Thursday, May 14, 2009

I'm not happy anymore

Coming here everyday has become a torture for me

Thinking about it makes my stomach churns

Seeing the coming makes me think of hell

Please God show me an honorable way out

Wednesday, May 13, 2009

No UTOPIA

There's no such thing as perfection.

When the work is interesting, the salary becomes the problem.

When the salary is not a problem, the supervisor provide the problems.

If the supervisor is wonderful, the work would probably be dull.

Darn!

Friday, May 01, 2009

4 kejahatan orang tua kepada anak

#Kejahatan pertama: memaki dan menghina anak

Bagaimana orang tua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.

Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”

Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).

Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.

Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan dirinya.

# Kejahatan kedua: melebihkan seorang anak dari yang lain

Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.

Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).

Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)

# Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi si anak

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)

Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak terkendali.

Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”

Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.

# Kejahatan keempat: tidak memberi pendidikan kepada anak

Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”

Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.

Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).

Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)

Semoga kita tidak termasuk orang tua yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.

Taken from Farah Aminy's note @ facebook

Wednesday, April 22, 2009

Telaah mengenai hari Kartini

Entah kenapa saya gak pernah bisa larut dalam euforia hari kartini ini. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal pikiran saya, tapi saya gak bisa menjabarkannya secara gamblang. Yang pasti, pertanyaan dibawah juga selalu mengusik saya. No offence, tapi saya jauh lebih mengagumi Tjut Nya' Dien dan laksamana Malahayati dibanding Kartini. Dewi Sartika dengan segala sepak terjangnya juga patut dijadikan panutan wanita nusantara. Lalu kenapa justru Kartini yang dipilih? Dibawah inilah alasan-alasannya.

Mengapa setiap 21 April kita memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan?

Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-269

Oleh: Adian Husaini

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS-Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan. Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik 'pengkultusan' R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.

Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.

Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.

Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”

Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”

Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:

“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:

”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!... Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235).

Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).

Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).

Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel. Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan. [Depok, 20 April 2009]

Personal Note: Setelah membaca tulisan di atas, muncul pemikiran bahwa mungkin sudah waktunya peringatan hari Kartini ditelaah lebih lanjut, jadi gak hanya berwujud hari untuk berkostum tradisional seperti yang dipraktekkan sekarang.

Friday, March 27, 2009

My Girl


Ketika mengandung si bungsu ini, kami sekeluarga sedang tinggal di Jepang, menemani bapak yang mendapat beasiswa JDS dari pemerintah Jepang untuk melanjutkan sekolah dan meraih gelas Master di Universitas Waseda, Jepang. Karena memang sudah direncanakan untuk memberikan adik buat Reyhan ketika umurnya sekitar 3 tahun, sebelum berangkat ke Jepang, mama copot spiral dulu. Bulan Januari akhir sampai di Jepang berdua Reyhan (menyusul bapak yang sudah berangkat 6 bulan sebelumnya), bulan maret mama sudah hamil adek.

Kehamilan ke-2 itu mama rasakan awalnya lebih berat dari yang pertama. Waktu hamil Reyhan dulu, di tri-kuarter pertama mama sering merasa mual kalau mencium aroma yang agak kuat seperti wangi soto, toge goreng, dll. Tapi kali ke-2 ini, bahkan mencium aroma nasi yang sedang ditanak pun mama merasa mual. Akibatnya, kalau sedang masak nasi, pintu dapur harus ditutup rapat. Selain itu, aroma kuah udon (apa ya namanya? Toyu? Apa soyu?) juga membuat mama mual. Padahal satu-satunya sarana transportasi ke Tokyo adalah dengan memakai kereta, dan persis di depan pintu masuk stasiun minamiyono ada restoran udon. Waduh, yang ada tiap kali lewat sana, mama harus jalan cepat2 sambil menutup hidung. Selain itu juga mama jadi sering mengantuk (kalau ini nggak aneh lagi, waktu hamil reyhan dulu juga begitu). Di luar itu, yang lainnya normal2 saja.

Bahkan waktu usia kehamilan belum sebulan (jadi sebelum mama sadar sedang hamil dan belum periksa pake test pack), kami sekeluarga ikut ski tur ke Kusatsu Onsen bersama dengan kelas nihongo mama. Disana mama main ski dan mandi di onsen (yang sebenernya berbahaya untuk kehamilan. Tapi karena mama tidak sadar bahwa sedang hamil, jadi mama ikutin aja semua acara. Untung izza gak apa-apa). Tapi kalau diingat2, dulu waktu hamil Reyhan 5 bulan, mama malah naik jet ski di anyer, bersama rombongan wartawan dan bapak. Dan Alhamdulillah gpp kok. Jadi memang kayaknya kandungan mama dan janin anak2 mama cukup kuat, syukur Alhamdulillah.

Dalam perjalanan pulang dari Kusatsu, mama mual2 di perjalanan. Jadi agak curiga, karena biasanya mama gak ada masalah naik kendaraan apapun. Setelah sampai apato, trus bapak beliin test pack. Dan ternyata benar, hasilnya positif. Syukurlah. Tapi bapak sempet ribut, kira2 anak laki2 lagi atau perempuan nih? Karena bapak kan pingin banget punya anak perempuan. Mama juga kepingin sih, anak ke-2 ini perempuan, tapi kalau memang takdir Allah beda, ya mau apa? Yang penting sempurna dan sehat aja deh.

Untuk periksa kehamilan, mama ‘konsultasi’ dulu sama teman2 sesama orang Indonesia di Saitama. Si A saranin ke rumah sakit X, si B saranin ke rumah sakit Y, si C beda lagi sarannya. Daripada bingung, mama datangin aja semua satu2. Hahaha…. Akhirnya kami ditemani Mayumi San (tetangga lantai bawah) kontrol ke rumah sakit di dekat Kita Urawa. Perjalanan ke sana naik, apalagi kalau bukan, sepeda. Huiiihhh… hamil 2 bulan genjot sepeda di tanjakan. Tapi mama pelan2 aja naik sepedanya, takut nanti kenapa2. Trus karena rumah sakit itu dekat sama taman kita urawa yang ada air mancur jogetnya itu, pulang dari rumah sakit, mampir dulu deh ke taman, supaya anak2 bisa main2 dan kami bisa santai sebentar.

Setelah pindah ke Honjo, proses mencari dokter dan rumah sakit berulang. Kali ini lebih sulit karena gak ada Mayumi yang merangkap interpreter dan jarang dokter di Honjo yang ngerti bahasa Inggris. Berkat pertolongan teman dari Waseda, Yayoi San, akhirnya mama berhasil menemukan klinik bersalin kecil yang dokternya punya banyak pasien orang asing. Walau kecil, tapi kebanyakan pasiennya orang2 asing seperti dari Meksiko, Korea, dll. Sepertinya mereka para pekerja pabrik yang banyak terdapat di pinggir kota Honjo.

