!
Sayangnya, semua bukti2 itu terlupakan waktu gue harus memilih jurusan di SMA dan Universitas. Waktu itu yang terpikir adalah jurusan/universitas mana yang beken dan keren, yang bisa mendongkrak gengsi dan melancarkan jalan mencari pekerjaan nantinya. Jadilah akhirnya gw masuk IPA dan terdampar di Fisika, ITB.
Sebenernya sih gue gak nyesel juga kuliah di sana (di ITB-nya, maksudnya). Karena banyak juga yg gw dapet diluar kuliah (klise banget ya, belajar gak hanya diruang kelas). Yang pasti, gw jadi jauh lebih mandiri setelah pisah sama ortu. Trus, nambah banyak wawasan la yaw. Sempet jg ngerasain jadi primadona kelas dan himpunan (iyalah, dari 60 org seangkatan gw, ceweknya Cuma 4, bo’! Gimana gak tinggal tunjuk, tuh?)Daaannnnn…. Ini yang paling seru, bisa puas nikmatin kebebasan tanpa kekangan ortu. Bebas, tapi gak bablas, itu prinsip gw.
Yang sudah, ya sudahlah. Sekarang, yang penting, gw harus memastikan supaya hal ini gak terulang sama anak-anak gw. Gw and suami udah bertekad untuk mengarahkan anak-anak sesuai dengan bakat dan minat mereka. Kalo diliat-liat, tipe anak2 gw kan beda nih. Kalo diliat-liat, tipe anak2 gw kan beda nih. Yang kakak gak bisa diem, tapi cepet banget nangkep kalo diajarin n jago nyusun balok. Yang adek lebih anteng n demennya ngulik2 barang baru atau sesuatu yg bikin dia pingin tau. Kira2 cocok jadi apa ya mereka??? Kayaknya sekarang harus udah mulai ngamatin n mencatat apa-apa aja yg mereka suka dan minatin nih, trus buat ngingetin mereka kalo udah waktunya milih jurusan/pekerjaan nanti.
Kalo sobat2 gw gimana ya, Devina, Mia, Dewi n Diah? Kl kalian dapet second chance buat milih jurusan, apa yg bakal dipilih? Pengen denger dong ceritanyaaa….
Ada yang kepingin masuk Tehnik Lingkungan, karena katanya ‘pemandangan’nya lebih indah dan banyak (dasar emang leboy kowe, Pras!). Ada yang mau masuk IKIP (eh, iya gak sih? Yang bersangkutan sih nggak mengiyakan, itu cuma prediksi teman yang lain berdasarkan fakta jurusan nyonya-nya). Dan macam2 lagi.
Bagaimana dengan gue? Terus terang, fisika itb itu adalah pilihan kedua. Pilihan pertama adalah jurusan arsitektur itb, karena kayaknya kok keren ya kalo jadi arsitek. Alhamdulillah gak keterima. Iyalah, gimana juga mo ngerancang bangunan, bikin gedung kecil pake lego aja gak bisa, bisanya cuma bikin kotak segiempat aja (herannya, si Reyhan gak nurunin ketidak-bisaan main lego ini. Dia paling jago kalo bikin bentuk macem2 pake blocks dan lego itu. Temennya aja sampe minta dibikinin sama dia. Entah belajar dari siapa, yang pasti bukan dari mak-nya).
Alasan pilih fisika? Lebih konyol lagi, buat ngebuktiin sama guru fisika di SMA yang kayaknya kok ngeremehin gue banget bahwa gue bisa lolos UMPTN dan di jurusan fisika itb pulak (karena konon beliyaw gak keterima disitu trus ambil fisikanya di universitas lain). Ealaaaahhh… ternyata dapet (si bapak sempet juga sih mencetuskan keheranannya atas nasib baik gw ntu). Ya udah, berangkatlah gw ke bandung, cari tempat kost, n hidup terpisah dari ortu for the first time in my life.
Kalo sekarang gw ditanya, kira2 dulu itu salah pilih apa gak, dengan mantap gw akan bilang YA! Saya memang sudah salah pilih jurusan. Setelah terseok-seok menyelesaikan kuliah (tapi TA selesai dalam sebulan n dapet A, lhooo…. Make no mistake!) dan terjun bebas kedunia kerja, baru berasa deh, kayaknya bakat gw memang bukan di fisika tuh. Ternyata, gw lebih menikmati menulis dan kerja didunia jurnalistik. Dan kalo ditelusuri lagi (baru kira2 sebulan yang lalu nih, ngomongin ini ke suami. Beneran deh, sumpah!), baru inget kalo dari kecil dulu hobi gw itu memang nulis puisi (puisi pertama ditulis waktu kelas 3 SD), sampe punya buku yang isinya puisi-puisi karangan gw (ngomong2 kemana ya itu buku) dan pernah juga dimuat dimajalah BOBO. Terus, waktu kelas 5 SD, gw nulis naskah sandiwara buat dipentasin di sekolah. SKENARIO bo’! Walaupun alur ceritanya gak karuan (ya maklum lah, anak kelas 5, baru pertama kali nulis trus langsung bikin skenario. Yang heran sih temen2 gw, kok pada mau aja diarahin sama penulis merangkap sutradara dadakan kyk gue gini). Tapi seinget gue, itu sandiwara lumayan sukses juga sih kalo dinilai dari antusiasme penonton (kalo diingat-ingat, kayaknya seumur2 sekolah disitu emang kali itu aja sih ada sandiwara sekolah yang dibuat, disutradai dan diproduksi oleh murni murid2 tanpa ada campur tangan guru sama sekali. Mungkin itu juga alasannya kenapa semua jadi pingin nonton). Terus, waktu Ebtanas SD, gak dinyana, nilai bahasa Indonesia gw melonjak tinggi sampe akhirnya NEM gw jadi yang terbaik di daerah Pasar Minggu. Nah!
Sayangnya, semua bukti2 itu terlupakan waktu gue harus memilih jurusan di SMA dan Universitas. Waktu itu yang terpikir adalah jurusan/universitas mana yang beken dan keren, yang bisa mendongkrak gengsi dan melancarkan jalan mencari pekerjaan nantinya. Jadilah akhirnya gw masuk IPA dan terdampar di Fisika, ITB.
Sebenernya sih gue gak nyesel juga kuliah di sana (di ITB-nya, maksudnya). Karena banyak juga yg gw dapet diluar kuliah (klise banget ya, belajar gak hanya diruang kelas). Yang pasti, gw jadi jauh lebih mandiri setelah pisah sama ortu. Trus, nambah banyak wawasan la yaw. Sempet jg ngerasain jadi primadona kelas dan himpunan (iyalah, dari 60 org seangkatan gw, ceweknya Cuma 4, bo’! Gimana gak tinggal tunjuk, tuh?)Daaannnnn…. Ini yang paling seru, bisa puas nikmatin kebebasan tanpa kekangan ortu. Bebas, tapi gak bablas, itu prinsip gw.
