Wednesday, April 23, 2008

AAC versus CHSI

Saya membeli kedua buku itu bersamaan. Ayat-ayat cinta saya beli karena penasaran mendengar kehebohan film-nya yang konon sudah ditonton 3,5 juta orang. Lalu, setelah mengambil buku itu, saya tertarik melihat buku yang satunya, Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia. Saya baca sekilas, sepertinya bagus juga. Jadilah keduanya saya masukkan kantung belanja.

Sesampai di rumah, saya buka buku AAC lebih dulu. Setelah membaca beberapa halaman, hhmmm.... tidak terlalu istimewa. Gaya bahasanya kurang cocok untuk saya. Saya beralih membaca buku satunya. Nah, yang ini lebih 'nendang' buat saya. Cerita-cerita yang diambil dari true story dan sebagian besar mengenai istri yang teraniaya membuat saya terlarut dan meleleh membacanya. Dan sebagian besar perempuan yang dikisahkan di buku itu bukanlah perempuan biasa. Mereka perempuan terpelajar, dari keluarga baik-baik dan dengan tingkat perekonomian cukup mapan. Kok bisa? Sempat tercetus kekhawatiran jikalau suatu hari kisah seperti itu akan terjadi di keluarga saya. Untung, sahabat saya ini bisa menenangkan hati saya hingga kekhawatiran itu sedikit demi sedikit lenyap. Apalagi setelah suami tercinta, yang entah bagaimana bisa membaca kekacauan hati saya, tanpa banyak bicara bisa memulihkan kepercayaan diri saya yang sempat goyah.

Habis buku pertama, akhirnya saya ambil juga buku AAC. Saya ulang membaca dari awal. Lembar demi lembar, bab demi bab, ternyata memang mengasyikkan. Tulisannya lugas tapi memikat. Walaupun kisahnya fiktif, tapi banyak hal yang bisa diterapkan dalam kehidupan seperti bagaimana memperlakukan pasangan dalam berumah tangga, ahlak muslim dan muslimah, percintaan yang islami bahkan tata cara malam pertama menurut Islam. Tak berlebihan kalau novel ini disebut sebagai pembangun jiwa, dengan adanya cuplikan-cuplikan ayat suci Al-Qur'an, hadis-hadis dan bahkan puisi-puisi yang ditempatkan di bagian yang sangat sesuai, bukan hanya tempelan pemanis saja. Saya jadi berpikir, andai saja ada lebih banyak remaja muslim seperti Fahri dan muslimah seperti Nurul dan Aisha di dunia ini, saya rasa Islam tidak akan mendapat label-label negatif seperti yang terjadi sekarang. Dan setelah selesai membaca novel itu, saya seakan memandang lingkungan ini dari kacamata yang baru. Kalau dulu pemandangan anak-anak muda berpacaran, bergandengan tangan atau bahkan berangkulan tidak mengusik saya atau bahkan merupakan hal yang sewajarnya, setelah menyelesaikan AAC saya jadi membatin, betapa jauhnya Islam dari keseharian kita. Agama hanya identik dengan shalat, puasa, pergi haji, dan zakat. Memang benar sekali sabda junjungan Rasulullah bahwa ada masanya nanti umat islam akan menjadi seperti buih di lautan. Banyak, tapi tidak berdampak. Dan bisa dihapuskan dengan sangat mudah. Sekarang, masa itu sudah tiba.