Selama kehamilan di Honjo, Mama sering sekali naik sepeda. Terpaksa, karena jarak ke stasiun kereta jauh hampir 2 km (tidak seperti di minamiyono yang bisa dicapai dengan jalan kaki) dan bus jarang sekali (hampir 1 jam sekali baru ada bis dari terminal kereta ke terminal shinkansen dekat dorm). Ya sud, jadi lebih sering naik sepeda deh. Kalau berangkat dari dorm, gak masalah karena dorm terletak di atas bukit jadi tinggal meluncur turun saja. Tapi pulangnya yang setengah mati, harus jalan mendorong sepeda naik tanjakan yang lumayan terjal. Apalagi kalau pulang belanja dari supa, sepeda penuh dengan barang belanjaan. Terlebih, kadang Reyhan menolak disuruh turun dari sepeda dan jalan kaki, jadi kami harus mendorong sepeda penuh belanjaan plus Reyhan duduk diatasnya. Alamaaaakkk... baru deh berasa beratnya tinggal di negeri orang, gak punya mobil. Kalo lagi kayak gitu, rasanya pingin bawa mobil yg ada di indonesia atau beli mobil di jepang. Tapi nggak bisa, karena bapak gak dibolehin nyetir selama di jepang itu. Jadi ya serba salah deh. Akhirnya, terima nasib ajalah 

Di usia kehamilan 7 bulan, ada kabar bahwa bapak akan melakukan riset thesisnya di Lombok. Ketika dihitung2, ternyata waktunya bersamaan dengan perkiraan tanggal melahirkan. Wah, semua jadi panik. Soalnya, ibu melahirkan di jepang harus tinggal di rumah sakit minimal 5 hari, untuk memastikan bayinya dan ibunya sehat2. So, kalo waktu itu bapak sedang di lombok? Siapa yang bisa jaga Reyhan? Mama sempet terpikir utk mendatangkan nenek, tapi nenek takut ke jepang sendirian. Mau berangkat kalau berdua inyik. Tapi mama gak punya uang buat mendatangkan keduanya. Kalau cuma inyik sendiri, wah mana bisa kakek dan cucu berduaan di apartemen? Siapa yang ngurusin? Sama aja boong. Akhirnya diputuskan mama dan Reyhan kembali duluan ke Indonesia. Nanti setelah melahirkan, balik lagi ke jepang bersama2. Bisa diantar dari Indonesia, atau dijemput bapak dari Jepang.

Mulai hunting tiket pulang. Ternyata banyak maskapai yang nggak mau menerbangkan ibu hamil diatas 7 bulan. Aduuuuhh… pusing deh. Untungnya Garuda masih mau menerima, walaupun syaratnya banyak. Mesti minta surat keterangan dari dokter lengkap dengan berkas medis mama selama hamil di sana. Lalu mereka akan mengirimkan berkas2 itu ke Indonesia untuk ditelaah dan disetujui oleh dokter Garuda di Indonesia. Setelah disetujui, berkas dikirim lagi ke Garuda Tokyo, baru deh tiket mama bisa di-issued. Huaaa.... ribet bo’. Tapi untungnya gak ada kendala. Dan di usia kehamilan 8 bulan, pulang deh mama ke Indonesia berdua Reyhan (lagi).

Tanggal 3 desember 2004 sore, mama masuk rumah sakit karena setelah diperiksa di dokter ternyata sudah ada bukaan 1 dan memang sudah tanggalnya. Tapi sama sekali belum ada mules2 apapun. Jadi malam itu mama bisa makan dan tidur dengan nyenyak. Bahkan esoknya mama sempat shalat shubuh dulu. Jam 6 pagi itu, mama dipasang infus induksi. Belum ada yang datang menjenguk, jadi mama sendirian saja menghadapi proses kelahiran Izza. Baca Bismillah, semoga semua berjalan lancar. Setengah jam kemudian, mulai terasa mulas, tapi kata suster baru bukaan 4 jadi dokter belum dipanggil. Rasa mulasnya makin terasa, tapi mama tahan karena intervalnya belum terlalu dekat. Sekitar 15 menit kemudian, mama minta suster periksa lagi, katanya sudah bukaan 8, tapi dokter belum bisa datang karena sedang mandi setelah membantu kelahiran pasien di sebelah mama. Aduuuuhhh... gimana toh? Kalau sebentar lagi melahirkan tapi dokter belum selesai mandi, gimana ya?

Akhirnya, 10 menit kemudian, dokter datang. Dan langsung menyuruh mama mengedan. 2 kali mengedan, keluarlah sang bayi. Tanggal 4 Desember 2004 jam 7 pagi, Fayza Yukika Untoro lahir di Rumah sakit Hermina Depok dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm. Lebih kecil dibanding Reyhan yang lahir dengan berat 3,4 kg panjang 51 cm. Tapi yang penting fisiknya sempurna dan sesuai harapan kami, anak perempuan. Namanya mama yang memilihkan. Fayza artinya successful, Yukika berasal dari kata yuki yang artinya salju dan ka yang artinya bunga (kalau digabung, jadinya snow flower alias snowflakes). Mama sengaja memberi nama yang berbau jepang untuk mengingatkan kami akan jepang, tempat tinggal ke-2 yang memberi kesan mendalam bagi kami sekeluarga, terutama mama dan bapak.

Ketika sedang dijahit dokter, HP mama berdering, bapak menelpon dari Jepang. Kaget juga bapak dengar mama sudah melahirkan tapi langsung mengucap syukur mendengar semua lancar2 saja. Agak siang, baru nenek, inyik dan reyhan datang menjenguk.

Umur 1,5 bulan, Izza ikut ke Jepang bersama mama, bapak (yang baru menyelesaikan proyek di lombok) dan kakak Reyhan. Umur 3 bulan, ikut ski trip ke Nakazato (walau protes alias nangis terus diperjalanan karena kedinginan, kayaknya. Dan memang Izza satu2nya bayi di tempat itu. Ortunya rada gendeng, bayi 3 bulan diajak mandi salju. Hehehe….). Umur 4 bulan, Izza diajak keliling2 Osaka, Kyoto dan Universal Studio Osaka. Tapi mayoritas waktu dihabiskan Izza di Honjo, di International House Waseda yang kecil namun nyaman.

Photobucket

Berhubung waktu Reyhan bayi dulu mama masih ngantor, maka kali ini mama bisa leluasa mengurus Izza sepenuhnya dengan sesekali dibantu bapak. Sejak lahir sampai umur 6 bulan, Izza mimik ASI eksklusif. Setelah 6 bulan, mulai mama kenalkan makanan alami seperti sayur2an, nasi dan ikan yang diblender. Wah, izza makan lahap sekali walaupun semua makanan itu dimasak tanpa garam dan gula. Untuk memudahkan, mama memasak semuanya dalam jumlah banyak, lalu membekukannya dalam freezer di kotak tempat membuat ice cube. Trus kalau udah jam makan, tinggal ambil seperlunya dan dicairin di microwave. Siap disantap deh.