Yang sudah, ya sudahlah. Sekarang, yang penting, gw harus memastikan supaya hal ini gak terulang sama anak-anak gw. Gw and suami udah bertekad untuk mengarahkan anak-anak sesuai dengan bakat dan minat mereka. Kalo diliat-liat, tipe anak2 gw kan beda nih. Kalo diliat-liat, tipe anak2 gw kan beda nih. Yang kakak gak bisa diem, tapi cepet banget nangkep kalo diajarin n jago nyusun balok. Yang adek lebih anteng n demennya ngulik2 barang baru atau sesuatu yg bikin dia pingin tau. Kira2 cocok jadi apa ya mereka??? Kayaknya sekarang harus udah mulai ngamatin n mencatat apa-apa aja yg mereka suka dan minatin nih, trus buat ngingetin mereka kalo udah waktunya milih jurusan/pekerjaan nanti.
Kalo sobat2 gw gimana ya, Devina, Mia, Dewi n Diah? Kl kalian dapet second chance buat milih jurusan, apa yg bakal dipilih? Pengen denger dong ceritanyaaa….
Wednesday, May 17, 2006
Uplifting Housewife
A friend of mine, who read my blog for the first time a few days ago, made a comment about it. She was surprised at the number and length of the entries. She said that no wonder I could manage to write that much, considering the fact that I don’t have anything to do alias PENGANGGURAN.
My first reaction was annoyance. How could she say that? Had she ever tried to manage house with one toddler and one boisterous 5-year-old without any help from maid or nanny? Had she ever tried to cook, clean the house, clean the kids, feed the kids and play with them while still manage to find time for herself? I don’t think so.
I remember another friend’s experience during her 3-month maternity leave. After an exhausting day with her first son (who were 2 years old) and the newborn baby, she said that she preferred working non-stop for 2 days at the office anytime than another day like that. At that time, she had a nanny and a maid helping her to cope with the housework. A nice comparison, huh?
Staying in Japan for 1,5 years had taught me a lot. For one, the experience taught me about the value of time spent with my kids. It made me realized how good it felt to be able to play in the park while enjoying the sun and the laughter of my kids. It taught me to be independent, to do as much as I could without any help from other people (well, other than my dear hubby, I mean. After all, it’s OUR family, isn’t it?). The experience also made me realize that I could do almost anything if I set my heart into it. For example, I would never know that I could cook many kinds of food if I didn’t have to stay in a country where halal foods were scarce. I’d never know that I could take care of my family by myself, and I’d never learn how to manage the family income to meet the end while still sparing some money for our hobby: traveling. I also found out that I could cut hair with a quite nice result (my family and our friend Fitri are those who had experienced my new-founded skill). I could create a beautiful and delicious cake, and so on, and so on.
In Japan, I also learn from my friends, Japanese people. Mayumi, for example, was my role model. She was a mother of three active children; her first son was 6, second son was 4 and the third one, a girl, was 2. Her husband was an engineer who leaves the house at 6 o’clock in the morning and return at 11 at night. She said that their income was not a lot, and she had to manage it so that she could fulfill all their needs and save some money for education. That’s why most of their apparels were hand-me-down from neighbors and friends. She was also very small, even for Japanese, but that didn’t stop her to go shopping on her old bike with her daughter sitting in front and her son at the back of the bike. All in all, she did almost everything by herself (as only rich people could afford to have maids in Japan).
So, every time I got frustrated and tired of the housework, I think of her. Then I thank God for everything I had, for I felt that my life was a lot easier than Mayumi’s.
There are so many housewives like Mayumi in Japan. In fact, it is common for a Japanese housewife to stay at home until their kids start school, and then they work PART TIME to help raising the family income (so that by the time their kids get home from school, they also have finished with their work). Mayumi also said to me once that the only time when she had her kids for herself was the time until they were ready for school, so she enjoyed that time very much.
Japanese people never consider the un-working mothers as unproductive. They accommodate them, by providing parks and play-houses for mothers and kids who want to spend their time playing and studying come and do anything they want, like playing, reading, painting, and organize events like taichi, singing (a play-house is a place provided by the government where anyone can and dancing. There are many things in the play-house: toys, books, paints, dolls, blocks, bikes, etc. and it’s FREE! The only regulation is that you keep them clean, play nicely and put them back after you are finish with them).
It’s a pity that we Indonesians don’t share the same way of thinking. It’s true that some women must work at the office although they hate the workload just because they had to. In a way, they contribute to increase the family income. But that doesn’t make being a career woman better than a fulltime housewife, or a fulltime housewife is less important than a career woman. I just hope that we could respect each other regardless of our occupation. Not that I’m ungrateful, though. I am thankful that my husband can make enough money for all of us without me having to leave the house to work. I am grateful that we can have decent meal and clothes everyday, with a place to call a house and a car to take us wherever we want to go.
My dear friend Diah always said that life is about making choices and living with the consequences. I can gladly say that at this moment, I choose to stay at home to raise my kids. As for the consequences, I hardly feel any except for the tight money policy :).
Back to my friends who make the first comment, I feel sorry for her. She doesn’t know how it feels to watch your kids make their first wobbly step or say their first word, or to be able to kiss and hug them anything you want, to play, sing, and dance with them. Because to me, those moments are precious. They couldn’t be replaced with anything in the world, no matter how much money you make. And when my babies place their plump little arms around me and plant their wet kisses on my cheek, I feel like the richest woman in the world.
NOTE: I’m not against career women (career woman is different from working woman. In fact, although I stay at home, I’m a working woman too who make some money doing things that I enjoy, like writing, etc.). After all, I was a career woman myself for about 5 years. But after experiencing a life as a career woman who worked at the office from 8 to 5, I must say that being a fulltime housewife is much more stressful than becoming a supervisor of some employees. And I do plan to work outside the house again sometime, but not before all my kids go to school and it would only be part-time jobs.
My first reaction was annoyance. How could she say that? Had she ever tried to manage house with one toddler and one boisterous 5-year-old without any help from maid or nanny? Had she ever tried to cook, clean the house, clean the kids, feed the kids and play with them while still manage to find time for herself? I don’t think so.
I remember another friend’s experience during her 3-month maternity leave. After an exhausting day with her first son (who were 2 years old) and the newborn baby, she said that she preferred working non-stop for 2 days at the office anytime than another day like that. At that time, she had a nanny and a maid helping her to cope with the housework. A nice comparison, huh?
Staying in Japan for 1,5 years had taught me a lot. For one, the experience taught me about the value of time spent with my kids. It made me realized how good it felt to be able to play in the park while enjoying the sun and the laughter of my kids. It taught me to be independent, to do as much as I could without any help from other people (well, other than my dear hubby, I mean. After all, it’s OUR family, isn’t it?). The experience also made me realize that I could do almost anything if I set my heart into it. For example, I would never know that I could cook many kinds of food if I didn’t have to stay in a country where halal foods were scarce. I’d never know that I could take care of my family by myself, and I’d never learn how to manage the family income to meet the end while still sparing some money for our hobby: traveling. I also found out that I could cut hair with a quite nice result (my family and our friend Fitri are those who had experienced my new-founded skill). I could create a beautiful and delicious cake, and so on, and so on.
