Tuesday, June 02, 2009

My Best Friend

A chat with a colleague made me yearn for the movie The Lake house again, so I watched it several times in the past few days. And being silly me, of course I was overwhelmed by it (again!). But my scientific side also argued this time. Actually, there were several things that could not be accepted (at least by a physicist) in that movie. The last act, for example. The one when Kate rushed back to the lake house to send a letter to Alex, begging him not to go to Daley Plaza on that Valentine's day. And then Alex obliged. As the result, he's safe, and could meet Kate at the Lake house 2 years later.

My argument is this: If Alex wasn't killed at the Daley Plaza, then Kate wouldn't go back to the lake house in the first place. She wouldn't find the letters Alex left at the mail box, and they would never exchange letters to each other. In short, there would be no movie. But of course it's possible that Kate still went to the lake house some time later, not right away after the accident (which didn't occur due to her last letter to Alex) and found the letter and so on and so on. In short, the movie still possible to happen. Confuse? Well, don't be. It's just that our action in the past would determine the present and the future. If we did or didn't do something, then the future could be different. So you can imagine if you go back and forth in time, and then you will find different future every time you return to the future. Still confuse? Oh well :D

I really like movies like this, it's romantic but it got me thinking. Having Keanu Reeves and Sandra Bullock as stars in it also helped a lot to the reason. Hahaha.... Ok, I must admit, I like them so much in this movie. It feels so natural. And then, because I watched it on Youtube, I also read the comments from other viewer there. Most of them are fans of Keandra. Most of them are convinced that Keandra are in love with each other. Hmmm... there's a glitch, though. She's married, dooohhh.....

Although at first I tend to agree with the majority of fans who say that the two must get together since it's obvious that they're in love with each other, the more I watch, the more I think it's not like that. It's true that they really like each other. They enjoy each other present and there's an ease between them. But that's it. The love between them is the love between good friends. And maybe it's best to leave it as it is.

I had a good friend like that once. He's my best friend. Before that, I never thought that it's possible for a girl and a guy to be best friends. There must be some romance involve. But then, I knew this guy, and we became good friends. I can say that he's the only guy that I consider my best friend and purely that. Well, it's true that we have different religion and maybe that helped us steer the feeling away from other kind of relationships beside friendship.

Watching Keanu and Sandra laugh together makes me miss the old days. I suddenly realize that now I almost have no best friends anymore; girl or guy. Well I do have some colleagues who can be considered good friends also, but it feels rather different. Then of course, there's nothing like the college days. So carefee, so energetic, but also so emotionally tiring (when it came to failing love relationships, that was). And I remember, I told my best buddy everything. He's my loyal companion. He's smart, especially when it came to computer, so I relied on him to fix my computer. Because of that, he became the only guy who ever visited my room (my landlady was so strict. She banned guys from coming to our room. My buddy was the only one who could come due to my computer problem). We laughed a lot, he's very funny and we had similar sense of humor. He's also very honest, so I could rely on getting the truth from him whenever I want. But it didn't mean that we're always together. He got his own hobby and I got my own. That way, whenever we got together, there's always new stories and adventures to tell. It's very exciting.

After I know my husband, he became my best friend. And he always told me that I'm his only best friend. In a way, that's true. We share everything and we don't hide things from each other. Well at least that's what I believe. But it's slightly different than having a guy best friend like my colleague buddy. I just miss him, and I also miss those days so much.

PS: Of course I have some girl best friends. One friend, in Thailand, is now what I consider my best friend. We always chat almost everyday through FB. Although she's much younger than me, we really have similar taste and sense of humor also. We get along very well, which I couldn't consider the same with most of my colleagues at work. Oh well, that's life. You win some, you loose some.

PSS: Dedicated to my best buddy (you know who you are ;D) and my best gals (and you guys too..... :D)

Thursday, May 14, 2009

I'm not happy anymore

Coming here everyday has become a torture for me

Thinking about it makes my stomach churns

Seeing the coming makes me think of hell

Please God show me an honorable way out

Wednesday, May 13, 2009

No UTOPIA

There's no such thing as perfection.

When the work is interesting, the salary becomes the problem.

When the salary is not a problem, the supervisor provide the problems.

If the supervisor is wonderful, the work would probably be dull.

Darn!

Friday, May 01, 2009

4 kejahatan orang tua kepada anak

#Kejahatan pertama: memaki dan menghina anak

Bagaimana orang tua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.

Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”

Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).

Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.

Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan dirinya.

# Kejahatan kedua: melebihkan seorang anak dari yang lain

Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.

Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).

Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)

# Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi si anak

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)

Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak terkendali.

Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”

Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.

# Kejahatan keempat: tidak memberi pendidikan kepada anak

Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”

Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.

Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).

Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)

Semoga kita tidak termasuk orang tua yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.

Taken from Farah Aminy's note @ facebook

Wednesday, April 22, 2009

Telaah mengenai hari Kartini

Entah kenapa saya gak pernah bisa larut dalam euforia hari kartini ini. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal pikiran saya, tapi saya gak bisa menjabarkannya secara gamblang. Yang pasti, pertanyaan dibawah juga selalu mengusik saya. No offence, tapi saya jauh lebih mengagumi Tjut Nya' Dien dan laksamana Malahayati dibanding Kartini. Dewi Sartika dengan segala sepak terjangnya juga patut dijadikan panutan wanita nusantara. Lalu kenapa justru Kartini yang dipilih? Dibawah inilah alasan-alasannya.

Mengapa setiap 21 April kita memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan?

Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-269

Oleh: Adian Husaini

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS-Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan. Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik 'pengkultusan' R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.

Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.

Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.

Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”

Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”

Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:

“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:

”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!... Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235).

Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).

Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).

Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel. Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan. [Depok, 20 April 2009]

Personal Note: Setelah membaca tulisan di atas, muncul pemikiran bahwa mungkin sudah waktunya peringatan hari Kartini ditelaah lebih lanjut, jadi gak hanya berwujud hari untuk berkostum tradisional seperti yang dipraktekkan sekarang.

Friday, March 27, 2009

My Girl


Ketika mengandung si bungsu ini, kami sekeluarga sedang tinggal di Jepang, menemani bapak yang mendapat beasiswa JDS dari pemerintah Jepang untuk melanjutkan sekolah dan meraih gelas Master di Universitas Waseda, Jepang. Karena memang sudah direncanakan untuk memberikan adik buat Reyhan ketika umurnya sekitar 3 tahun, sebelum berangkat ke Jepang, mama copot spiral dulu. Bulan Januari akhir sampai di Jepang berdua Reyhan (menyusul bapak yang sudah berangkat 6 bulan sebelumnya), bulan maret mama sudah hamil adek.

Kehamilan ke-2 itu mama rasakan awalnya lebih berat dari yang pertama. Waktu hamil Reyhan dulu, di tri-kuarter pertama mama sering merasa mual kalau mencium aroma yang agak kuat seperti wangi soto, toge goreng, dll. Tapi kali ke-2 ini, bahkan mencium aroma nasi yang sedang ditanak pun mama merasa mual. Akibatnya, kalau sedang masak nasi, pintu dapur harus ditutup rapat. Selain itu, aroma kuah udon (apa ya namanya? Toyu? Apa soyu?) juga membuat mama mual. Padahal satu-satunya sarana transportasi ke Tokyo adalah dengan memakai kereta, dan persis di depan pintu masuk stasiun minamiyono ada restoran udon. Waduh, yang ada tiap kali lewat sana, mama harus jalan cepat2 sambil menutup hidung. Selain itu juga mama jadi sering mengantuk (kalau ini nggak aneh lagi, waktu hamil reyhan dulu juga begitu). Di luar itu, yang lainnya normal2 saja.

Bahkan waktu usia kehamilan belum sebulan (jadi sebelum mama sadar sedang hamil dan belum periksa pake test pack), kami sekeluarga ikut ski tur ke Kusatsu Onsen bersama dengan kelas nihongo mama. Disana mama main ski dan mandi di onsen (yang sebenernya berbahaya untuk kehamilan. Tapi karena mama tidak sadar bahwa sedang hamil, jadi mama ikutin aja semua acara. Untung izza gak apa-apa). Tapi kalau diingat2, dulu waktu hamil Reyhan 5 bulan, mama malah naik jet ski di anyer, bersama rombongan wartawan dan bapak. Dan Alhamdulillah gpp kok. Jadi memang kayaknya kandungan mama dan janin anak2 mama cukup kuat, syukur Alhamdulillah.

Dalam perjalanan pulang dari Kusatsu, mama mual2 di perjalanan. Jadi agak curiga, karena biasanya mama gak ada masalah naik kendaraan apapun. Setelah sampai apato, trus bapak beliin test pack. Dan ternyata benar, hasilnya positif. Syukurlah. Tapi bapak sempet ribut, kira2 anak laki2 lagi atau perempuan nih? Karena bapak kan pingin banget punya anak perempuan. Mama juga kepingin sih, anak ke-2 ini perempuan, tapi kalau memang takdir Allah beda, ya mau apa? Yang penting sempurna dan sehat aja deh.

Untuk periksa kehamilan, mama ‘konsultasi’ dulu sama teman2 sesama orang Indonesia di Saitama. Si A saranin ke rumah sakit X, si B saranin ke rumah sakit Y, si C beda lagi sarannya. Daripada bingung, mama datangin aja semua satu2. Hahaha…. Akhirnya kami ditemani Mayumi San (tetangga lantai bawah) kontrol ke rumah sakit di dekat Kita Urawa. Perjalanan ke sana naik, apalagi kalau bukan, sepeda. Huiiihhh… hamil 2 bulan genjot sepeda di tanjakan. Tapi mama pelan2 aja naik sepedanya, takut nanti kenapa2. Trus karena rumah sakit itu dekat sama taman kita urawa yang ada air mancur jogetnya itu, pulang dari rumah sakit, mampir dulu deh ke taman, supaya anak2 bisa main2 dan kami bisa santai sebentar.

Setelah pindah ke Honjo, proses mencari dokter dan rumah sakit berulang. Kali ini lebih sulit karena gak ada Mayumi yang merangkap interpreter dan jarang dokter di Honjo yang ngerti bahasa Inggris. Berkat pertolongan teman dari Waseda, Yayoi San, akhirnya mama berhasil menemukan klinik bersalin kecil yang dokternya punya banyak pasien orang asing. Walau kecil, tapi kebanyakan pasiennya orang2 asing seperti dari Meksiko, Korea, dll. Sepertinya mereka para pekerja pabrik yang banyak terdapat di pinggir kota Honjo.