Umur hampir 9 bulan, Izza ikutan boyongan ke hotel Washington, Tokyo dan ngikutin upacara wisuda bapak di kampus Tokyo. Gak lama kemudian, sekeluarga pulang deh ke Indonesia. Setelah sekitar 2 bulan tinggal di rumah nenek, mama dan bapak lalu mengontrak rumah di daerah pondok duta tempat kakak pertama kali bersekolah TK.

Sekarang, umur Izza sudah 4 tahun 3 bulan. Sudah makin kenes, makin feminine. Favoritnya adalah princess dan Barbie (bukan bonekanya, tapi film2 dan buku2nya). Izza juga paling suka benda2 yang cantik dan berwarna pink, seperti sepatu, tas, dan asesoris lainnya. Izza senang menyanyi, tapi bukan lagu yang dibuat orang, melainkan lagu yang dikarangnya sendiri. Sambil menyanyi-nyanyi yang kata2nya tidak bisa dimengerti orang lain selain dirinya sendiri, Izza akan menari berputar2 seperti penari balet (hhmmm.... sepertinya ini obsesi terpendam, belajar balet. Tapi mama masih ragu2 utk mengkursuskan balet, takut nanti membawa mudharat. Hehehe…). Izza juga apik, senangnya merapikan selimut atau baju yang berserakan. Izza adalah anak yang senang membantu, kalau dimintai bantuan maka dia akan segera melaksanakan. Tapi jangan coba2 membuatnya kesal, amukannya cukup menakutkan. Ini sering terjadi kalau kakaknya yang suka jahil, iseng mengerjainya. Walau begitu, amukan Izza bisa cepat reda, asalkan kita pintar mengalihkannya saja. Izza juga sudah hafal semua abjad dan angka, jadi sebentar lagi tampaknya bisa diajar membaca. Izza rajin berlatih mewarnai dan menulis, tidak seperti kakak yang paling anti belajar menulis. Hehehe… Sekarang ini mama belum bisa melihat ke arah mana bakat Izza harus diarahkan, tapi satu hal yang pasti, Izza juga harus menguasai bahasa Inggris dengan baik. Perkara bidang apa yang akan ditekuni, mama hanya mendoakan semoga itu adalah yang terbaik buat izza dan yang terpenting Izza enjoy menjalaninya.


Name: Fayza Yukika

There are 11 letters in your name.
Those 11 letters total to 47
There are 5 vowels and 6 consonants in your name.

Your number is: 11

The characteristics of #11 are: High spiritual plane, intuitive, illumination, idealist, a dreamer.
The expression or destiny for #11:
Your Expression number is 11. The number 11 is the first of the master numbers. It is associated with idealistic concepts and rather spiritual issues. Accordingly, it is a number with potentials that are somewhat more difficult to live up to. You have the capacity to be inspirational, and the ability to lead merely by your own example. An inborn inner strength and awareness can make you an excellent teacher, social worker, philosopher, or advisor. No matter what area of work you pursue, you are very aware and sensitive to the highest sense of your environment. Your intuition is very strong; in fact, many psychic people and those involved in occult studies have the number 11 expression. You possess a good mind with keen analytical ability. Because of this you can probably succeed in most lines of work, however, you will do better and be happier outside of the business world. Oddly enough, even here you generally succeed, owing to your often original and unusual approach. Nonetheless, you are more content working with your ideals, rather than dollars and cents.

The positive aspect of the number 11 expression is an always idealistic attitude. Your thinking is long term, and you are able to grasp the far-reaching effects of actions and plans. You are disappointed by the shortsighted views of many of your contemporaries. You are deeply concerned and supportive of art, music, or of beauty in any form.

The negative attitudes associated with the number 11 expression include a continuous sense of nervous tension; you may be too sensitive and temperamental. You tend to dream a lot and may be more of a dreamer than a doer. Fantasy and reality sometimes become intermingled and you are sometimes very impractical. You tend to want to spread the illumination of your knowledge to others irrespective of their desire or need.

Your Soul Urge number is: 6
A Soul Urge number of 6 means:
With a number 6 Soul Urge, you would like to be appreciated for your ability to handle responsibility. Your home and family are likely to be a strong focus for you, perhaps the strongest focus of your life. Friendship, love, and affection are high on your list of priorities for a happy life. You have a lot of diplomatic tendencies in your makeup, as you are able to rectify and balance situations with an innate skill. You like working with people rather than by yourself. It is extremely important for you to have harmony in your environment at all times.
The positive side of the 6 Soul Urge produces a huge capacity for responsibility; you are always there and ready to assume more than your share of the load. If you possess positive 6 Soul Urges and express them, you are known for your generosity, understanding and deep sympathetic attitude. Strong 6 energy is very giving of love, affection, and emotional support. You may have the inclination to teach or serve your community in other idealistic ways. You have natural abilities to help people. You are also likely to have artistic and creative leanings.
If you have an over-supply of 6 energy in your makeup, you may express some of the negative traits common to this number. With such a strong sympathetic attitude, it is easy to become too emotional. Sometimes the desires to render help can be over done, and it can become interfering and an attitude that is too protective, rather than helpful. The person with too much 6 energy often finds that people tend to take advantage of this very giving spirit. You may tend to repress your own needs so that you can cater to the demands from others. At times, there may be a tendency in this, for becoming over-loaded with such demands, and as a result become resentful.

Your Inner Dream number is: 5
An Inner Dream number of 5 means:
You dream of being totally free and unrestrained by responsibility. You see yourself conversing and mingling with the natives in many nations, living for adventure and life experiences. You imagine what you might accomplished.

My Boy


Reyhan Anindya Untoro lahir pada tanggal 20 Januari 2001 alias 20-01-2001 pada jam 19.55 (sayangnya bukan jam 20.01 ya. Tapi nungguin sampe brojol jam segitu udah dari subuh, je. Masak mo disuruh nunggu dulu sampe pas jam 20.01? Hehehe....) di Rumah sakit Mitra Keluarga Jatinegara (sekarang Mitra Internasional). Dokter yang membantu kelahiran adalah dokter Lilik (dokter yang sama yang ngebantu tanteku melahirkan sepupuku Ryan setahun sebelumnya).

Sejak kecil, kecerdasannya yang diatas rata-rata sudah terlihat. Di umur setahun lebih dia senang sekali menonton VCD kelompok musik Raihan dari Malaysia. Walhasil, di umur kurang dari 2 tahun Reyhan sudah bisa menyanyikan sebagian lagu-lagu yang sering didengarnya di VCD itu dengan nada yang tidak fals. Bahkan untuk lagu shalawat, Reyhan bisa mengikuti irama pukulan rabananya dengan sangat tepat (memakai gendang rabana kecil yang dibelikan nenek karena Reyhan ingin memainkan alat musik yang sama dengan yang dimainkan personel Raihan di VCD tersebut). Di usia kurang dari 2 tahun itu pula Reyhan sudah bisa menghafal dan menyanyikan lagu-lagu anak-anak seperti naik gunung, heli, balonku, ABC, cicak, dll. Kami hitung-hitung jumlahnya sekitar 22 lagu. Dan semua lagu-lagu itu biasanya hanya dipelajari selama beberapa hari. Di malam hari, sebelum tidur, bapaknya mengajarkan dan mengajak Reyhan menyanyi lagu-lagu anak-anak. Satu lagu dapat dia kuasai dalam waktu 2-3 hari saja.