In Japan, I also learn from my friends, Japanese people. Mayumi, for example, was my role model. She was a mother of three active children; her first son was 6, second son was 4 and the third one, a girl, was 2. Her husband was an engineer who leaves the house at 6 o’clock in the morning and return at 11 at night. She said that their income was not a lot, and she had to manage it so that she could fulfill all their needs and save some money for education. That’s why most of their apparels were hand-me-down from neighbors and friends. She was also very small, even for Japanese, but that didn’t stop her to go shopping on her old bike with her daughter sitting in front and her son at the back of the bike. All in all, she did almost everything by herself (as only rich people could afford to have maids in Japan).
So, every time I got frustrated and tired of the housework, I think of her. Then I thank God for everything I had, for I felt that my life was a lot easier than Mayumi’s.
There are so many housewives like Mayumi in Japan. In fact, it is common for a Japanese housewife to stay at home until their kids start school, and then they work PART TIME to help raising the family income (so that by the time their kids get home from school, they also have finished with their work). Mayumi also said to me once that the only time when she had her kids for herself was the time until they were ready for school, so she enjoyed that time very much.
Japanese people never consider the un-working mothers as unproductive. They accommodate them, by providing parks and play-houses for mothers and kids who want to spend their time playing and studying come and do anything they want, like playing, reading, painting, and organize events like taichi, singing (a play-house is a place provided by the government where anyone can and dancing. There are many things in the play-house: toys, books, paints, dolls, blocks, bikes, etc. and it’s FREE! The only regulation is that you keep them clean, play nicely and put them back after you are finish with them).
It’s a pity that we Indonesians don’t share the same way of thinking. It’s true that some women must work at the office although they hate the workload just because they had to. In a way, they contribute to increase the family income. But that doesn’t make being a career woman better than a fulltime housewife, or a fulltime housewife is less important than a career woman. I just hope that we could respect each other regardless of our occupation. Not that I’m ungrateful, though. I am thankful that my husband can make enough money for all of us without me having to leave the house to work. I am grateful that we can have decent meal and clothes everyday, with a place to call a house and a car to take us wherever we want to go.
My dear friend Diah always said that life is about making choices and living with the consequences. I can gladly say that at this moment, I choose to stay at home to raise my kids. As for the consequences, I hardly feel any except for the tight money policy :).
Back to my friends who make the first comment, I feel sorry for her. She doesn’t know how it feels to watch your kids make their first wobbly step or say their first word, or to be able to kiss and hug them anything you want, to play, sing, and dance with them. Because to me, those moments are precious. They couldn’t be replaced with anything in the world, no matter how much money you make. And when my babies place their plump little arms around me and plant their wet kisses on my cheek, I feel like the richest woman in the world.
NOTE: I’m not against career women (career woman is different from working woman. In fact, although I stay at home, I’m a working woman too who make some money doing things that I enjoy, like writing, etc.). After all, I was a career woman myself for about 5 years. But after experiencing a life as a career woman who worked at the office from 8 to 5, I must say that being a fulltime housewife is much more stressful than becoming a supervisor of some employees. And I do plan to work outside the house again sometime, but not before all my kids go to school and it would only be part-time jobs.
Monday, May 01, 2006
Pengen nulis
Udah lama juga nih, gak ngisi blog. Ngeliat blog orang2 yang selalu dinamis and banyak tulisannya, jadi gatel juga pengen nulis. Tp mana sempaaaat??? *hehhh*
Eniwe, gw punya hobi baru sekarang, baca koran (it doesn't mean that kemaren2 gw gak baca koran, lhooo.... Tp belakangan ini, bacanya lebih intens dibanding kemaren2). Alesannya, pertama, karena gw makin bete kalo liat berita kriminal or negatif di tv. And mind you, segala macem stasiun tv itu isinya yg nyeremin begituuuuu melulu.
Naaa.... sementara di kompas belakangan ini nih, ada kolom yang isinya ttg kegiatan positif siswa2 SMA and org2 yg berprestasi/berjasa untuk kepentingan umum. Ngebaca artikel kyk gitu, rasanya kayak setetes air ditengah padang pasir deh. Ternyata, masih ada juga berlian yang terselip disela-sela tumpukan sampah yang bertebaran ini. Masih ada jg segelintir orang yang peduli dgn nasib orang lain.
Terus, muncul pertanyaan di batin gw, apa yang bisa gw kerjain buat orang lain ya? Sebenernya gw udah gatel juga sih, pengen do something worthwhile (bukan berarti ngurus rumah tangga n ngasuh anak2 itu gak worthwhile, lhooo.... ). Tp apa yaaa??? Ada ide? (sempet kepikiran pingin bergabung sama yayasan sosial, tapi adek gimana??? Ayo dong dek, cepet gede yaaa...
Eniwe, gw punya hobi baru sekarang, baca koran (it doesn't mean that kemaren2 gw gak baca koran, lhooo.... Tp belakangan ini, bacanya lebih intens dibanding kemaren2). Alesannya, pertama, karena gw makin bete kalo liat berita kriminal or negatif di tv. And mind you, segala macem stasiun tv itu isinya yg nyeremin begituuuuu melulu.
Naaa.... sementara di kompas belakangan ini nih, ada kolom yang isinya ttg kegiatan positif siswa2 SMA and org2 yg berprestasi/berjasa untuk kepentingan umum. Ngebaca artikel kyk gitu, rasanya kayak setetes air ditengah padang pasir deh. Ternyata, masih ada juga berlian yang terselip disela-sela tumpukan sampah yang bertebaran ini. Masih ada jg segelintir orang yang peduli dgn nasib orang lain.
Terus, muncul pertanyaan di batin gw, apa yang bisa gw kerjain buat orang lain ya? Sebenernya gw udah gatel juga sih, pengen do something worthwhile (bukan berarti ngurus rumah tangga n ngasuh anak2 itu gak worthwhile, lhooo.... ). Tp apa yaaa??? Ada ide? (sempet kepikiran pingin bergabung sama yayasan sosial, tapi adek gimana??? Ayo dong dek, cepet gede yaaa...
Sunday, April 02, 2006
Resah
Gak terasa, Udah 6 bulan lebih kita sekeluarga balik ke indonesia. So far, belon banyak perubahan, yg nambah cuma isi rumah. Gw jg udah mulai bisa berdamai ama kondisi yg ada, dalam artian, yah emang belon waktunya kaleee gw kerja lageee.... Mas jg tambah sibuk. Sebulan ini aja, 3 kali dia dinas keluar kota. Saking gw udah sering ke jogya, kl gak sih bisa ikutan jg. Tapi males ah, gak ada salju. hihihi....
Kondisi Indonesia.... kok makin ancur aja yak. Tiap hari baca koran bikin hati tambah trenyuh. Kisah orang susah ada disetiap halamannya. Nonton tv sama aja. Yang bapak bunuh anak bayinya (yg lagi digendong sama istrinya), yg ibu (kerjaannya jadi babby sitter) bunuh bayi luar nikah yang baru dia lahirin, yang anak nyewa pembunuh buat ngehabisin nyawa ibu kandungnya sendiri (karena katanya si ibu itu kurang perhatian sama dia), yang kakak beradik umur 9 sama 2 tahun hangus kebakar disiram minyak tanah sama ibu-bapaknya yang lagi bertengkar hebat. Gustiiii...... Mau jadi apa negeri ini?