Selama kehamilan di Honjo, Mama sering sekali naik sepeda. Terpaksa, karena jarak ke stasiun kereta jauh hampir 2 km (tidak seperti di minamiyono yang bisa dicapai dengan jalan kaki) dan bus jarang sekali (hampir 1 jam sekali baru ada bis dari terminal kereta ke terminal shinkansen dekat dorm). Ya sud, jadi lebih sering naik sepeda deh. Kalau berangkat dari dorm, gak masalah karena dorm terletak di atas bukit jadi tinggal meluncur turun saja. Tapi pulangnya yang setengah mati, harus jalan mendorong sepeda naik tanjakan yang lumayan terjal. Apalagi kalau pulang belanja dari supa, sepeda penuh dengan barang belanjaan. Terlebih, kadang Reyhan menolak disuruh turun dari sepeda dan jalan kaki, jadi kami harus mendorong sepeda penuh belanjaan plus Reyhan duduk diatasnya. Alamaaaakkk... baru deh berasa beratnya tinggal di negeri orang, gak punya mobil. Kalo lagi kayak gitu, rasanya pingin bawa mobil yg ada di indonesia atau beli mobil di jepang. Tapi nggak bisa, karena bapak gak dibolehin nyetir selama di jepang itu. Jadi ya serba salah deh. Akhirnya, terima nasib ajalah 

Di usia kehamilan 7 bulan, ada kabar bahwa bapak akan melakukan riset thesisnya di Lombok. Ketika dihitung2, ternyata waktunya bersamaan dengan perkiraan tanggal melahirkan. Wah, semua jadi panik. Soalnya, ibu melahirkan di jepang harus tinggal di rumah sakit minimal 5 hari, untuk memastikan bayinya dan ibunya sehat2. So, kalo waktu itu bapak sedang di lombok? Siapa yang bisa jaga Reyhan? Mama sempet terpikir utk mendatangkan nenek, tapi nenek takut ke jepang sendirian. Mau berangkat kalau berdua inyik. Tapi mama gak punya uang buat mendatangkan keduanya. Kalau cuma inyik sendiri, wah mana bisa kakek dan cucu berduaan di apartemen? Siapa yang ngurusin? Sama aja boong. Akhirnya diputuskan mama dan Reyhan kembali duluan ke Indonesia. Nanti setelah melahirkan, balik lagi ke jepang bersama2. Bisa diantar dari Indonesia, atau dijemput bapak dari Jepang.

Mulai hunting tiket pulang. Ternyata banyak maskapai yang nggak mau menerbangkan ibu hamil diatas 7 bulan. Aduuuuhh… pusing deh. Untungnya Garuda masih mau menerima, walaupun syaratnya banyak. Mesti minta surat keterangan dari dokter lengkap dengan berkas medis mama selama hamil di sana. Lalu mereka akan mengirimkan berkas2 itu ke Indonesia untuk ditelaah dan disetujui oleh dokter Garuda di Indonesia. Setelah disetujui, berkas dikirim lagi ke Garuda Tokyo, baru deh tiket mama bisa di-issued. Huaaa.... ribet bo’. Tapi untungnya gak ada kendala. Dan di usia kehamilan 8 bulan, pulang deh mama ke Indonesia berdua Reyhan (lagi).

Tanggal 3 desember 2004 sore, mama masuk rumah sakit karena setelah diperiksa di dokter ternyata sudah ada bukaan 1 dan memang sudah tanggalnya. Tapi sama sekali belum ada mules2 apapun. Jadi malam itu mama bisa makan dan tidur dengan nyenyak. Bahkan esoknya mama sempat shalat shubuh dulu. Jam 6 pagi itu, mama dipasang infus induksi. Belum ada yang datang menjenguk, jadi mama sendirian saja menghadapi proses kelahiran Izza. Baca Bismillah, semoga semua berjalan lancar. Setengah jam kemudian, mulai terasa mulas, tapi kata suster baru bukaan 4 jadi dokter belum dipanggil. Rasa mulasnya makin terasa, tapi mama tahan karena intervalnya belum terlalu dekat. Sekitar 15 menit kemudian, mama minta suster periksa lagi, katanya sudah bukaan 8, tapi dokter belum bisa datang karena sedang mandi setelah membantu kelahiran pasien di sebelah mama. Aduuuuhhh... gimana toh? Kalau sebentar lagi melahirkan tapi dokter belum selesai mandi, gimana ya?

Akhirnya, 10 menit kemudian, dokter datang. Dan langsung menyuruh mama mengedan. 2 kali mengedan, keluarlah sang bayi. Tanggal 4 Desember 2004 jam 7 pagi, Fayza Yukika Untoro lahir di Rumah sakit Hermina Depok dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm. Lebih kecil dibanding Reyhan yang lahir dengan berat 3,4 kg panjang 51 cm. Tapi yang penting fisiknya sempurna dan sesuai harapan kami, anak perempuan. Namanya mama yang memilihkan. Fayza artinya successful, Yukika berasal dari kata yuki yang artinya salju dan ka yang artinya bunga (kalau digabung, jadinya snow flower alias snowflakes). Mama sengaja memberi nama yang berbau jepang untuk mengingatkan kami akan jepang, tempat tinggal ke-2 yang memberi kesan mendalam bagi kami sekeluarga, terutama mama dan bapak.

Ketika sedang dijahit dokter, HP mama berdering, bapak menelpon dari Jepang. Kaget juga bapak dengar mama sudah melahirkan tapi langsung mengucap syukur mendengar semua lancar2 saja. Agak siang, baru nenek, inyik dan reyhan datang menjenguk.

