Saturday, June 17, 2006

Sang Buah Hati

Minggu lalu, milis alumni fisika dikejutkan oleh sebuah berita duka, yaitu meninggalnya 3 orang putra salah seorang rekan kami yang bernama Iman Abdullah. Iman ini yunior saya, 2 angkatan dibawah saya. Namun saya kenal cukup akrab karena sama-sama aktif di himpunan dan Salman. Masih terbayang jelas dalam ingatan saya rupa imut Iman yang selalu tersenyum dan ceria, juga bagaimana sholeh dan alimnya dia. Iman biasa memanggil saya dengan sebutan teh Ully (dari kata teteh atau kakak dalam bahasa sunda).

Karena itu, betapa terkejutnya saya ketika membaca berita itu. Tak terbayang rasanya, jangankan kehilangan 3 anak sekaligus, 1 anak saja pasti sudah dalam sekali kedukaan yang dirasakan. Yang lebih mencengangkan, belakangan ada berita yang mengindikasikan bahwa ketiga anak yang sedang lucu-lucunya itu bukan meninggal karena sakit atau kecelakaan, melainkan karena dibunuh oleh ibunda mereka sendiri, orang yang merasakan beratnya mengandung dan sakitnya melahirkan ketiga anak tersebut! Ini berita yang saya cuplik dari republika online:

Kasih Ibu Berujung Petaka

Air mata, tampaknya tak lagi dimiliki Iman Abdullah setelah peristiwa itu. Habis terkuras kepedihan yang dialaminya. Tiga anak, buah hati yang selama ini menghidupi semangatnya dari hari ke hari, punah dalam waktu bersamaan. Yang lebih menggiriskan, semua itu kemungkinan besar dilakukan belahan jiwanya yang lain, sang istri, Anik Koriah.

''Saya baru selesai menangis Senin malam (12/6),'' kata Iman, ketika ditemui di rumah kerabat jauhnya di Margahayu, Bandung. ''Itu pun karena mata saya tak lagi mengalirkan air.'' Iman, rasanya tidak tengah melebih-lebihkan. Kelopak matanya menonjol sembab, membuat matanya seolah hanya merupakan garis tipis. Dari garis itu, tak terlihat sinar apa pun mengintip. Tatapannya saat berbicara pun sering kali membentur dinding kosong.

Tetapi, Iman sama sekali bukan lelaki berjiwa ringkih. Suami, bapak, mana yang akan sanggup menghadapi semua itu dengan keteguhan sebagaimana diperlihatkannya selama ini? Jumat (9/6) lalu, kepulangannya ke rumah seolah hanya untuk menemui tiga jasad terkasih itu terbujur kaku tanpa nyawa. Anak-anak yang tengah lucu-lucunya: Abdullah Faras Elmaki (6 tahun) Nazhif Aulia Rahmatullah (3), dan Muhammad Umar, yang baru berusia tujuh bulan. Direktur Lembaga Wakaf Zakat (LWZ), Masjid Salman- Institut Teknologi Bandung (ITB), itu bahkan masih tegar untuk memimpin warga melakukan shalat jenazah untuk ketiga putranya itu di Masjid RS Al-Islam, Bandung.

Sebelumnya, kepulangan Iman ke rumah setelah sejak Rabu (7/6) tidur berbekal kesibukan di kantornya itu, masih sempat melarikan ketiga anaknya ke RS Al-Islam. Tetapi, memang tak ada lagi yang bisa dilakukan. Ketiga anak mungil itu telah meninggal dunia, bahkan sebelum dibawa ke RS. Tim medis RS Al-Islam juga tidak bisa mengetahui apa yang menjadi sebab meninggalnya ketiga anak itu. Pasalnya, baik Iman maupun istrinya, saat itu meminta pihak RS tidak melakukan otopsi.

Tetapi, saat itu pun polisi sudah menaruh curiga. Karena itu, polisi sempat mengamankan beberapa barang di rumah pasangan Iman dan Anik, seperti botol susu, obat-obatan, serta penggorengan yang digunakan. Semula polisi menduga, ketiga anak itu tidak lebih dari korban keracunan. Soalnya, saat anak-anak itu dibawa ke rumah sakit, bibir ketiganya terlihat membiru.

Tetapi, untuk mengaitkan sangkaan itu kepada Anik, sang ibu, tak terpikirkan seorang pun. ''Sebagai tetangganya, kami hanya berpikir keracunan. Apalagi sekaligus tiga orang anak,'' kata Asep, salah seorang tetangga keluarga Iman di Margahayu.
Memang, sukar untuk mempercayai betapa Anik tega melakukan semua itu. Ibu muda itu jauh dari kesan seorang ibu yang akan tega menyakiti darah dagingnya sendiri. Dilahirkan 31 tahun lalu, sebagaimana Iman sendiri, Anik Koriah adalah lulusan cemerlang ITB. Anik berkuliah di Jurusan Arsitektur ITB, sebelum kemudian pindah jurusan ke Planologi. Di jurusan baru itulah prestasinya tercatat cemerlang, hingga lulus dengan indeks prestasi di atas 3.