Pernah ada tulisan pembaca di koran yg gw baca, isinya tentang kondisi negara republik tercinta ini. Dia bilang, semua persyaratan kehancuran negara udah ada disini. Yang kaya makin kaya karena korupsi, yang miskin tambah mbludak jumlahnya. Anggota DPR tunjangannya makin tinggi, rakyat jelata makan nasi kering karena udah gak mampu beli beras. Inflasi yg gila2an, kenaikan harga bbm yg drastis, bencana alam dimana2, demo disintegrasi yang menyebar kemana-mana, kemerosotan moralitas, dll, dsb. Jadi, tinggal tunggu waktu aja, detik2 terakhir kehancuran sebuah negara yg pernah jadi salah satu negara paling disegani di asia tenggara ini. Dia juga rada-rada heran, kok rakyat Indonesia masih bisa setia sama pemerintah yang udah bobrok begini. Honestly, gw setuju ama pikiran dia. Bener memang, tanda2nya udah mengarah ke kiamat semua. JAdi tinggal siap2 aja, gali bunker dipekarangan rumah, isi ama perbekalan buat hidup secukupnya, tunggu tanggal mainnya.....
Kondisi Indonesia.... kok makin ancur aja yak. Tiap hari baca koran bikin hati tambah trenyuh. Kisah orang susah ada disetiap halamannya. Nonton tv sama aja. Yang bapak bunuh anak bayinya (yg lagi digendong sama istrinya), yg ibu (kerjaannya jadi babby sitter) bunuh bayi luar nikah yang baru dia lahirin, yang anak nyewa pembunuh buat ngehabisin nyawa ibu kandungnya sendiri (karena katanya si ibu itu kurang perhatian sama dia), yang kakak beradik umur 9 sama 2 tahun hangus kebakar disiram minyak tanah sama ibu-bapaknya yang lagi bertengkar hebat. Gustiiii...... Mau jadi apa negeri ini?
Pernah ada tulisan pembaca di koran yg gw baca, isinya tentang kondisi negara republik tercinta ini. Dia bilang, semua persyaratan kehancuran negara udah ada disini. Yang kaya makin kaya karena korupsi, yang miskin tambah mbludak jumlahnya. Anggota DPR tunjangannya makin tinggi, rakyat jelata makan nasi kering karena udah gak mampu beli beras. Inflasi yg gila2an, kenaikan harga bbm yg drastis, bencana alam dimana2, demo disintegrasi yang menyebar kemana-mana, kemerosotan moralitas, dll, dsb. Jadi, tinggal tunggu waktu aja, detik2 terakhir kehancuran sebuah negara yg pernah jadi salah satu negara paling disegani di asia tenggara ini. Dia juga rada-rada heran, kok rakyat Indonesia masih bisa setia sama pemerintah yang udah bobrok begini. Honestly, gw setuju ama pikiran dia. Bener memang, tanda2nya udah mengarah ke kiamat semua. JAdi tinggal siap2 aja, gali bunker dipekarangan rumah, isi ama perbekalan buat hidup secukupnya, tunggu tanggal mainnya.....
Friday, February 10, 2006
The THINGS
The last time I made a posting, my phone bill skyrocketed. D'you know why? It's because I still use (well, mostly everyone in this pathetic country, I think) a dial up system, in this case, telkomnet. And do you know how long it takes to upload even one small picture? AGES! I've gone to the bathroom, taken some snacks, picked up a novel, gotten something to drink, come back and read several pages of the novel, and still my computer hasn't finished uploading the pictures. Kapok dah. No more postings (at least for a while).
But now, my dear friend devina asked me about 5 weirdest things in me. Apa yaaa??? As far as I know, there's no such thing as weird in me. But, come to think of it (and I'm thinkin' very, very hard now), there maybe are some interesting facts, only I don't know whether people would consider it weird or not. Well, here I go.
1. I always feel like there are 2 persons inside of me. For example, when people look at me, they will see a sweet, well-groomed, religious girl. What they don't know is that I enjoyed listening to loud and rock music such as Alanis Morrisette, Guns 'n Roses, Metallica and most of all, Bon Jovi. One of my roomates, a canadian named Kelly, couldn't be more surprised when she learned that I adore Guns 'n Roses. There I was, looking so calm with my jilbab, but listening to that kind of music. She said, "But you wear these (jilbab). Do you listen to their lyrics?" I said, "It's their music that I like, not the lyrics". And she said, "It's like there's a totally different person inside you". Well, maybe there is, maybe there isn't :P.But what my friend couldn't understand most is my liking to Michael Jackson. Yup, I am his fan (just his songs, though. Not his face or color since there's nothing original about them anymore). I remember my roomates used to make fun of me being Michael Jackson's fan. But, EGP la yaww...
2. I often experience Deja-vu. If you ever watch The Matrix, I'm sure you remember the part where Neo saw a black cat twice, and then he said,"Deja-vu". Well, my kind of deja-vu is not exactly like that. Most of the time, I had a dream of being somewhere that I've never been before or doing something that I've never done before, and then one day (which I have no idea when or where), I experience exactly the same thing, doing the exact thing at the exact place. The one that I remember most (because it's the one that makes me realize of this deja-vu-thing) happened at my friend's place in Bandung. It was around the UMPTN test day. My friend Dolly invited me and 3 other friends to stay at his uncle's house during the test (since we all came from jakarta and took the test in Bandung together, so we went to bandung together by Adi's car and stayed there for several days). It was the first time I visited the family with those guys, so there was no way that I had the same experience. But then I remembered that I've been in the same situation before. After thinking hard, I then realized that I had the experience in my dream. Since then, I realize that there were several occasions that I have seen in my dreams before it happens. Unfortunately, I couldn't control those dreams (so that I dream of something spectacular such as nomor lotere, gitu) nor know when I will experience the situation, so it's no big a deal, really. Maybe it's like seeing a glimpse of the future, but so far there's nothing interesting coming from it.
3. I have problems with mulas (what's mulas/mules in English, ya? contraction?); I'm just hardly able to 'generate' them. I have this problem with BAB for as long as I remember. When I was a kid, I couldn't do it if I don't use minyak kayu putih (again, bhs inggrisnya opo seh dev?). Sometimes, if I don't eat enough vegetables or fruit, I couldn't even do it for several days. Gileee.... siksaan dunia banget deh itu rasanya. And when I was pregnant with my kids, at the end of my pregnancies, when I was going to deliver them, there was no contraction although there was some openings (bener gak sih, bukaan rahim tuh opening? teuing ah). Finally, the doctor must use medicine to start the contraction. Only after getting the medicine, I could feel the contraction coming. Kalo gak dibantu infus, kayaknya sampe tua jg gak bakalan dateng tuh mules. Oh mules... mules.
4. I can stand worms, frogs, roaches, or other disgusting things, but I can not, ever, stand the rippling alien skin. You know, the one on the forehead of siapa itu namanya di Startrek ya? You know, the big, rough guy with spiky forehead from Klingon? He's a bit Ok since the spikes don't move. But in some other movies where the rough skin move...Urrgghhhh..... I can't help shuddering just to think about it. I remember a movie about an alien infiltrating a human, and it's like moving under the guy's skin. Yuuckksss.... Ok, no more talking about alien skin.