Umur 1,5 bulan, Izza ikut ke Jepang bersama mama, bapak (yang baru menyelesaikan proyek di lombok) dan kakak Reyhan. Umur 3 bulan, ikut ski trip ke Nakazato (walau protes alias nangis terus diperjalanan karena kedinginan, kayaknya. Dan memang Izza satu2nya bayi di tempat itu. Ortunya rada gendeng, bayi 3 bulan diajak mandi salju. Hehehe….). Umur 4 bulan, Izza diajak keliling2 Osaka, Kyoto dan Universal Studio Osaka. Tapi mayoritas waktu dihabiskan Izza di Honjo, di International House Waseda yang kecil namun nyaman.

Photobucket

Berhubung waktu Reyhan bayi dulu mama masih ngantor, maka kali ini mama bisa leluasa mengurus Izza sepenuhnya dengan sesekali dibantu bapak. Sejak lahir sampai umur 6 bulan, Izza mimik ASI eksklusif. Setelah 6 bulan, mulai mama kenalkan makanan alami seperti sayur2an, nasi dan ikan yang diblender. Wah, izza makan lahap sekali walaupun semua makanan itu dimasak tanpa garam dan gula. Untuk memudahkan, mama memasak semuanya dalam jumlah banyak, lalu membekukannya dalam freezer di kotak tempat membuat ice cube. Trus kalau udah jam makan, tinggal ambil seperlunya dan dicairin di microwave. Siap disantap deh.

Umur hampir 9 bulan, Izza ikutan boyongan ke hotel Washington, Tokyo dan ngikutin upacara wisuda bapak di kampus Tokyo. Gak lama kemudian, sekeluarga pulang deh ke Indonesia. Setelah sekitar 2 bulan tinggal di rumah nenek, mama dan bapak lalu mengontrak rumah di daerah pondok duta tempat kakak pertama kali bersekolah TK.

Sekarang, umur Izza sudah 4 tahun 3 bulan. Sudah makin kenes, makin feminine. Favoritnya adalah princess dan Barbie (bukan bonekanya, tapi film2 dan buku2nya). Izza juga paling suka benda2 yang cantik dan berwarna pink, seperti sepatu, tas, dan asesoris lainnya. Izza senang menyanyi, tapi bukan lagu yang dibuat orang, melainkan lagu yang dikarangnya sendiri. Sambil menyanyi-nyanyi yang kata2nya tidak bisa dimengerti orang lain selain dirinya sendiri, Izza akan menari berputar2 seperti penari balet (hhmmm.... sepertinya ini obsesi terpendam, belajar balet. Tapi mama masih ragu2 utk mengkursuskan balet, takut nanti membawa mudharat. Hehehe…). Izza juga apik, senangnya merapikan selimut atau baju yang berserakan. Izza adalah anak yang senang membantu, kalau dimintai bantuan maka dia akan segera melaksanakan. Tapi jangan coba2 membuatnya kesal, amukannya cukup menakutkan. Ini sering terjadi kalau kakaknya yang suka jahil, iseng mengerjainya. Walau begitu, amukan Izza bisa cepat reda, asalkan kita pintar mengalihkannya saja. Izza juga sudah hafal semua abjad dan angka, jadi sebentar lagi tampaknya bisa diajar membaca. Izza rajin berlatih mewarnai dan menulis, tidak seperti kakak yang paling anti belajar menulis. Hehehe… Sekarang ini mama belum bisa melihat ke arah mana bakat Izza harus diarahkan, tapi satu hal yang pasti, Izza juga harus menguasai bahasa Inggris dengan baik. Perkara bidang apa yang akan ditekuni, mama hanya mendoakan semoga itu adalah yang terbaik buat izza dan yang terpenting Izza enjoy menjalaninya.


Name: Fayza Yukika

There are 11 letters in your name.
Those 11 letters total to 47
There are 5 vowels and 6 consonants in your name.

Your number is: 11

The characteristics of #11 are: High spiritual plane, intuitive, illumination, idealist, a dreamer.
The expression or destiny for #11:
Your Expression number is 11. The number 11 is the first of the master numbers. It is associated with idealistic concepts and rather spiritual issues. Accordingly, it is a number with potentials that are somewhat more difficult to live up to. You have the capacity to be inspirational, and the ability to lead merely by your own example. An inborn inner strength and awareness can make you an excellent teacher, social worker, philosopher, or advisor. No matter what area of work you pursue, you are very aware and sensitive to the highest sense of your environment. Your intuition is very strong; in fact, many psychic people and those involved in occult studies have the number 11 expression. You possess a good mind with keen analytical ability. Because of this you can probably succeed in most lines of work, however, you will do better and be happier outside of the business world. Oddly enough, even here you generally succeed, owing to your often original and unusual approach. Nonetheless, you are more content working with your ideals, rather than dollars and cents.

The positive aspect of the number 11 expression is an always idealistic attitude. Your thinking is long term, and you are able to grasp the far-reaching effects of actions and plans. You are disappointed by the shortsighted views of many of your contemporaries. You are deeply concerned and supportive of art, music, or of beauty in any form.

The negative attitudes associated with the number 11 expression include a continuous sense of nervous tension; you may be too sensitive and temperamental. You tend to dream a lot and may be more of a dreamer than a doer. Fantasy and reality sometimes become intermingled and you are sometimes very impractical. You tend to want to spread the illumination of your knowledge to others irrespective of their desire or need.