Sepertinya tidak afdol bicara islam kalau tidak menyinggung masalah poligami. Di dalam novel AAC juga ada bagian yang memuat kisah poligami tokoh-tokoh utamanya. Tapi, menurut saya pribadi, penggambarannya tidak mengarah kepada anjuran untuk berpoligami. Di kisah ini, keputusan untuk berpoligami lebih dikarenakan alasan kemanusiaan dan dakwah. Wanita yang dijadikan istri kedua adalah wanita yang sedang sakit parah dan membutuhkan bimbingan untuk bisa menemukan hidayah dari Allah SWT, bukan wanita muda segar bugar cantik jelita :P. Tindakan itu juga dilakukan atas desakan istri pertama, yang merasa sangat membutuhkan bantuan wanita 'calon madu'nya dan tidak mau kehilangan suami karena fitnahan keji. Mungkin, kalau ada alasan yang tepat untuk berpoligami, inilah salah satunya. Selain mengikuti teladan Rosulullah, tentunya, yang sebagian besar istrinya adalah janda-janda tua yang ditinggal mati syahid suaminya, berusia diatas 55 tahun dan memiliki banyak anak.

Mungkin saya memang kurang banyak membaca buku-buku 'pembangun jiwa' seperti ini sehingga sangat membekas di hati, entahlah. Yang pasti, untuk saya saat ini, kedua buku inilah yang jadi favorit saya. Bahkan bisa membuat saya melupakan seri Harry Potter yang membius itu!

Monday, April 21, 2008

Apanya yang terhormat?

Koran kompas minggu, halaman pertama.
Anggota DPR sita kamera video.

Saya pikir beritanya tentang apa. Mungkin anggota DPR itu menyita kamera video yg dipakai untuk kejahatan. Ternyata, setelah dibaca, kamera itu disita karena dipakai oleh satpam untuk merekam kelakuan tak terpuji sang anggota DPR sendiri. Ceritanya, si anggota DPR itu mau memaksa mobilnya keluar dari halaman parkir gedung lewat pintu gerbang masuk. Jelas gak diperbolehkan sama petugas, kan berbahaya dan bisa mencelakakan pengemudi yang lain, toh? Tapi si anggota DPR malah ngotot, dan akhirnya memaki-maki sang petugas satpam. Konon sempat keluar kata-kata seperti ini: "Saya ini anggota dewan. Kalian rakyat kecil, tahu apa?" Karena ribut-ribut itu, salah seorang petugas parkir langsung mengambil kamera handycam yg memang disediakan oleh pihak pengelola gedung untuk merekam keributan semacam itu. Waktu sadar dia direkam, si anggota DPR lalu merebut kamera itu. 2 orang pengawalnya menghalang-halangi petugas yang berusaha mengambil kembali kamera dan berlalulah mereka dari sana. Apesnya, penggantian kamera yang baru berumur 4 bulan itu dibebankan pada petugas satpam yg bersangkutan, jadi gajinya dipotong untuk menggantikan harga kamera itu!

Saya meradang sekali membaca berita ini. Apakah seperti itu kelakuan anggota dewan yang terhormat? Seenaknya melanggar peraturan dan tersinggung ketika diingatkan bahkan menyerang balik? Karena merasa diri terhormat, lalu semua orang lainnya cuma sampah dimatanya? Apanya yang terhormat? Tak heran Indonesia makin hari makin terpuruk. Para wakil rakyat bukannya sadar posisi sebagai wakil, malah merasa jadi dewa yang harus disembah. Jadi anggapan dan pandangan masyarakat selama ini memang benar adanya. Seperti itulah kualitas manusia-manusia yang terpilih untuk menduduki kursi kehormatan itu. Jadi ini salah siapa? Rakyat yang memilih, atau partai yang menetapkan para wakilnya? Tentunya partai tidak mau disalahkan. Jadi yang salah, akhirnya, rakyat lageee.... rakyat lageee.... Cape deeehhhh jadi rakyat!

Friday, April 18, 2008

My dream

Be careful with what you wish for, 'cause you might just get it

Saya baca pepatah itu bertahun-tahun yang lalu, dan sangat berkesan hingga selalu saya ingat sampai saat ini. Kenapa? Karena artinya dalam sekali. Buat saya, pepatah itu berarti apa yang kita inginkan dan dapatkan tidak selalu baik bagi kita. Dan apa yang tidak berhasil kita raih bukan selalu berarti kegagalan dan buruk jadinya bagi kita. Efeknya, saya selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Tengok-tengok, tanya kiri kanan, kupas luar dalam. Dan walhasil, setelah keputusan diambil dan dijalankan pun, saya terkadang masih bulak balik berpikir, benarkah keputusan yang sudah saya ambil? Apakah memang itu yang terbaik buat saya? Bagaimana kalau... dst, dll.