Wow, so there are some weird things in me. Well, that's it, just 4 unusual things (masih kalah sama elo, dev). I wonder about other people, my friend Mia and Bayu. What are you weirdest things, guys?
But now, my dear friend devina asked me about 5 weirdest things in me. Apa yaaa??? As far as I know, there's no such thing as weird in me. But, come to think of it (and I'm thinkin' very, very hard now), there maybe are some interesting facts, only I don't know whether people would consider it weird or not. Well, here I go.
1. I always feel like there are 2 persons inside of me. For example, when people look at me, they will see a sweet, well-groomed, religious girl. What they don't know is that I enjoyed listening to loud and rock music such as Alanis Morrisette, Guns 'n Roses, Metallica and most of all, Bon Jovi. One of my roomates, a canadian named Kelly, couldn't be more surprised when she learned that I adore Guns 'n Roses. There I was, looking so calm with my jilbab, but listening to that kind of music. She said, "But you wear these (jilbab). Do you listen to their lyrics?" I said, "It's their music that I like, not the lyrics". And she said, "It's like there's a totally different person inside you". Well, maybe there is, maybe there isn't :P.But what my friend couldn't understand most is my liking to Michael Jackson. Yup, I am his fan (just his songs, though. Not his face or color since there's nothing original about them anymore). I remember my roomates used to make fun of me being Michael Jackson's fan. But, EGP la yaww...
2. I often experience Deja-vu. If you ever watch The Matrix, I'm sure you remember the part where Neo saw a black cat twice, and then he said,"Deja-vu". Well, my kind of deja-vu is not exactly like that. Most of the time, I had a dream of being somewhere that I've never been before or doing something that I've never done before, and then one day (which I have no idea when or where), I experience exactly the same thing, doing the exact thing at the exact place. The one that I remember most (because it's the one that makes me realize of this deja-vu-thing) happened at my friend's place in Bandung. It was around the UMPTN test day. My friend Dolly invited me and 3 other friends to stay at his uncle's house during the test (since we all came from jakarta and took the test in Bandung together, so we went to bandung together by Adi's car and stayed there for several days). It was the first time I visited the family with those guys, so there was no way that I had the same experience. But then I remembered that I've been in the same situation before. After thinking hard, I then realized that I had the experience in my dream. Since then, I realize that there were several occasions that I have seen in my dreams before it happens. Unfortunately, I couldn't control those dreams (so that I dream of something spectacular such as nomor lotere, gitu) nor know when I will experience the situation, so it's no big a deal, really. Maybe it's like seeing a glimpse of the future, but so far there's nothing interesting coming from it.
3. I have problems with mulas (what's mulas/mules in English, ya? contraction?); I'm just hardly able to 'generate' them. I have this problem with BAB for as long as I remember. When I was a kid, I couldn't do it if I don't use minyak kayu putih (again, bhs inggrisnya opo seh dev?). Sometimes, if I don't eat enough vegetables or fruit, I couldn't even do it for several days. Gileee.... siksaan dunia banget deh itu rasanya. And when I was pregnant with my kids, at the end of my pregnancies, when I was going to deliver them, there was no contraction although there was some openings (bener gak sih, bukaan rahim tuh opening? teuing ah). Finally, the doctor must use medicine to start the contraction. Only after getting the medicine, I could feel the contraction coming. Kalo gak dibantu infus, kayaknya sampe tua jg gak bakalan dateng tuh mules. Oh mules... mules.
4. I can stand worms, frogs, roaches, or other disgusting things, but I can not, ever, stand the rippling alien skin. You know, the one on the forehead of siapa itu namanya di Startrek ya? You know, the big, rough guy with spiky forehead from Klingon? He's a bit Ok since the spikes don't move. But in some other movies where the rough skin move...Urrgghhhh..... I can't help shuddering just to think about it. I remember a movie about an alien infiltrating a human, and it's like moving under the guy's skin. Yuuckksss.... Ok, no more talking about alien skin.
Wow, so there are some weird things in me. Well, that's it, just 4 unusual things (masih kalah sama elo, dev). I wonder about other people, my friend Mia and Bayu. What are you weirdest things, guys?
Tuesday, January 31, 2006
My Handsome Little Man
Reyhan dan sepeda barunya
Anakku yang pertama namanya Reyhan Anindya Untoro. Tanggal 20 januari lalu, dia tepat berumur 5 tahun. Tapi, berdasarkan permintaannya, pada perayaan ulang tahun kali ini kami malah tidak mengundang siapa-siapa, keluarga sekalipun. Jadilah ultahnya yang ke-5 ini hanya dirayakan oleh kami berempat dirumah. Yang unik, semua ultahnya selama ini dirayakan ditempat yang berbeda-beda. Ultah pertama di rumah jl. Cucakrawa, yang ke-2 dirumah kung-nya di Sawo kecik, yang ke-3 di apato Minami-yono di jepun sana, yang ke-4 di rumah Inyik di Lenteng Agung, dan yang ke-5 ya di rumah Pondok Duta ini.
Walaupun baru berumur 5 tahun, Reyhan selalu sudah tahu apa yang dia mau. Dan ingatannya juga kuat, jadi kalau sudah diberi janji, harus ditepati karena pasti akan diingatnya terus. Reyhan juga selalu senang membantu jika mamanya meminta tolong, terutama kalau dimintai tolong mengambilkan sesuatu. Mungkin ini ditimbulkan juga dari karakternya yang tidak bisa diam, maunya selalu bergerak kesana kemari.
Dulu, sebelum menikah, aku dan Mas pernah berencana untuk menunda punya anak dulu. Maklum, sebelum pacaran kami sama sekali tidak saling mengenal. Jadi masa pacaran yang cuma 1 tahun itu rasanya kok kurang yaa.... hehehe. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Sebulan setelah menikah, aku hamil. Pada awalnya, kehamilan itu kami terima dengan rasa was-was. Banyaaakkkk sekali kekhawatiran dan ketidak pede-an karena kurangnya ilmu pengetahuan yang ada pada kami. Tapi, sejalan dengan semakin besarnya janin diperutku, ternyata semua kekhawatiran itu berangsur-angsur sirna, berganti dengan rasa bahagia dan takjub. Bahagia, karena Allah mempercayakan nikmatnya yang begitu besar kepada kami. Takjub, karena ada mahluk mungil yang sedang tumbuh didalam diriku. Semakin besar usia kandungan, semakin aktif juga pergerakannya. Tidak jarang tiba2 seperti ada dengkul atau kaki yang menonjol dari perutku. Semakin sulit juga rasanya untuk tidur, karena diwaktu malam hari, pergerakannya semakin aktif. Waktu itu aku sudah punya feeling, sepertinya anak ini nantinya akan menjadi anak yang aktif dan tidak bisa diam.