Your Soul Urge number is: 6
A Soul Urge number of 6 means:
With a number 6 Soul Urge, you would like to be appreciated for your ability to handle responsibility. Your home and family are likely to be a strong focus for you, perhaps the strongest focus of your life. Friendship, love, and affection are high on your list of priorities for a happy life. You have a lot of diplomatic tendencies in your makeup, as you are able to rectify and balance situations with an innate skill. You like working with people rather than by yourself. It is extremely important for you to have harmony in your environment at all times.
The positive side of the 6 Soul Urge produces a huge capacity for responsibility; you are always there and ready to assume more than your share of the load. If you possess positive 6 Soul Urges and express them, you are known for your generosity, understanding and deep sympathetic attitude. Strong 6 energy is very giving of love, affection, and emotional support. You may have the inclination to teach or serve your community in other idealistic ways. You have natural abilities to help people. You are also likely to have artistic and creative leanings.
If you have an over-supply of 6 energy in your makeup, you may express some of the negative traits common to this number. With such a strong sympathetic attitude, it is easy to become too emotional. Sometimes the desires to render help can be over done, and it can become interfering and an attitude that is too protective, rather than helpful. The person with too much 6 energy often finds that people tend to take advantage of this very giving spirit. You may tend to repress your own needs so that you can cater to the demands from others. At times, there may be a tendency in this, for becoming over-loaded with such demands, and as a result become resentful.

Your Inner Dream number is: 5
An Inner Dream number of 5 means:
You dream of being totally free and unrestrained by responsibility. You see yourself conversing and mingling with the natives in many nations, living for adventure and life experiences. You imagine what you might accomplished.

My Boy


Reyhan Anindya Untoro lahir pada tanggal 20 Januari 2001 alias 20-01-2001 pada jam 19.55 (sayangnya bukan jam 20.01 ya. Tapi nungguin sampe brojol jam segitu udah dari subuh, je. Masak mo disuruh nunggu dulu sampe pas jam 20.01? Hehehe....) di Rumah sakit Mitra Keluarga Jatinegara (sekarang Mitra Internasional). Dokter yang membantu kelahiran adalah dokter Lilik (dokter yang sama yang ngebantu tanteku melahirkan sepupuku Ryan setahun sebelumnya).

Sejak kecil, kecerdasannya yang diatas rata-rata sudah terlihat. Di umur setahun lebih dia senang sekali menonton VCD kelompok musik Raihan dari Malaysia. Walhasil, di umur kurang dari 2 tahun Reyhan sudah bisa menyanyikan sebagian lagu-lagu yang sering didengarnya di VCD itu dengan nada yang tidak fals. Bahkan untuk lagu shalawat, Reyhan bisa mengikuti irama pukulan rabananya dengan sangat tepat (memakai gendang rabana kecil yang dibelikan nenek karena Reyhan ingin memainkan alat musik yang sama dengan yang dimainkan personel Raihan di VCD tersebut). Di usia kurang dari 2 tahun itu pula Reyhan sudah bisa menghafal dan menyanyikan lagu-lagu anak-anak seperti naik gunung, heli, balonku, ABC, cicak, dll. Kami hitung-hitung jumlahnya sekitar 22 lagu. Dan semua lagu-lagu itu biasanya hanya dipelajari selama beberapa hari. Di malam hari, sebelum tidur, bapaknya mengajarkan dan mengajak Reyhan menyanyi lagu-lagu anak-anak. Satu lagu dapat dia kuasai dalam waktu 2-3 hari saja.

Di usia 2 tahun itu Reyhan juga sudah hafal abjad dan angka. Kemungkinan besar ini terbantu oleh poster-poster abjad-angka yang kami tempelkan di dinding. Sebetulnya kami tidak mengajarkannya secara khusus. Reyhan sendiri yang tertarik melihat poster itu dan bertanya huruf-huruf apa yang ada disana. Dalam waktu kurang dari sebulan, seluruh huruf itu sudah dihafalnya.

Reyhan memenangkan pialanya yang pertama ketika berumur sekitar 2,7 tahun. Waktu itu, ada pertandingan mengenali bentuk yang diadakan oleh Scott Emulsion. Iseng-iseng, saya daftarkan Reyhan ikut pertandingan itu. Dengan penuh semangat dan percaya diri, Reyhan memilih dan menunjukkan semua bentuk yang diminta oleh juru bicaranya. Dan tak disangka, dia menjadi juara 1, mengalahkan banyak anak lain yang bahkan lebih tua darinya dan memenangkan piala, goody bags, dan uang sebesar 250 ribu rupiah. Waaahhh... senangnya. Benar-benar kejutan.

Ketika usia Reyhan 3 tahun, mama dan Reyhan terbang ke Jepang menyusul bapak yang sudah berangkat 6 bulan sebelumnya. Itu adalah perjalanan naik pesawat yang pertama kali buat Reyhan. Karena pesawat yang dinaiki adalah MAS (Malaysian Air), jadilah kami harus transit di KL dulu. Sebelumnya mama sempat khawatir juga karena baru kali ini pergi sendirian membawa anak dan untuk jarak yang lumayan jauh pula (ke negeri orang, naik pesawat terbang). Tapi syukur Alhamdulillah tidak ada kesulitan sama sekali yang dialami selama dalam perjalanan. Sebagian besar waktu kami habiskan untuk tidur karena itu memang night flight. Sampai di Jepang jam 6 pagi, tapi bapak baru muncul sekitar jam 9 pagi untuk menjemput kami. Alasannya, rumahnya jauh dari airport, jadi perjalanan dengan kereta api dari rumah ke airport memakan waktu cukup lama.