Kalau di islam, ada istilah istidraj, yaitu kenikmatan yang sebenarnya adalah azab. Nauzubillah, jangan sampai itu terjadi pada saya. Seringkali setelah mendapat kenikmatan, saya bertanya-tanya dalam hati, apakah benar ini hadiah Allah? Apakah akan ada bencana dibaliknya? Salahkah saya sudah meminta sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai bagi saya yang pada akhirnya akan membawa akibat buruk bagi diri saya sendiri? Contoh yang paling jelas adalah ketika lulus UMPTN dulu. Saya seorang diri di kota asing, tanpa saudara, teman baru segelintir, dapat tempat kost yang sama sekali tidak menyenangkan, rasanya sengsara sekali. Hampir setiap malam saya menangis, menyalahkan diri sendiri kenapa memilih mendaftar ke sana? Kenapa saya tidak kuliah di jakarta saja, di universitas cadangan yang sudah menerima saya, dan kenapa kenapa lainnya. Di Jakarta, ibu saya juga sama sengsaranya dengan saya. Melepas anak gadis satu-satunya di tempat asing yang tidak berkenan untuknya. Beliau selalu menelepon setiap hari mengecek keadaan saya, dan setelah itu, menurut cerita ayah saya, jadi tak bernafsu makan. Untung keadaan itu tidak lama, hanya dua bulan, setelah itu saya pindah ke tempat yang jauh lebih baik di mana saya tinggal sampai kuliah hampir selesai. Tapi di masa awal-awal itu, saya sempat meragukan pilihan saya. Dan saya sempat berpikir, mungkin saya salah telah berdoa agar lulus UMPTN dan diterima di kampus tercinta itu. Mungkin Allah ingin menunjukkan pada saya bahwa tidak semua yang saya inginkan itu adalah baik bagi saya, walaupun akhirnya Syukur Alhamdulillah semua prasangka buruk saya itu salah adanya.


Sebelum berangkat ke Jepang, keadaan itu seperti terulang lagi. Kami berdua, saya dan suami, diliputi keraguan yang hebat untuk memutuskan apakah akan berangkat atau melepas tawaran yang baik itu. Sebagian besar keraguan disebabkan oleh pihak ke-3 yang entah kenapa memberikan banyak gambaran buruk pada kami. Menurutnya, kepergian kami hanya akan berujung sengsara. Dia memprediksi bahwa sepulang kami dari jepang, kondisi kami akan semakin jatuh dan keuangan kami akan porak poranda. Kami bimbang, benarkah akan begitu adanya? Untungnya, orangtua saya dan mas sangat mendukung kepergian kami. Merekalah yang menyemangati kami untuk tidak ragu dan berusaha sekuatnya agar bisa mendapat yang terbaik di negeri orang. Dengan mengucap Bismillah, kami berangkat dan sekali lagi, Alhamdulillah, semua prediksi buruk itu tidak benar. Justru sepulang dari sana, mas mendapat peningkatan karir yang baik.