Akhirnya, tibalah hari2 menjelang persalinan. Namun, sampai tanggal yang diperkirakan oleh dokter, bayiku tidak juga lahir. Dokter masih memberikan waktu beberapa hari lagi untuk persalinan secara normal. Tapi malam harinya, sepulang dari check-up, tiba2 aku merasakan gatal2 yang amat sangat disekujur tubuhku. Tak henti-hentinya aku menggaruk semua bagian tubuh, tapi gatal2 itu tak juga hilang. 2 hari 2 malam aku tidak bisa tidur karena gatal2 itu, sementara Mas dengan enaknya ngorok disebelahku (sebeeeelllll banget rasanya, ngeliat orang enak tidur sementara aku sendiri sedang kegatalan). Akhirnya, dihari ke-3, aku kembali ke dokter karena sudah tak tahan dan sudah mulai pilek akibat tidak bisa tidur. Ternyata, ketika diperiksa dokter, sudah ada bukaan 1 cm. Namun dokter masih menyuruhku pulang malam itu, dan kembali keesokan harinya untuk menjalani persalinan.
Hari sabtu tanggal 20 januari 2001 jam 7 pagi, aku masuk rumah sakit dengan bukaan 2 cm. Tak lama kemudian, aku diinfus perangsang mulas. Namun, walaupun sudah mulas2 dan infus sudah habis, ternyata bukaannya hanya bertambah jadi 4 cm. Begitu terus sampai jam 4 sore, walaupun aku sempat istirahat juga waktu infusnya sudah habis. Jam 6 sore, bukaan bertambah jadi 8 cm. Infus ke-3 dipasang. Akhirnya, sekitar jam setengah 8 malam, baru bukaan sempurna 10 cm. Mulailah proses kelahiran Reyhan, dimana aku sempat menendang sang dokter Lita (maaf ya dok, maklum, belon ngerti cara ngejan yang baik dan benar). Dan akhirnya, jam 19.55, lahirlah putra pertama kami yang lalu kami beri nama Reyhan Anindya Untoro. Reyhan berarti orang yang dicintai dan selalu dilindungi Allah, Anindya artinya sempurna, dan Untoro adalah nama belakang bapaknya yang artinya yang menyukai kesempurnaan.
3 hari kemudian, aku dan Reyhan siap meninggalkan rumah sakit. Sebelum pulang, seorang suster memberikan informasi2 mengenai cara perawatan bayi dan susu yang harus diberikan. Sambil menerangkan hal2 itu, suster tsb memberikan foto Reyhan yang diambil oleh pihak rumah sakit beberapa saat setelah dia lahir. The moment I saw the picture, I was speechless! I was blinded and deaf to everything but the most handsome baby I ever laid my eyes on. I even forgot to breathe for several seconds. Mungkin ini pengaruh rasa sentimental ibu baru ya, tapi waktu itu rasanya gak ada bayi lain yang lebih ganteng dari Reyhan. Dan itu adalah kali pertama (dan mungkin terakhir) dalam hidupku dimana aku terpana sampai tidak bisa bernafas dan tidak mendengar ocehan suster didepanku dikarenakan seorang laki-laki (sorry ya mas....).Sayang fotonya masih berbentuk hard copy. Nanti deh, kl udah bisa dimasukin komputer, akan dipajang di blog ini.
Begitulah kejadian 5 tahun yang lalu. Sekarang, anakku yang ganteng dan pintar itu sudah tumbuh menjadi anak yang lincah dan cerdas, sudah bersekolah di TK B TK Islam Pondok Duta, sudah mulai bisa membaca dan berhitung, bisa membantu orangtua, bisa menjaga adiknya, mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain, senang bermain dengan teman-temannya, dan sangat mencintai keluarganya terutama mamanya (dia paling takut kalau aku sudah mengancam akan menangis kalau ia sedang nakal, dan langsung menghentikan kenakalannya itu). Selamat ulang tahun ya nak, semoga engkau tumbuh jadi manusia yang shaleh, mencintai dan dicintai Allah sesuai namamu, mencintai keluarga dan dicintai semua orang, berguna bagi masyarakat dan agamamu, serta sukses baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Amiiiinnnn.
Wednesday, January 11, 2006
Every woman is a Geisha
Just a moment ago, waktu lagi nyuapin reyhan setelah ngejemput dia dari sekolah, iseng-iseng gw liat-liat koran hari ini. Then I saw an advertisement about a new book called memoir of a geisha, tp yg terjemahan indonesia. Tu buku emang bagus banget, gw udah baca versi aslinya waktu masih tinggal di honjo. And bukan bukunya yang mau gw bahas. Di iklan itu juga ada pendapat 2 orang pakar, salah satunya arswendo atmowiloto. Di akhir komentarnya, dia bilang gini: Mungkin karena setiap wanita adalah geisha. N gue langsung tergelitik buat nulis komentar gw sendiri.
Just last night, gw and mas had a deep and long conversation about our relationship. Awalnya sih karena ngebahas peristiwa yang bikin gw bete berat beberapa hari yang lalu. Sebenernya masalahnya gak berat-berat amat, tapi lucunya ngelibatin orang ke-tiga yang gak ada hubungan apa-apa sama kita, bukan PIL ato WIL, tidak memberikan kontribusi apapun sama keluarga ini, tapi bisa bikin suasana panas. Konyol gak tuh?
Bermula dari situ, akhirnya gw beraniin buat ngungkapin hal-hal yang selama ini mengusik pikiran gw. Dan akhirnya teruuuussss sampe berujung mula diwaktu kita pacaran dulu. Juga problem-problem yang ada sekarang, yang setiap hari kita hadepin and bikin hubungan jadi gak semesra dulu lagi.
Gw memang udah gak kerja lagi sejak gw ikut dia ke jepang. Gw, yang seumur-umur gak pernah full berkutat dirumah, biasa ngebuang bete dengan jalan dan nonton di bioskop, paling gak demen masak, lalu tiba-tiba harus jadi full-time mother 24-7. Tp believe it or not, gw seneng-seneng aja tuh ngejalaninnya. Gw bahkan menikmati banget waktu yang gw habisin berdua-an aja sama reyhan kalo mas lagi kuliah. Gw ajak dia ke taman, eki, ato belanja di supa, jalan kaki ato gw boncengin naik sepeda. Rasanya gw kayak nebus waktu yang gw abisin buat kerja di jakarta dulu, dan ninggalin dia berdua aja ama pembantu dirumah. Setelah ada adeknya, gw emang tambah repot dan sempet stress, tapi masih bisa menikmati juga. Gw bahkan jadi punya hobi baru: bikin kue n nyoba masakan2 yang rada sophisticated yg sebelumnya gak pernah kepikiran buat gw bikin. And ternyata gw cukup gape juga masak, n dapet pengakuan dari temen2 (jadi bukan gw yang kege-eran sendiri, gitu lho, ngaku2 jago masak padahal jeblok). Gw juga menikmati banget bisa jalan2 sekeluarga, just the four of us, ke tempat2 yg indah2 n eksotis yg gak pernah ngimpi bisa gw datengin, tanpa ada gangguan dari pihak manapun (walopun dgn jalan kaki or naik sepeda, tapi asiknya...).