Di usia 2 tahun itu Reyhan juga sudah hafal abjad dan angka. Kemungkinan besar ini terbantu oleh poster-poster abjad-angka yang kami tempelkan di dinding. Sebetulnya kami tidak mengajarkannya secara khusus. Reyhan sendiri yang tertarik melihat poster itu dan bertanya huruf-huruf apa yang ada disana. Dalam waktu kurang dari sebulan, seluruh huruf itu sudah dihafalnya.

Reyhan memenangkan pialanya yang pertama ketika berumur sekitar 2,7 tahun. Waktu itu, ada pertandingan mengenali bentuk yang diadakan oleh Scott Emulsion. Iseng-iseng, saya daftarkan Reyhan ikut pertandingan itu. Dengan penuh semangat dan percaya diri, Reyhan memilih dan menunjukkan semua bentuk yang diminta oleh juru bicaranya. Dan tak disangka, dia menjadi juara 1, mengalahkan banyak anak lain yang bahkan lebih tua darinya dan memenangkan piala, goody bags, dan uang sebesar 250 ribu rupiah. Waaahhh... senangnya. Benar-benar kejutan.

Ketika usia Reyhan 3 tahun, mama dan Reyhan terbang ke Jepang menyusul bapak yang sudah berangkat 6 bulan sebelumnya. Itu adalah perjalanan naik pesawat yang pertama kali buat Reyhan. Karena pesawat yang dinaiki adalah MAS (Malaysian Air), jadilah kami harus transit di KL dulu. Sebelumnya mama sempat khawatir juga karena baru kali ini pergi sendirian membawa anak dan untuk jarak yang lumayan jauh pula (ke negeri orang, naik pesawat terbang). Tapi syukur Alhamdulillah tidak ada kesulitan sama sekali yang dialami selama dalam perjalanan. Sebagian besar waktu kami habiskan untuk tidur karena itu memang night flight. Sampai di Jepang jam 6 pagi, tapi bapak baru muncul sekitar jam 9 pagi untuk menjemput kami. Alasannya, rumahnya jauh dari airport, jadi perjalanan dengan kereta api dari rumah ke airport memakan waktu cukup lama.

Tempat tinggal kami yang pertama di Jepang adalah di kota saitama, tepatnya di minami-yono, apartemen Bell Height. Bapak memilih apartemen ini dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah karena di gedung itu tinggal satu keluarga Jepang yang memiliki 3 orang anak kecil yang usianya kira-kira sama dengan Reyhan. Bapak memperkirakan bahwa anak-anak itu bisa menjadi teman bermain Reyhan selama di Jepang. Dan ternyata bapak benar. Kami jadi berteman akrab dengan keluarga itu, keluarga Sakaji. Ketiga anak mereka: Kazuki, Gun dan Sugemi menjadi teman bermain Reyhan sehari-hari. Bahkan tak jarang kami bermain di apato mereka yang penuh dengan mainan anak-anak. Kadang-kadang, ketika bapak sedang kuliah di kampus, Mama dan Reyhan pergi berbelanja di supa dibawah stasiun kereta api minami-yono. Biasanya Mama menyempatkan menemani Reyhan bermain di taman kecil di seberang supa itu. Di saat-saat seperti itu, menikmati matahari yang hangat dan udara segar, menonton Reyhan berlarian di taman atau bermain pasir, merupakan saat-saat yang paling membahagiakan buat mama. Dan mama rasa buat Reyhan juga.

Photobucket
Jepang memang tempat yang sangat baik untuk membesarkan anak. Udaranya relatif lebih bersih daripada Jakarta dan banyak sekali taman bermain yang dekat dari rumah. Di sana, anak-anak bisa bebas bermain bermacam-macam mainan seperti slide, seesaw, ayunan, rides, dan pasir. Letaknya pun biasanya jauh dari jalan raya, sehingga kita tak perlu khawatir ada kendaraan umum yang mengebut (walau ini juga jarang ditemui di jalan raya) atau anak yang menyelonong lari ke jalan raya. Kebanyakan orang mengendarai sepeda, jadi polusi udara lebih sedikit dan badan lebih sehat.

Belum setahun tinggal di Minamiyono, bapak memutuskan untuk pindah ke dorm kampus di Honjo. Kata bapak, di Honjo biaya sewanya lebih murah. Selain itu, tak perlu memikirkan bayaran gas dan listrik karena hanya dikenakan tambahan 5 ribu yen dan pemakaian bisa sepuasnya. Walau Mayumi Sakaji terlihat sangat berat dengan kepindahan kami dan berusaha ‘membujuk’ mama untuk membatalkannya, tapi berhubung kondisi keuangan yang menipis, jadilah kami tetap pindah ke Honjo.

Kondisi di Honjo jauh lebih sepi daripada di minami-yono. Teman-teman dari Indonesia juga cuma ada 2, berbeda dengan di Minami yono dimana mama punya ‘genk’ pengajian ibu-ibu saitama. Tapi memang biaya hidup lebih murah, dan pengeluaran lebih kecil. Diluar itu, kondisi secara keseluruhan hampir sama. Oya, Waseda menyediakan mobil yang bisa mengantarkan kita dari kampus Honjo ke kampus tokyo. Jadi kalau mau ke tokyo, tak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos kereta (yang lumayan mahal, sekitar 1000 yen per orang, karena lokasi Honjo yang jauh). Di honjo juga ada taman yang lumayan besar dengan mainan yang lebih banyak dibanding taman-taman di Minami-yono. Di taman Honjo ini ada perosotan yang tingiiiiiiiiiii sekali. Mama saja jadi agak ngeri melihatnya karena kok tinggi sekali ya. Tapi, once again, walau tinggi begitu, sama sekali tidak membahayakan. Pembuatnya sudah merancang sedemikian rupa hingga pada waktu sang anak (atau siapapun yang naik perosotan itu) mendekati bagian bawahnya, kecepatannya sudah sangat jauh berkurang hingga akhirnya berhenti sebelum mencapai bibir perosotan. Benar-benar sangat mengutamakan keselamatan anak-anak. Demikian pula mainan yang lainnya, dirancang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan bagi anak-anak yang menikmati mainan-mainan itu. Singkat kata, Jepang memang surga bagi orangtua dan anak.