I have a dream. Sejak remaja dulu, ada sesuatu yang selalu mengusik hati saya. Tapi mimpi itu saya simpan rapat-rapat, karena tak tahu bagaimana cara mewujudkannya. Sedikit demi sedikit, hal itu menjadi obsesi dalam diri dan terpendam dalam, bahkan sedikit terlupakan. Baru-baru ini saja saya ungkapkan obsesi saya itu pada orang-orang terdekat: suami, adik, sahabat. Itupun karena tiba-tiba saya mendapat pilihan yang bisa membukakan pintu kesempatan itu. Dan sekali lagi, keraguan menyelimuti hati saya. Haruskah saya wujudkan mimpi itu? Apakah
akan membawa akhir yang baik atau buruk bagi saya dan keluarga? Walau suami tercinta menyatakan dukungannya, tapi saya tetap merasa tak karuan. Kalau impian itu terwujud, artinya my dream finally comes true. Dan itu bisa membuka jalan bagi terwujudnya mimpi-mimpi kami yang lain. Tapi banyak yang menjadi taruhannya. Dan taruhan itu sangat berat. Di lain pihak, kalau ternyata pintu itu tetap tertutup, saya rasa saya akan merasa cukup terpukul. Dan impian itu akan terkubur selamanya. Walau saya akan terus berusaha membesarkan hati dengan kalimat klise: Mungkin itulah yang terbaik bagi saya. Sementara ini, saya berusaha memantapkan pilihan sambil terus berdoa, Ya Allah, berikanlah apa yang menurutMu terbaik bagi saya dan keluarga saya. Dekatkanlah kami dengan ridhoMu. Amiiinnn... (bantu saya berdoa ya, temans).

Sunday, April 13, 2008

Gantian

Alhamdulillah, multiply udah bisa ditengokin lagi. Eeeeeh.... ternyata gantian blogger yang di block. Aduh.... blog go blog go blog deh. Piye tho iki? Maunya provider apa toh (ini kerjaannya spidi kan, bukan pemerintah sendiri yg nutup? Ato emang pemerintah langsung? Tau ah, pusiiiinggg.... pussiiiiingg.....

Tuesday, April 01, 2008

Kid's Wits

Suatu hari, waktu lagi jalan-jalan ber-4 naik mobil, Reyhan duduk di sebelah bapak yang nyetir, mama dan adek di belakang. Reyhan gak bisa diem banget, adaaaaa.... aja yang dipegang. Sampe berbusa mulut mama nyuruh dia duduk tenang. Tiba-tiba, dia merosot dari kursi trus melongok-longok ke bawah dashboard. Bapak yang merasa keganggu jadi kesel, nyuruh reyhan duduk lagi yang tenang. Tapi Reyhannya tetep aja longok-longok. Akhirnya mama tanya:
"Nyari apa sih, Han?"
"Nggak," Sambil terus longok-longok.
"Kalo nggak, jangan begitu dong. Duduk aja yang bener."
"Aku lagi cari giginya mobil, ma. Mana sih? Waktu itu aku cari di depan gak ada. Di sini kok gak ada juga?"
Mama sama bapak ngakak.

***

Waktu saluran air kamar mandi dan dapur mampet, mama sama pembantu berjibaku mompa dan ngebersihin saluran di kamar mandi. Reyhan yang baru masuk setelah main dari luar, ikut ngelongok ke kamar mandi. Komentarnya:
"Mampet ya ma?"
"Iya."
"Sama dong sama idung aku," (kebetulan memang dia lagi flu) sambil ngeloyor pergi keluar lagi.

***

Adek lagi asik nonton acara idola cilik sambil joget-joget niruin penyanyi di TV (judul acaranya idola cilik, yang nyanyi anak-anak, kenapa lagunya lagu orang tua seperti percayalah kasih, dll ya?). Mama komentar:
"Dek, nanti adek ikut acara itu ya."
"Iya," jawab adek sambil terus goyang.
"Adek nyanyi lagu apa? Lagu mulan ya?"
"Iya," adek asal jawab.
"Lagu apa, ma?" Reyhan tanya.
"Lagu Mulan, itu tuuhhh..." Mama gak mau perjelas maksudnya.
"Oo.... Yang ini ya, Ambilkan Mulan-ku..." kata Reyhan serius.
Bapaknya ngakak.

***

Adek kalo mandi, pake shampoo, terus rambutnya dibentuk aneh-aneh, ditarik sana sini jadi kayak tanduk. Trus dia bilang:
"Ma, mau liat kaca. Aku cantik apa cantik?"