Setelah pulang ke indonesia, mulai deh, semua hal jadi jungkir balik gak karuan. Mulai deh ada intervensi dari mana-mana. Dari keluarga, temen, sampe urusan kantor yg bikin suami gw pergi subuh pulang isya. Kebayang gak sih, berapa jam waktu yang dia abisin sama anak-anak? Belum lagi urusan rumah yang harus gw handle sendiri semua (di jepang, biarpun gak ada pembantu, mas bisa lebih banyak ngebantuin karena dia bisa kerja dirumah), padahal si adek jg udah mulai gak bisa dilepas, harus diawasin terus krn udah mulai berkelana. Mau keluar rumah, repot krn gak bisa nyetir (siapa yg megangin adek?) or naik kendaraan umum (mesti jalan keluar dulu, panas, jadi males). Capek, stress, bete, buntut-buntutnya, gw marah-marah terus. Yang jadi sasaran, ya mas n anak2 juga. Belum lagi gw ngerasa walopun gw udah sebegitu banting tulang, tapi gak ada yg appreciate, termasuk orang2 yg terdekat. Jadilah gw tambah depresi.
Akhirnya gw putusin, kyknya gw harus balik kerja. Gw ngerasa butuh aktualisasi diri, n itu rasanya cuma gw dapet dari orang lain (dlm hal ini, orang2 di kantor kyk waktu gw kerja dulu). Toh gw pikir adek juga udah umur 1 tahun lebih, sebentar lagi bisa dimasukin play group. Reyhan sekolah dari pagi sampai siang, habis itu makan n then tidur sampe sore, jadi kalo siang gak ada ortunya di rumah dia jg gak terlalu kehilangan. Sementara itu, dgn gaji gw, gw bisa hire pembantu buat ngurusin urusan rumah and I think I could really use the money. Beres semua kan?
But guess what, he said that he didn't like the idea. Bahwa prioritas yg utama adalah anak2 (tp rasanya gw jg gak berniat nelantarin anak2 dgn rencana itu kok). Jadi so far, diskusi ttg gw kerja kembali msh buntu.
Terus, apa hubungannya sama judul tadi yak? Setiap wanita adalah geisha. Entah kenapa, waktu gw baca kalimat itu, gw jadi inget aja ama obrolan semalem. Dan rasanya, sepotong kalimat itu ngewakilin perasaan gw banget. Geisha adalah hostes, yang tugasnya bikin customernya merasa nyaman dan relaks. Buat seorang geisha, cinta adalah ilusi. Dia gak boleh tampil berantakan, memperlihatkan kesedihan atau kemarahan didepan pelanggannya. Diliat dari karakteristik ini, emang gak salah kalo dibilang setiap wanita adalah Geisha.
Bener gak sih kalo cinta itu ilusi? You think that you love someone only to find out that he was not as you imagined him to be. Or you love someone because he loves you, and then as time goes by, you start to question your love for him, or his love for you. Gw pikir sih cinta itu kayak iman, bisa menebal dan menipis, tergantung bagaimana treatment kita buat ngejaganya.
Then, gw mo tanya sama para kaum lelaki, ada gak diantara kalian yang mau punya istri berantakan bin awut-awutan, selenge'an, pemarah or cengeng? Siapa yang selalu mengharapkan, baik secara diam-diam maupun terus terang, istrinya supaya tampil rapi, manis, cantik, kalem, dan at the same time bisa menghidangkan makanan yang lezat-lezat, membersihkan dan menata rumah, juga mengurus anak2 yang sehat, sopan, manis dan rapi? Terus, apa bedanya sama hal yg diharepin dari geisha?
Bedanya, geisha is no wife. She is a free agent. Di masa jayanya, dia akan jadi rebutan customernya. Tapi kalo masa itu udah lewat dan dia gak punya sponsor tetap, maka ia akan tinggal sendiri, tua dan kesepian. Dalam hal ini, status istri memiliki poin lebih. So, in my opinion, every woman is a geisha, either by force, parents, husbands, siblings, or even herself.
Jangan bingung baca postingan ini ya, namanya aja unek-unek, dituang dalam virtual diary. Dan satu lagi, ini strictly my own opinion. Ada kalimat indah yang pernah gw baca, gw lupa siapa penulisnya, kalo gak salah sih kahlil gibran. Gini nih bunyinya:
Wanita bukan diciptakan dari kepala pria untuk menguasai,
juga bukan dari kakinya untuk dikuasai,
melainkan diciptakan Allah dari tulang rusuknya,
agar bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah,
untuk menjadi kawan sejalan,
pendamping dalam kehidupan.
Wallahu 'alam bis sawab
Just last night, gw and mas had a deep and long conversation about our relationship. Awalnya sih karena ngebahas peristiwa yang bikin gw bete berat beberapa hari yang lalu. Sebenernya masalahnya gak berat-berat amat, tapi lucunya ngelibatin orang ke-tiga yang gak ada hubungan apa-apa sama kita, bukan PIL ato WIL, tidak memberikan kontribusi apapun sama keluarga ini, tapi bisa bikin suasana panas. Konyol gak tuh?
Bermula dari situ, akhirnya gw beraniin buat ngungkapin hal-hal yang selama ini mengusik pikiran gw. Dan akhirnya teruuuussss sampe berujung mula diwaktu kita pacaran dulu. Juga problem-problem yang ada sekarang, yang setiap hari kita hadepin and bikin hubungan jadi gak semesra dulu lagi.
Gw memang udah gak kerja lagi sejak gw ikut dia ke jepang. Gw, yang seumur-umur gak pernah full berkutat dirumah, biasa ngebuang bete dengan jalan dan nonton di bioskop, paling gak demen masak, lalu tiba-tiba harus jadi full-time mother 24-7. Tp believe it or not, gw seneng-seneng aja tuh ngejalaninnya. Gw bahkan menikmati banget waktu yang gw habisin berdua-an aja sama reyhan kalo mas lagi kuliah. Gw ajak dia ke taman, eki, ato belanja di supa, jalan kaki ato gw boncengin naik sepeda. Rasanya gw kayak nebus waktu yang gw abisin buat kerja di jakarta dulu, dan ninggalin dia berdua aja ama pembantu dirumah. Setelah ada adeknya, gw emang tambah repot dan sempet stress, tapi masih bisa menikmati juga. Gw bahkan jadi punya hobi baru: bikin kue n nyoba masakan2 yang rada sophisticated yg sebelumnya gak pernah kepikiran buat gw bikin. And ternyata gw cukup gape juga masak, n dapet pengakuan dari temen2 (jadi bukan gw yang kege-eran sendiri, gitu lho, ngaku2 jago masak padahal jeblok). Gw juga menikmati banget bisa jalan2 sekeluarga, just the four of us, ke tempat2 yg indah2 n eksotis yg gak pernah ngimpi bisa gw datengin, tanpa ada gangguan dari pihak manapun (walopun dgn jalan kaki or naik sepeda, tapi asiknya...).