2 bulan di Jepang, mama hamil anak kedua, si adek. Ketika kehamilan masuk bulan ke-8, mama pulang ke Indonesia, once again hanya berduaan dengan Reyhan. Perjalanan pulang berlangsung lancar. Di bulan Desember 2004, sebulan sebelum Reyhan berusia 4 tahun, lahirlah adiknya yang kami beri nama Fayza Yukika Untoro. Mama yang memilihkan nama ini. Fayza artinya successful. Yukika artinya snow flower (yuki artinya snow, ka artinya bunga. Bunga salju sebetulnya tidak ada, tapi kiasan orang jepang untuk snow flakes yang bentuknya kadang menyerupai bunga). Mama sengaja memilih nama ini karena mama sangat menyukai salju, dan adik lahir di bulan Desember, which is a winter season in Japan. Menurut cerita bapak, sekitar tanggal kelahiran adik itu turun salju yang cukup banyak di Honjo, hingga menutupi tanah sekitar 5-7 cm! Wah, sayang sekali mama dan Reyhan tidak ada di sana, jadi tak melihatnya deh. Tapi tak apa, karena ketika kami kembali ke Jepang di Bulan Februari (kali ini bersama bapak yang baru menyelesaikan penelitian di Lombok dan Fayza yang baru berumur 1 bulan), masih ada sedikit2 hujan salju yang turun jadi Reyhan bisa bermain salju juga.

Bulan maret akhir, kami pergi bermain ski di Nakazato resort, Gunma. Cukup 2 kali perjalanan naik kereta, walau agak lama juga perjalanannya. Sayangnya cuaca waktu itu kurang baik, sedang ada badai salju. Tapi Reyhan tak peduli, terus saja bermain salju sepuasnya. Hanya adik yang kasihan, tak tahan dengan dinginnya jadi menangis terus. Di bulan april, ketika hampir musim Sakura, kami sekeluarga pergi ke Osaka-Kyoto-Nagoya. Perjalanannya cukup berkesan, walau lumayan berat karena membawa dua anak balita. Hebatnya, anak2 itu senang-senang saja selama perjalanan dan tidak sakit walau perjalanan cukup melelahkan dan cuaca masih lumayan dingin. Sepulang dari sana (seminggu kemudian), malah mama dan bapak yang sakit kecapekan.

Bulan September akhir tahun 2005, kami kembali ke Indonesia. Bulan Oktober kami mulai mengontrak rumah di daerah Pondok Duta, Depok. Kebetulan tak jauh dari situ ada Tk dan SD Pondok duta. Mengingat umur Reyhan yang hampir 5 tahun, mama coba daftarkan di TK Pondok Duta. Dan Alhamdulillah diterima di TK B, karena Reyhan sudah mengenal abjad dan angka. Tapi Ibu kepala sekolah sempat memberi warning pada mama bahwa kalau di bulan Juni nanti Reyhan belum siap untuk masuk SD, maka akan mengulang di TK B. Mama setuju saja, karena mama yakin dengan kemampuan Reyhan. Dan ternyata benar, Reyhan tak mendapat masalah berarti selama mengikuti pelajaran di TK dan bisa lulus bersama teman-teman sekelasnya. Ketika menjalani tes masuk SD-pun Reyhan bisa mengerjakan semuanya dengan baik, dan akhirnya diterima di SD Pondok Duta.

Mendekati akhir tahun ajaran ketika Reyhan kelas 1, kami membeli dan membangun sebuah rumah di daerah Jagakarsa, dekat rumah nenek. Pertimbangannya supaya mudah bagi nenek-inyik kalau mau menjenguk cucu dan juga mudah bagi kami menitipkan anak-anak pada neneknya. Ketika Reyhan kelas 2, di bulan November 2007, kami pindah ke rumah baru itu. Berhubung tanggung, jadilah setiap pagi bapak harus mengantarkan Reyhan ke SD Pondok Duta dulu sebelum ke kantor. Akhirnya bapak tak sanggup, dan kami berusaha mencarikan sekolah yang lebih dekat ke rumah untuk Reyhan. Lalu kami menemukan SDIT An-Nuriyah di dekat rumah, tempat anak salah satu tetangga juga bersekolah. Lalu di bulan Januari 2008 Reyhan mulai bersekolah di SDIT An-Nuriyah.

Sekarang Reyhan sudah duduk di kelas 3 walau usianya baru 8,5 tahun. Alhamdulillah Reyhan tidak menemui kesulitan berarti dalam belajar, bahkan nilai-nilainya cenderung sangat baik. Kemarin dia baru menunjukkan hasil ulangan-ulangan hariannya yang dikumpulkan oleh bu guru, dan sebagian besar ulangan itu mendapat nilai 100. Hanya beberapa yang mendapat nilai 95 dan hanya 1 kalau tak salah yang mendapat nilai 85. Bukan main, anak mama. Padahal pelajarannya pun tak bisa dipandang enteng. Sebagai mantan guru bahasa Inggris, terus terang mama agak terkejut ketika melihat materi pelajaran bahasa Inggris di SD itu, sudah sangat maju. Kalau boleh jujur, materi yang dipelajari Reyhan itu dulu diajarkan pada murid basic 4 di LIA. Bahasa arabnya pun sulit. Adik mama, Om Afi, yang sedang memperdalam bahasa Arab, terkejut ketika melihat buku pelajaran bahasa Arab Reyhan. Menurutnya, materinya sangat advanced. Dan menurut mama juga begitu, karena sedikit banyak dulu mama pernah belajar bahasa arab tapi di SMP! Nah, pelajaran Reyhan sekarang itu kira-kira setara dengan pelajaran di SMP kelas 3 mama dulu. Belum lagi materi pelajaran komputer dan matematika. Kadang mama kasihan juga melihatnya yang sudah harus menghadapi sekian banyak materi pelajaran sulit. Tapi apa mau dikata, memang sudah seperti itulah kurikulum SD jaman sekarang.

Disamping kecerdasan yang cukup tinggi, Reyhan terlihat memiliki minat terhadap ilmu pengetahuan dan teka-teki. Dia senang sekali membaca buku-buku mengenai percobaan-percobaan ilmiah. Komputer juga merupakan salah satu pelajaran kesukaannya, karena dia bisa belajar bagaimana menciptakan gambar-gambar dan hal baru lainnya memakai program komputer. Terus terang mama senang sekali melihat kecenderungan ini. Kami berusaha memenuhi permintaannya selama kami sanggup dan memang merangsang daya pikirnya (kalau Reyhan minta dibelikan komik, biasanya mama alihkan ke buku ilmu pengetahuan). Kalau sedang membaca buku percobaan ilmiah, Reyhan terlihat sangat serius dan ingin segera mencobanya sendiri. Disini terlihat karakternya yang tekun dan memiliki rasa keingin tahuan yang besar, jadi kami rasa Reyhan akan cocok menjadi seorang researcher atau peneliti.

Karakter lainnya yang juga terlihat adalah dia cenderung betah tinggal di rumah, atau punya sifat rumahan. Selain itu, rasa percaya dirinya yang kurang membuatnya tidak nyaman kalau berhadapan dengan orang baru, dan cenderung menarik diri dari pergaulan. Ini artinya kami mungkin jangan mengarahkan Reyhan untuk berkiprah di bidang yang mengharuskannya untuk bertemu dengan banyak orang seperti diplomat atau manajer, tapi ke bidang-bidang yang membutuhkan konsentrasi dan daya nalar yang baik seperti peneliti, dokter spesialis, dosen, ilmuwan, dst.