Tempat tinggal kami yang pertama di Jepang adalah di kota saitama, tepatnya di minami-yono, apartemen Bell Height. Bapak memilih apartemen ini dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah karena di gedung itu tinggal satu keluarga Jepang yang memiliki 3 orang anak kecil yang usianya kira-kira sama dengan Reyhan. Bapak memperkirakan bahwa anak-anak itu bisa menjadi teman bermain Reyhan selama di Jepang. Dan ternyata bapak benar. Kami jadi berteman akrab dengan keluarga itu, keluarga Sakaji. Ketiga anak mereka: Kazuki, Gun dan Sugemi menjadi teman bermain Reyhan sehari-hari. Bahkan tak jarang kami bermain di apato mereka yang penuh dengan mainan anak-anak. Kadang-kadang, ketika bapak sedang kuliah di kampus, Mama dan Reyhan pergi berbelanja di supa dibawah stasiun kereta api minami-yono. Biasanya Mama menyempatkan menemani Reyhan bermain di taman kecil di seberang supa itu. Di saat-saat seperti itu, menikmati matahari yang hangat dan udara segar, menonton Reyhan berlarian di taman atau bermain pasir, merupakan saat-saat yang paling membahagiakan buat mama. Dan mama rasa buat Reyhan juga.

Photobucket
Jepang memang tempat yang sangat baik untuk membesarkan anak. Udaranya relatif lebih bersih daripada Jakarta dan banyak sekali taman bermain yang dekat dari rumah. Di sana, anak-anak bisa bebas bermain bermacam-macam mainan seperti slide, seesaw, ayunan, rides, dan pasir. Letaknya pun biasanya jauh dari jalan raya, sehingga kita tak perlu khawatir ada kendaraan umum yang mengebut (walau ini juga jarang ditemui di jalan raya) atau anak yang menyelonong lari ke jalan raya. Kebanyakan orang mengendarai sepeda, jadi polusi udara lebih sedikit dan badan lebih sehat.

Belum setahun tinggal di Minamiyono, bapak memutuskan untuk pindah ke dorm kampus di Honjo. Kata bapak, di Honjo biaya sewanya lebih murah. Selain itu, tak perlu memikirkan bayaran gas dan listrik karena hanya dikenakan tambahan 5 ribu yen dan pemakaian bisa sepuasnya. Walau Mayumi Sakaji terlihat sangat berat dengan kepindahan kami dan berusaha ‘membujuk’ mama untuk membatalkannya, tapi berhubung kondisi keuangan yang menipis, jadilah kami tetap pindah ke Honjo.

Kondisi di Honjo jauh lebih sepi daripada di minami-yono. Teman-teman dari Indonesia juga cuma ada 2, berbeda dengan di Minami yono dimana mama punya ‘genk’ pengajian ibu-ibu saitama. Tapi memang biaya hidup lebih murah, dan pengeluaran lebih kecil. Diluar itu, kondisi secara keseluruhan hampir sama. Oya, Waseda menyediakan mobil yang bisa mengantarkan kita dari kampus Honjo ke kampus tokyo. Jadi kalau mau ke tokyo, tak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos kereta (yang lumayan mahal, sekitar 1000 yen per orang, karena lokasi Honjo yang jauh). Di honjo juga ada taman yang lumayan besar dengan mainan yang lebih banyak dibanding taman-taman di Minami-yono. Di taman Honjo ini ada perosotan yang tingiiiiiiiiiii sekali. Mama saja jadi agak ngeri melihatnya karena kok tinggi sekali ya. Tapi, once again, walau tinggi begitu, sama sekali tidak membahayakan. Pembuatnya sudah merancang sedemikian rupa hingga pada waktu sang anak (atau siapapun yang naik perosotan itu) mendekati bagian bawahnya, kecepatannya sudah sangat jauh berkurang hingga akhirnya berhenti sebelum mencapai bibir perosotan. Benar-benar sangat mengutamakan keselamatan anak-anak. Demikian pula mainan yang lainnya, dirancang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan bagi anak-anak yang menikmati mainan-mainan itu. Singkat kata, Jepang memang surga bagi orangtua dan anak.

2 bulan di Jepang, mama hamil anak kedua, si adek. Ketika kehamilan masuk bulan ke-8, mama pulang ke Indonesia, once again hanya berduaan dengan Reyhan. Perjalanan pulang berlangsung lancar. Di bulan Desember 2004, sebulan sebelum Reyhan berusia 4 tahun, lahirlah adiknya yang kami beri nama Fayza Yukika Untoro. Mama yang memilihkan nama ini. Fayza artinya successful. Yukika artinya snow flower (yuki artinya snow, ka artinya bunga. Bunga salju sebetulnya tidak ada, tapi kiasan orang jepang untuk snow flakes yang bentuknya kadang menyerupai bunga). Mama sengaja memilih nama ini karena mama sangat menyukai salju, dan adik lahir di bulan Desember, which is a winter season in Japan. Menurut cerita bapak, sekitar tanggal kelahiran adik itu turun salju yang cukup banyak di Honjo, hingga menutupi tanah sekitar 5-7 cm! Wah, sayang sekali mama dan Reyhan tidak ada di sana, jadi tak melihatnya deh. Tapi tak apa, karena ketika kami kembali ke Jepang di Bulan Februari (kali ini bersama bapak yang baru menyelesaikan penelitian di Lombok dan Fayza yang baru berumur 1 bulan), masih ada sedikit2 hujan salju yang turun jadi Reyhan bisa bermain salju juga.