Setelah pulang ke indonesia, mulai deh, semua hal jadi jungkir balik gak karuan. Mulai deh ada intervensi dari mana-mana. Dari keluarga, temen, sampe urusan kantor yg bikin suami gw pergi subuh pulang isya. Kebayang gak sih, berapa jam waktu yang dia abisin sama anak-anak? Belum lagi urusan rumah yang harus gw handle sendiri semua (di jepang, biarpun gak ada pembantu, mas bisa lebih banyak ngebantuin karena dia bisa kerja dirumah), padahal si adek jg udah mulai gak bisa dilepas, harus diawasin terus krn udah mulai berkelana. Mau keluar rumah, repot krn gak bisa nyetir (siapa yg megangin adek?) or naik kendaraan umum (mesti jalan keluar dulu, panas, jadi males). Capek, stress, bete, buntut-buntutnya, gw marah-marah terus. Yang jadi sasaran, ya mas n anak2 juga. Belum lagi gw ngerasa walopun gw udah sebegitu banting tulang, tapi gak ada yg appreciate, termasuk orang2 yg terdekat. Jadilah gw tambah depresi.
Akhirnya gw putusin, kyknya gw harus balik kerja. Gw ngerasa butuh aktualisasi diri, n itu rasanya cuma gw dapet dari orang lain (dlm hal ini, orang2 di kantor kyk waktu gw kerja dulu). Toh gw pikir adek juga udah umur 1 tahun lebih, sebentar lagi bisa dimasukin play group. Reyhan sekolah dari pagi sampai siang, habis itu makan n then tidur sampe sore, jadi kalo siang gak ada ortunya di rumah dia jg gak terlalu kehilangan. Sementara itu, dgn gaji gw, gw bisa hire pembantu buat ngurusin urusan rumah and I think I could really use the money. Beres semua kan?
But guess what, he said that he didn't like the idea. Bahwa prioritas yg utama adalah anak2 (tp rasanya gw jg gak berniat nelantarin anak2 dgn rencana itu kok). Jadi so far, diskusi ttg gw kerja kembali msh buntu.
Terus, apa hubungannya sama judul tadi yak? Setiap wanita adalah geisha. Entah kenapa, waktu gw baca kalimat itu, gw jadi inget aja ama obrolan semalem. Dan rasanya, sepotong kalimat itu ngewakilin perasaan gw banget. Geisha adalah hostes, yang tugasnya bikin customernya merasa nyaman dan relaks. Buat seorang geisha, cinta adalah ilusi. Dia gak boleh tampil berantakan, memperlihatkan kesedihan atau kemarahan didepan pelanggannya. Diliat dari karakteristik ini, emang gak salah kalo dibilang setiap wanita adalah Geisha.
Bener gak sih kalo cinta itu ilusi? You think that you love someone only to find out that he was not as you imagined him to be. Or you love someone because he loves you, and then as time goes by, you start to question your love for him, or his love for you. Gw pikir sih cinta itu kayak iman, bisa menebal dan menipis, tergantung bagaimana treatment kita buat ngejaganya.
Then, gw mo tanya sama para kaum lelaki, ada gak diantara kalian yang mau punya istri berantakan bin awut-awutan, selenge'an, pemarah or cengeng? Siapa yang selalu mengharapkan, baik secara diam-diam maupun terus terang, istrinya supaya tampil rapi, manis, cantik, kalem, dan at the same time bisa menghidangkan makanan yang lezat-lezat, membersihkan dan menata rumah, juga mengurus anak2 yang sehat, sopan, manis dan rapi? Terus, apa bedanya sama hal yg diharepin dari geisha?
Bedanya, geisha is no wife. She is a free agent. Di masa jayanya, dia akan jadi rebutan customernya. Tapi kalo masa itu udah lewat dan dia gak punya sponsor tetap, maka ia akan tinggal sendiri, tua dan kesepian. Dalam hal ini, status istri memiliki poin lebih. So, in my opinion, every woman is a geisha, either by force, parents, husbands, siblings, or even herself.
Jangan bingung baca postingan ini ya, namanya aja unek-unek, dituang dalam virtual diary. Dan satu lagi, ini strictly my own opinion. Ada kalimat indah yang pernah gw baca, gw lupa siapa penulisnya, kalo gak salah sih kahlil gibran. Gini nih bunyinya:
Wanita bukan diciptakan dari kepala pria untuk menguasai,
juga bukan dari kakinya untuk dikuasai,
melainkan diciptakan Allah dari tulang rusuknya,
agar bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah,
untuk menjadi kawan sejalan,
pendamping dalam kehidupan.
Wallahu 'alam bis sawab
Sunday, January 08, 2006
B.E.T.E
Gw lagi bete berat. BEEETTTEEEEEE se bete betenya. Gondok, kesel, dongkol (sama aja ya?) nyampur semua jadi satu. Gak tau gimana mo ngomongnya, yg pasti kudu gw keluarin nih 'racun', kalo gak bisa meledak.
Manusia tu emang susah banget ngerasa puas dgn apa yg dia punya, ya? Yg gak punya mobil, pengen punya mobil. Yg punya mobil atu, pingin punya 2. Yg punya mobil hijet pingin punya sedan. Yg punya sedan pingin mersi. Dst, dll, dll deh.
Bukan, gw bukannya lg pingin ganti mobil. Sekedar gambaran aja. Di jaman kyk sekarang gini, betapa susahnya menetapkan hati buat bisa sabar, ikhlas dan tawakal. Betapa sulitnya untuk merasa cukup dan senang dgn apa2 yg udah didapet. Sehingga 3 sifat itu jadi barang yg amat sangat langka.
Sabaaaarrrr.... sabaaaaarrrrrr.......... inget aja nasib 2 anak balita yg dibakar sama ibu kandungnya gara2 bapaknya pulang bertahun baru sambil mabok2an. Naudzubillah min dzaliiikk. Kok bisa ya gelap mata sampe kyk gitu? Jangan sampe deeehhhh.... Ya Allah, jauhilah kami dari rasa putus asa, kesedihan dan kemarahan yang berlebihan dan berlarut2. Bantulah kami memupuk sifat sabar, ikhlas dan tawakal, jg rasa syukur atas semua karunia-Mu ya Allah. Amiinnn ya robbal alamiin.
Manusia tu emang susah banget ngerasa puas dgn apa yg dia punya, ya? Yg gak punya mobil, pengen punya mobil. Yg punya mobil atu, pingin punya 2. Yg punya mobil hijet pingin punya sedan. Yg punya sedan pingin mersi. Dst, dll, dll deh.
Bukan, gw bukannya lg pingin ganti mobil. Sekedar gambaran aja. Di jaman kyk sekarang gini, betapa susahnya menetapkan hati buat bisa sabar, ikhlas dan tawakal. Betapa sulitnya untuk merasa cukup dan senang dgn apa2 yg udah didapet. Sehingga 3 sifat itu jadi barang yg amat sangat langka.
Sabaaaarrrr.... sabaaaaarrrrrr.......... inget aja nasib 2 anak balita yg dibakar sama ibu kandungnya gara2 bapaknya pulang bertahun baru sambil mabok2an. Naudzubillah min dzaliiikk. Kok bisa ya gelap mata sampe kyk gitu? Jangan sampe deeehhhh.... Ya Allah, jauhilah kami dari rasa putus asa, kesedihan dan kemarahan yang berlebihan dan berlarut2. Bantulah kami memupuk sifat sabar, ikhlas dan tawakal, jg rasa syukur atas semua karunia-Mu ya Allah. Amiinnn ya robbal alamiin.
Subscribe to:
Posts (Atom)