Catatan ini mama buat untuk bahan pertimbangan dan alat bantu bagi Reyhan jika tiba masanya Reyhan harus memutuskan jurusan apa yang harus dipilihnya dan bidang apa yang harus ditekuninya. Semoga pengamatan mama ini benar dan bisa membantu sehingga Reyhan tidak salah memilih masa depan. Amiiin.

Tulisan diatas mama buat kemarin. Hari ini, mama menemukan tulisan di bawah ini. And guess what, ternyata pengamatan mama gak jauh beda dengan pemaparan di bawah!

Name: Reyhan Anindya

There are 13 letters in your name.
Those 13 letters total to 67
There are 5 vowels and 8 consonants in your name.

Your number is: 4

The characteristics of #4 are: A foundation, order, service, struggle against limits, steady growth.

The expression or destiny for #4:
Order, service, and management are the cornerstones of the number 4 Expression. Your destiny is to express wonderful organization skills with your ever practical, down-to-earth approach. You are the kind of person who is always willing to work those long, hard hours to push a project through to completion. A patience with detail allows you to become expert in fields such as building, engineering, and all forms of craftsmanship. Your abilities to write and teach may lean toward the more technical and detailed. In the arts, music will likely be your choice. Artistic talents may also appear in such fields as horiculture and floral arrangement, as well. Many skilled physicians and especially surgeons have the 4 Expression.

The positive attitudes of the 4 Expression yield responsibility; you are one who no doubt, fulfills obligations, and is highly systematic and orderly. You are serious and sincere, honest and faithful. It is your role to help and you are required to do a good job at everything you undertake.

If there is too much 4 energies present in your makeup, you may express some of the negative attitudes of the number 4. The obligations that you face may tend to create frustration and feelings of limitation or restriction. You may sometimes find yourself nursing negative attitudes in this regard and these can keep you in a rather low mood. Avoid becoming too rigid, stubborn, dogmatic, and fixed in your opinions. You may have a tendency to develop and hold very strong likes and dislikes, and some of these may border on the classification of prejudice. The negative side of 4 often produces dominant and bossy individuals who use disciplinarian to an excess. These tendencies must be avoided. Finally, like nearly all with 4 Expression, you must keep your eye on the big picture and not get overly wrapped up in detail and routine.

Your Soul Urge number is: 8

A Soul Urge number of 8 means:
With an 8 soul urge, you have a natural flair for big business and the challenges imposed by the commercial world. Power, status and success are very important to you. You have strong urges to supervise, organize and lead. Material desires are also very pronounced. You have good executive abilities, and with these, confidence, energy and ambition.

Your mind is analytical and judgment sound; you're a good judge of material values and also human character. Self-controlled, you rarely let emotions cloud judgment. You are somewhat of an organizer at heart, and you like to keep those beneath you organized and on a proper track. This is a personality that wants to lead, not follow. You want to be known for your planning ability and solid judgment.

The negative aspects of the 8 soul urge are the often dominating and exacting attitude. You may have a tendency to be very rigid, sometimes stubborn.

Your Inner Dream number is: 5

An Inner Dream number of 5 means:
You dream of being totally free and unrestrained by responsibility. You see yourself conversing and mingling with the natives in many nations, living for adventure and life experiences. You imagine what you might accomplished.

Friday, March 20, 2009

Perhaps, Perhaps, Perhaps (AHA Centre Theme Song)


You won't admit you'll hire me.
And so how am I ever to know?
You always tell me
perhaps, perhaps, perhaps.

A million times I've asked you,
and then I ask you over again,
you only answer
perhaps, perhaps, perhaps.

If you can't make your mind up,
we'll never get started.
And I don't want to wind up
being parted, broken-hearted.
So if you really like me,
say yes.
But if you don't, dear, confess.
And please don't tell me
perhaps, perhaps, perhaps.

(Solo Section)

If you can't make your mind up,
we'll never get started.
And I don't want to wind up
being parted, broken-hearted.
So if you really love me,
say yes.
But if you don't, dear, confess.
And please don't tell me
perhaps, perhaps, perhaps,
perhaps, perhaps, perhaps,
perhaps,
perhaps,
per………….haps

PS: The italic words have been changed.

PSS: OK boss, Mrs. D, let's sing together :D

Wednesday, March 04, 2009

K.A.C.A.U

Tambah lama, tambah bete ama ini kantor
Numpang tanya, ada yang tau gak sih
proses penggajian itu kyk gimana?

Mesti kemana trus siapa yang ngurus?
Duuuhhhh... kantor kok lebih kacau dari warteg ya?
Adaaaaa........ aja alesan buat nunda gaji orang!
Setiap bulan!!!!!!! Aaaaarrrggghhhh.........

Monday, December 22, 2008

Weekend yang Memuaskan

Judulnya agak2 gimanaaaa gitu ya? Jangan terpancing dulu yaaa…. That’s because menurut saya weekend kemarin itu adalah the best so far in this month. Kenapa? Karena pada akhirnya saya bisa melakukan banyak hal yang sudah lama saya inginkan dan (relative) tidak ada kejadian yang menyebalkan selama weekend itu. Jadi, begini ceritanya…

Setelah gaji yang tertunda selama 18 hari akhirnya bisa masuk ke rekening (ALHAMDULILLAAAAAHHHHH), weekend saya awali dengan rangkaian acara sebagai berikut:

1.Ambil rapor Reyhan. Berhubung hari sabtu, biasa dooongg…. Bangun siang. Leha-leha dulu di tempat tidur, sampai akhirnya berangkat ke sekolahnya yang cuma 5 menit berkendara dari rumah itu. Perkiraan saya, karena udah siang begini (biasanya ambil rapor mulai jam 7 atau setengah delapan pagi), pastinya udah sepi dong. Nunggu sebentar, yaaahhh.. sesial-sialnya jam 10 deh saya udah bisa kembali ke rumah. Tapi ternyata, pas sampai di sekolah, lho kok masih ruameeee….. Saya cari bu guru di ruang kelasnya di lantai 2. Kok gak ada? Akhirnya ke ruang guru, trus tanya2 sama bapak guru yang kebetulan lagi berdiri di depannya. Ealaahhh… ternyata di aula (emang sih, waktu baru sampai tadi saya liat didalam dan depan aula ramai oleh bapak-ibu-anak yang pasti mau ambil rapor juga seperti saya) sedang diadakan acara seminar tentang persiapan anak menghadapi masa baligh. Hmmm… temanya sih bagus, tapi kok ribut amat yak. Dan setelah celingak celinguk sedikit, lho sumber utamanya malah belum dateng. Gimana toh panitia?
Untungnya nggak lama kemudian, bu May yang saya cari-cari muncul. Ya udah, saya tanya aja bisa gak ambil rapor Reyhan? Ternyata bu May bilang bisa (padahal yang lain kayaknya belum ngambil tuh, belum dibolehin sama kepseknya. Jadi ini special treatment. Kekekeke….). Syukur Alhamdulillah nilai2 Reyhan bagus semua, hampir semua diatas 8,5 kecuali pelajaran Pendidikan jasmani alias olahraga yang dapet 7,9 (dia tuh suka ada-ada aja deh nilainya. Waktu rapot bayangan kemarin, yang lain diatas 8 kecuali satu pelajaran yaitu kesenian. Halah, meni pada gak penting kitu). Tapi rangkingnya yang kemarin 11 naik jadi 7.
Habis ambil rapor, ternyata si narasumber yang terlambat udah mulai ceramah. Kayaknya seru juga tuh, jadi tertarik deh saya buat ngedengerin. Dan ternyata memang bagus. Gimana mendidik anak yang terkesan liar. Kenapa anak suka ngeledek dan berantem. Gimana cara mendisiplinkan anak. Walau singkat, tapi lumayan padat materinya. Trus, runut punya runut, kayaknya semua yang disaranin udah kami jalanin sih ke Reyhan, yaitu bikinin dia jadwal harian n stick to it, ngasih reward kalau dia buat achievement, ngajarin share sama saudara dll. Cuma mungkin kadang kendalinya masih agak kendor, makanya itu anak masih suka lepas control. No worries, masih bisa diperbaiki kok. Gak ada kata terlambat buat berubah. Semangat!

2. Nah ini yang udah lama ditunggu dan dinanti, sejak bulan lalu kayaknya. Menikmati spa treatment! Di dekat rumah (gak dekat banget sih, tapi masih wilayah jagakarsa lah) ada Spa baru buka, trus nawarin treatment lengkap dengan harga miring banget. Jadi dalam satu paket itu ada treatment massage, lulus, facial dan creambath dan total harga gak sampe 100 ribu. Huaaaahhhh…. Tiap kali lewat depan iklannya pas pulang kantor, ngebayanginnya aja udah ngeces kemana-mana deh. Jadi sabtu ini, mumpung si babe ngajar seperti biasa dan dompet masih tebel, saya langsung meluncur ke tempat yang dimaksud. Tempatnya ternyata kecil aja dan lokasinya agak masuk jadi rada susah terjangkau. Tapi resiiiikkkk dan asriiiii deh. Sekelilingnya masih penuh pohon2 dan kebun penduduk, jadi suasananya pas banget buat spa. Dan pelayanannya juga nggak ngecewain. Tanpa terasa 4 jam saya memanjakan diri dengan pijat, lulur, facial lalu terakhir dicreambath. Pegal2 di badan yang bulak balik gak mau pergi selama 2 bulan terakhir ini langsung ilang. Bener-bener sip deh. Kayaknya bakal jadi langganan nih di sana. Hehehe...

Pulang nyepa, bobok sore dulu. Bangun tidur, si mas dah pulang dari ngajar. Siap2 ke undangan nikah tetangga depan rumah nyokap yang diadain di restoran keluarga mereka di mampang. Karena yang ngadain acara yang punya restoran, itu makanan kayak gak ada habisnya. Enak2 pula. Selesai pesta, mampir sebentar ke mall Pejaten Village yang baru dibuka karena kebetulan dekat tempat pesta. Yah sebenernya sih gak terlalu istimewa karena sesuai prinsip saya, you’ve seen one mall, you’ve seen it all. Tapi karena masih dalam suasana grand opening, jadi ada diskon 30 persen buat bahan2 segar. Yah biasalah ibu2, gak boleh liat tulisan diskon dikit. Belanja yuuukkkk…. :D. Tau2 udah mau tutup aja hipermartnya. Waks! Pantes mata dah perih. Hihihi…

Hari minggunya nggak kalah seru. Setelah berminggu-minggu dibuat penasaran sama iklan film Pyrata dari Walls di TV, minggu ini saya dan suami memenuhi janji ngajak anak-anak ke Grand Indonesia buat nonton film itu. Tapi saya wanti-wanti dulu ke Reyhan bahwa kalau gak kebagian tiket dan gak bisa nonton ya udah. Soalnya, menurut iklannya, kita harus reservasi tiket dulu di nomor bebas pulsa yang ditayangin di iklan itu. Tapi berkali2 saya telpon nggak pernah nyambung. Akhirnya ya udah, untung2an aja deh.

Tak diduga, hari itu Grand Indonesia penuuuuuhhhh banget. Kami baru dapat parkir di lantai 9, lantai yang teratas. Oya, karena sebelum kemari ada urusan dulu di margonda (yang ternyata muacet pisan. Gile aja deh itu margonda, hari minggu juga macet. Kapan lancarnya toh?), kami baru sampai di GI sekitar jam 4 kurang. Langsung ke lantai 8 tempat blitz-nya. Dan ternyata memang ada stand Paddle Pop di sana. Dan seperti yang saya takutkan, memang harus memesan dulu via telpon baru bisa nonton. Tapi saya coba minta dispensasi sama mbak2 yang jaga di sana. I mean, saya kan udah usaha berkali2 nelpon tapi gak nyambung dan kalau saya harus balik lagi ke sana minggu depan, duuuuuhhhhh.... jao bo’!. Untungnya mereka baik2. Katanya sih, mungkin memang ada tiket lebih karena di dua pertunjukan sebelumnya pun (yang jam 1 dan 3) penontonnya nggak terlalu banyak. Tapi mereka belum bisa pastikan, jadi harus tunggu sampai jam 5 dulu (jam penayangannya) baru bisa make sure bahwa memang ada kursi kosong. Ya sud, sambil nunggu jam 5, kami keliling mall dulu dan makan. Jam 5 kurang, kembali ke stand itu. Yippeeee…. Ternyata ada tiket lebih. Tapi si mbak minta transaksinya jangan depan umum karena kebijakan mereka adalah tidak jual tiket di bioskop (jualnya via pemesanan telpon itu tadi). Ya udah, jadi aja transaksinya sambil agak ngumpet-ngumpet. Hihihi... Udah kayak transaksi barang terlarang aja. Biar lah, yang penting nggak ngambil hak orang n ngelanggar hukum tokh. Karena memang itu tiket sisa kok.