Bulan maret akhir, kami pergi bermain ski di Nakazato resort, Gunma. Cukup 2 kali perjalanan naik kereta, walau agak lama juga perjalanannya. Sayangnya cuaca waktu itu kurang baik, sedang ada badai salju. Tapi Reyhan tak peduli, terus saja bermain salju sepuasnya. Hanya adik yang kasihan, tak tahan dengan dinginnya jadi menangis terus. Di bulan april, ketika hampir musim Sakura, kami sekeluarga pergi ke Osaka-Kyoto-Nagoya. Perjalanannya cukup berkesan, walau lumayan berat karena membawa dua anak balita. Hebatnya, anak2 itu senang-senang saja selama perjalanan dan tidak sakit walau perjalanan cukup melelahkan dan cuaca masih lumayan dingin. Sepulang dari sana (seminggu kemudian), malah mama dan bapak yang sakit kecapekan.

Bulan September akhir tahun 2005, kami kembali ke Indonesia. Bulan Oktober kami mulai mengontrak rumah di daerah Pondok Duta, Depok. Kebetulan tak jauh dari situ ada Tk dan SD Pondok duta. Mengingat umur Reyhan yang hampir 5 tahun, mama coba daftarkan di TK Pondok Duta. Dan Alhamdulillah diterima di TK B, karena Reyhan sudah mengenal abjad dan angka. Tapi Ibu kepala sekolah sempat memberi warning pada mama bahwa kalau di bulan Juni nanti Reyhan belum siap untuk masuk SD, maka akan mengulang di TK B. Mama setuju saja, karena mama yakin dengan kemampuan Reyhan. Dan ternyata benar, Reyhan tak mendapat masalah berarti selama mengikuti pelajaran di TK dan bisa lulus bersama teman-teman sekelasnya. Ketika menjalani tes masuk SD-pun Reyhan bisa mengerjakan semuanya dengan baik, dan akhirnya diterima di SD Pondok Duta.

Mendekati akhir tahun ajaran ketika Reyhan kelas 1, kami membeli dan membangun sebuah rumah di daerah Jagakarsa, dekat rumah nenek. Pertimbangannya supaya mudah bagi nenek-inyik kalau mau menjenguk cucu dan juga mudah bagi kami menitipkan anak-anak pada neneknya. Ketika Reyhan kelas 2, di bulan November 2007, kami pindah ke rumah baru itu. Berhubung tanggung, jadilah setiap pagi bapak harus mengantarkan Reyhan ke SD Pondok Duta dulu sebelum ke kantor. Akhirnya bapak tak sanggup, dan kami berusaha mencarikan sekolah yang lebih dekat ke rumah untuk Reyhan. Lalu kami menemukan SDIT An-Nuriyah di dekat rumah, tempat anak salah satu tetangga juga bersekolah. Lalu di bulan Januari 2008 Reyhan mulai bersekolah di SDIT An-Nuriyah.

Sekarang Reyhan sudah duduk di kelas 3 walau usianya baru 8,5 tahun. Alhamdulillah Reyhan tidak menemui kesulitan berarti dalam belajar, bahkan nilai-nilainya cenderung sangat baik. Kemarin dia baru menunjukkan hasil ulangan-ulangan hariannya yang dikumpulkan oleh bu guru, dan sebagian besar ulangan itu mendapat nilai 100. Hanya beberapa yang mendapat nilai 95 dan hanya 1 kalau tak salah yang mendapat nilai 85. Bukan main, anak mama. Padahal pelajarannya pun tak bisa dipandang enteng. Sebagai mantan guru bahasa Inggris, terus terang mama agak terkejut ketika melihat materi pelajaran bahasa Inggris di SD itu, sudah sangat maju. Kalau boleh jujur, materi yang dipelajari Reyhan itu dulu diajarkan pada murid basic 4 di LIA. Bahasa arabnya pun sulit. Adik mama, Om Afi, yang sedang memperdalam bahasa Arab, terkejut ketika melihat buku pelajaran bahasa Arab Reyhan. Menurutnya, materinya sangat advanced. Dan menurut mama juga begitu, karena sedikit banyak dulu mama pernah belajar bahasa arab tapi di SMP! Nah, pelajaran Reyhan sekarang itu kira-kira setara dengan pelajaran di SMP kelas 3 mama dulu. Belum lagi materi pelajaran komputer dan matematika. Kadang mama kasihan juga melihatnya yang sudah harus menghadapi sekian banyak materi pelajaran sulit. Tapi apa mau dikata, memang sudah seperti itulah kurikulum SD jaman sekarang.

Disamping kecerdasan yang cukup tinggi, Reyhan terlihat memiliki minat terhadap ilmu pengetahuan dan teka-teki. Dia senang sekali membaca buku-buku mengenai percobaan-percobaan ilmiah. Komputer juga merupakan salah satu pelajaran kesukaannya, karena dia bisa belajar bagaimana menciptakan gambar-gambar dan hal baru lainnya memakai program komputer. Terus terang mama senang sekali melihat kecenderungan ini. Kami berusaha memenuhi permintaannya selama kami sanggup dan memang merangsang daya pikirnya (kalau Reyhan minta dibelikan komik, biasanya mama alihkan ke buku ilmu pengetahuan). Kalau sedang membaca buku percobaan ilmiah, Reyhan terlihat sangat serius dan ingin segera mencobanya sendiri. Disini terlihat karakternya yang tekun dan memiliki rasa keingin tahuan yang besar, jadi kami rasa Reyhan akan cocok menjadi seorang researcher atau peneliti.