Tidak sekadar cerdas, Anik juga tergolong aktivis. ''Sejak semester-semester awal, dia sudah aktif di Masjid Salman,'' kata seorang rekannya. Wajar, bila semua fakta itu, dibenturkan dengan kenyataan Anik yang saat ini menjadi satu-satunya tersangka, membuat banyak kalangan terperangah.

Lalu, apa yang membuat Anik bisa jatuh kepada kekhilafan setragis itu? Hingga saat ini banyak versi beredar. Yang paling banyak disebut adalah soal 'jatuhnya' kondisi sosial ekonomi Anik pascapernikahannya dengan Iman. Sebelum menikah, Anik, putri seorang dokter terkemuka di Boyolali, tergolong mahasiswa berkecukupan. Kabarnya, setelah menikah, justru ia baru merasakan pahitnya kesulitan ekonomi.

Tetapi, sangkaan bahwa soal ekonomilah yang menjadi penyebab semuia itu, langsung dibantah Iman. ''Gaji saya di Salman tergolong paling tinggi,'' kata Iman, tanpa menyebutkan nominal. Ia juga mengaku mendapatkan mobil dinas, yang kadang digunakan juga untuk urusan keluarganya. Namun, Iman sendiri hingga kini masih belum mengetahui pasti penyebabnya.
Yang agak jelas, semua itu tampaknya berhubungan dengan kondisi kejiwaan Anik. Paling tidak, itulah versi polisi saat ini, sebagaimana diungkapkan Kapolresta Bandung Timur, AKBP Edison Sitorus, Selasa (13/6) lalu.


Selain itu, Adardam Achyar, penasihat hukum yang kini menangani Anik, juga menguatkan hal tersebut. Menurut Adardam, indikasi adanya gangguan kejiwaan dalam kasus ini begitu kuat. ''Saat ngobrol, ekspresi Anik selalu berubah-ubah,'' kata Adardam, tentang kliennya itu. Ia juga mengakui, sering kali pembicaraan Anik juga tidak terfokus.

Adardam bahkan bercerita, Anik sempat mengakui sendiri pembunuhan itu. Kepada Adardam ia mengaku, pembunuhan yang dilakukannya itu semata karena kasih sayangnya terhadap ketiga anaknya itu. ''Ia sangat senang bercerita tentang anak-anaknya. Bahkan, katanya, dia melakukan hal itu juga karena sayang,'' kata Adardam.

Pernyataan Adardam itu dikuatkan Iman. ''Istri saya memang mengatakan seperti itu. Tetapi, saya sendiri tak habis mengerti dengan apa yang dilakukannya,'' kata Iman. Akankah Iman memaafkan sang istri? Ia mengaku, meski tidak akan pernah memahami penyebabnya, rasa sayang akan istrinya kini justru bertambah. Bagaimanapun, kata Iman, istrinya itu merupakan ladang amal dan amanah yang harus dijaga selama hidup. Iman sendiri memandang kejadian yang menimpanya sebagai ujian dari Tuhan. ''Meski saya akui, ini ujian terberat yang pernah saya terima,'' kata dia. ( dsy/rfa )

Saya (dan banyak rekan lainnya) yang tidak mengalami sendiri tak bisa menahan rasa haru dan tangis mendengar kisah sedih ini. Anaknya yang tertua, Faras, baru berusia 5 tahun 10 bulan, hampir seusia Reyhan, dan bersekolah di TK, sama seperti Reyhan. Tak berbayangkan rasanya jika kejadian seperti ini menimpa anak-anak saya, atau bahkan salah satu anak saja, apakah saya masih bisa berfikiran positif dan setabah Iman. Yang jelas, setiap kali saya memeluk atau mencium anak-anak, yang terbayang adalah ketiga anak tak berdosa itu, dan saya mengucap syukur sedalam-dalamnya bahwa saya masih bisa memiliki mereka, buah hati saya.

Mungkin saya an teman-teman tidak akan pernah tahu apa yang menjadi penyebab sebenarnya dari tragedi ini. Yang pasti kami semua turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah tersebut. Semoga Iman dan keluarga diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapinya dan ketiga malaikat kecil itu akan menjadi penjemput dan pendampingnya diakhirat nanti. Amiiinnn

Note: buat yang ingin lihat berita lengkapnya, silahkan klik link2 ini:

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/10/0104.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/16/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/14/0103.htm
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/13/0201.htm

1 comment:

miaridho said...

sedih yah Mbak, so tragic...gag tau apa siy yang mendasari perbuatan ibu itu, apa bener yang jadi rekaan media selama ini..apa bener emang jiwanya sakit-tertekan-gag sanggup lagi bertahan...gag sampe banget deh pemikiran gw sama kejadian ini:(...mudah2an Allah selalu menjaga kita dan keluarga kita yah Mbak...

*dan di belahan dunia lain, seorang ibu muda berharap besar punya kesempatan memiliki..at least 1 orang ajah anak...sigh*