Karakter lainnya yang juga terlihat adalah dia cenderung betah tinggal di rumah, atau punya sifat rumahan. Selain itu, rasa percaya dirinya yang kurang membuatnya tidak nyaman kalau berhadapan dengan orang baru, dan cenderung menarik diri dari pergaulan. Ini artinya kami mungkin jangan mengarahkan Reyhan untuk berkiprah di bidang yang mengharuskannya untuk bertemu dengan banyak orang seperti diplomat atau manajer, tapi ke bidang-bidang yang membutuhkan konsentrasi dan daya nalar yang baik seperti peneliti, dokter spesialis, dosen, ilmuwan, dst.

Catatan ini mama buat untuk bahan pertimbangan dan alat bantu bagi Reyhan jika tiba masanya Reyhan harus memutuskan jurusan apa yang harus dipilihnya dan bidang apa yang harus ditekuninya. Semoga pengamatan mama ini benar dan bisa membantu sehingga Reyhan tidak salah memilih masa depan. Amiiin.

Tulisan diatas mama buat kemarin. Hari ini, mama menemukan tulisan di bawah ini. And guess what, ternyata pengamatan mama gak jauh beda dengan pemaparan di bawah!

Name: Reyhan Anindya

There are 13 letters in your name.
Those 13 letters total to 67
There are 5 vowels and 8 consonants in your name.

Your number is: 4

The characteristics of #4 are: A foundation, order, service, struggle against limits, steady growth.

The expression or destiny for #4:
Order, service, and management are the cornerstones of the number 4 Expression. Your destiny is to express wonderful organization skills with your ever practical, down-to-earth approach. You are the kind of person who is always willing to work those long, hard hours to push a project through to completion. A patience with detail allows you to become expert in fields such as building, engineering, and all forms of craftsmanship. Your abilities to write and teach may lean toward the more technical and detailed. In the arts, music will likely be your choice. Artistic talents may also appear in such fields as horiculture and floral arrangement, as well. Many skilled physicians and especially surgeons have the 4 Expression.

The positive attitudes of the 4 Expression yield responsibility; you are one who no doubt, fulfills obligations, and is highly systematic and orderly. You are serious and sincere, honest and faithful. It is your role to help and you are required to do a good job at everything you undertake.

If there is too much 4 energies present in your makeup, you may express some of the negative attitudes of the number 4. The obligations that you face may tend to create frustration and feelings of limitation or restriction. You may sometimes find yourself nursing negative attitudes in this regard and these can keep you in a rather low mood. Avoid becoming too rigid, stubborn, dogmatic, and fixed in your opinions. You may have a tendency to develop and hold very strong likes and dislikes, and some of these may border on the classification of prejudice. The negative side of 4 often produces dominant and bossy individuals who use disciplinarian to an excess. These tendencies must be avoided. Finally, like nearly all with 4 Expression, you must keep your eye on the big picture and not get overly wrapped up in detail and routine.

Your Soul Urge number is: 8

A Soul Urge number of 8 means:
With an 8 soul urge, you have a natural flair for big business and the challenges imposed by the commercial world. Power, status and success are very important to you. You have strong urges to supervise, organize and lead. Material desires are also very pronounced. You have good executive abilities, and with these, confidence, energy and ambition.

Your mind is analytical and judgment sound; you're a good judge of material values and also human character. Self-controlled, you rarely let emotions cloud judgment. You are somewhat of an organizer at heart, and you like to keep those beneath you organized and on a proper track. This is a personality that wants to lead, not follow. You want to be known for your planning ability and solid judgment.

The negative aspects of the 8 soul urge are the often dominating and exacting attitude. You may have a tendency to be very rigid, sometimes stubborn.

Your Inner Dream number is: 5

An Inner Dream number of 5 means:
You dream of being totally free and unrestrained by responsibility. You see yourself conversing and mingling with the natives in many nations, living for adventure and life experiences. You imagine what you might accomplished.

Friday, March 20, 2009

Perhaps, Perhaps, Perhaps (AHA Centre Theme Song)


You won't admit you'll hire me.
And so how am I ever to know?
You always tell me
perhaps, perhaps, perhaps.

A million times I've asked you,
and then I ask you over again,
you only answer
perhaps, perhaps, perhaps.

If you can't make your mind up,
we'll never get started.
And I don't want to wind up
being parted, broken-hearted.
So if you really like me,
say yes.
But if you don't, dear, confess.
And please don't tell me
perhaps, perhaps, perhaps.

(Solo Section)

If you can't make your mind up,
we'll never get started.
And I don't want to wind up
being parted, broken-hearted.
So if you really love me,
say yes.
But if you don't, dear, confess.
And please don't tell me
perhaps, perhaps, perhaps,
perhaps, perhaps, perhaps,
perhaps,
perhaps,
per………….haps

PS: The italic words have been changed.

PSS: OK boss, Mrs. D, let's sing together :D

Wednesday, March 04, 2009

K.A.C.A.U

Tambah lama, tambah bete ama ini kantor
Numpang tanya, ada yang tau gak sih
proses penggajian itu kyk gimana?

Mesti kemana trus siapa yang ngurus?
Duuuhhhh... kantor kok lebih kacau dari warteg ya?
Adaaaaa........ aja alesan buat nunda gaji orang!
Setiap bulan!!!!!!! Aaaaarrrggghhhh.........