Jam 5 lewat 10, baru masuk bioskop. Di depan pintu masuk, anak2 dibagiin senter kecil. Hmmmm… buat apa ya? Ooohhh.. ternyata sebelum pemutaran film, ada acara kayak pertunjukan teater dan games dulu. Penonton juga dilibatkan dengan bantuan senter tadi itu. Seru juga sih. Gamesnya juga seru. Jadi gini, waktu baru masuk, di kursi2 penonton itu udah disiapin bandana warna warni buat masing2 penonton. Nah gamesnya adalah para penonton harus mengoper bola (ceritanya itu meriam buat ngebantu si singa paddle pop lawan musuhnya) dari barisan paling belakang ke paling depan trus masukin ke gawang sesuai warna bandananya. Jadi kita harus oper bola ke penonton di kursi baris depan kita yang bandananya sama warnannya sama kita. Wiiiih... seru banget. Bapak2, ibu2, kakak, adik, berebut oper2an bola. Kebetulan urutan duduk kami berempat adalah mama, trus izza di kanan mama, reyhan sebelahnya, trus bapak. Mama dapet bandana merah, adik ungu, reyhan merah mudah, bapak biru. Yang lucu waktu adek dapet bolanya. Dipeluuuuk aja sama dia. Sementara bapak2 di baris depan kami, yang pake bandana ungu juga dan duduknya rada jauh dari adek, semangat banget nyuruh adek ngelempar bolanya. “Dek, ayo dek, lempar ke om dek. Ayo dek!” Karena kesian liat dia dicuekin ama adek, akhirnya mama ambil aja tu bola dari adek trus mama kasih ke itu bapak. Hihihi....

Habis nonton film yang lumayan seru buat anak2 (kl buat orang tuanya mah, nikmatin ekspresi anak2nya aja deh, bukan nikmatin filmnya), kami dapat kejutan menyenangkan. Di pintu keluar, anak2 dapat goodybag (masing2 anak 1 tas ransel) yang isinya lumayan banyak: kaus, topeng, buku, CD film dan game. Masih ada lagi tambahannya: semua penonton dapat es krim paddle pop gratis. Uhuuuiiiii.... Lengkap deh acaranya. Untung banget tadi masih dapat tiket sisa. Emang udah rejekinya anak-anak.

Selesai nonton, shalat magrib yang terus disambung Isya (karena waktunya udah deketan). Selesai shalat, naik ke lantai 1. Sekarang gilirannya adek, minta diajak nonton meet and greet Barbie: the Diamond Castle. Dan biasa deh, kl acara kyk gitu, ujung2nya ya jualan produk. Tapi memang berhubung waktu ultah kemarin belum dikasih hadiah, ya udah, adek dibeliin pernak pernik barbie sama bapak. Pilihannya jatuh ke handuk dan perangkat makan lengkap. Waahhh... senangnya Izza. Reyhan nggak mau kalah. Di stand Hotwheels, dia ‘mogok’ jalan. Berhubung memang rapornya bagus dan udah dijanjikan hadiah, dapet juga deh satu set Hotwheels. Asssooooyyy… Trus, mama dapet apa dong? Dapet capek doing? Huaaa…. Karena udah jam 9 malem, niatan nyari sepatu/sandal nggak kesampaian. Uhuhuhu.... mesti ditunda ke lain hari lagi deh.

Jam 9 kurang sepuluh, dengan mata perih dan kaki pegal2 tapi hati yang puas, kamipun pulang. Dikira jalan udah kosong jam segitu, ternyata oh ternyata jalan Fatmawati yang dipilih bapak masih macet cet. Waduuuhhh... itu kan bukan malam minggu tapi malam senin, euy! Jadi deh, sampai rumah jam 11 kurang. Anak2 yang sempat tertidur di mobil ternyata sesampai di rumah langsung segar kembali dan membongkar belanjaan masing2. Huaaa…. Mereka sih enak, besoknya libur. Tapi ortunya kan tetep kerja? Dengan sedikit omelan dan banyak ambekan, akhirnya bisa juga semua disuruh tidur. Dan berakhirnya weekend kami yang menyenangkan ini (moga2 minggu depan sama seru atau bahkan lebih seru dari ini).

Wednesday, December 10, 2008

FF#10: Night Photo

Akhirnya bisa ikutan FF lagi setelah lama gak nyetor. Kebetulan ada stock foto yang sesuai sama temanya yaitu night photo (Kyakakaka... kesimpulannya gue cuma ikut FF kalo pas punya foto yang sesuai tema yeee. Hihihi... Abis, gak sempet bikin foto baru lagi seeeh :D)

Eniweeeiiii... ini foto andalan gue:


Data EXIF
Camera Sony DSC-P10
Shutter speed 3 sec
Aperture F/5.6
Focal Length 7.9 mm
ISO Speed 100

Foto ini diambil waktu acara hanabi di Kumagaya, Saitama, Jepang. Seperti pernah saya bilang dulu, sejak pertama ngeliat hanabi di sana, saya jadi tergila-gila buat nonton dan motret kembang api-kembang api itu. Sooooooo beautiful. Sooooo amazing. Sayangnya di Indonesia jarang banget ada kembang api kyk gitu. Yah maklum sih, pasti kan mahal ya modalnya. So, sekarang saya hanya bisa mengenang dari foto-fotonya aja deh. Dan foto di atas itu salah satu foto hanabi yang terbaik yang pernah saya buat. Bagus nggak kalo menurut kamu?


Tuesday, December 09, 2008

Hiiiiiiii.... Ulat bulu

Hai all, gimana long week-endnya kemaren? D'you have a great time? Sebenernya week-end saya juga menyenangkan, sayangnya ditutup dengan kejadian yang menyebalkan. Badan sebelah kiri terutama seputaran tangan terasa nyeri dan kaku. Penyebabnya sih sepele, kena ulat bulu. Begini ceritanya....

Hari senin kemarin, setelah shalat Idul Adha, kami sekeluarga ke tempat pemotongan kambing gak jauh dari rumah nyokap. Kira-kira satu setengah jam kemudian, boyongan lagi ke rumah nyokap sambil ngebawa kambing yang udah disembelih, dikuliti dan siap dibagi-bagi. Sesampai di rumah nyokap, saya dan suami dibantu pembantu dan Reyhan (yang terakhir itu kayaknya banyakan ngegangguin sih, daripada ngebantu) memotong-motong dan memilah-milah daging kurban. Kenapa cuma kami ber-3? Karena adik dan ortu saya juga sibuk mengurus kambing kurban mereka.

Gak lama kemudian, semua selesai. Acara berikutnya, nyate dooonggg.... Saya beralih ke dapur, tempat adik ipar dan ibu saya menyiapkan sebagian daging tadi untuk disate dan disop. Adik saya beralih profesi jadi tukang sate dadakan. Walaupun amatiran dan bumbu hasil kira2, ternyata rasanya gak kalah sama tukang sate sungguhan. Yang pasti, potongan satenya guede-guede :D. Terus, dagingnya empuk. Nah, ini bisa karena dua hal. Pertama, kambingnya adalah kambing domba, bukan kambing jawa. Kenapa kami pilih kambing domba? Karena menurut pak Ustad, kalau kambing jawa baru cukup umur untuk disembelih kalau sudah berumur lebih dari 2 tahun. Sementara untuk kambing domba tidak ada persyaratan begitu. Jadi kami bisa memilih domba yang baru berumur setahun lebih dan tentunya dagingnya lebih empuk karena umurnya lebih muda. Atau memang daging kambing domba lebih empuk dari daging kambing jawa? Itu kemungkinan kedua :D.

Puas makan sate dan sop, kami sekeluarga pulang. Oya, mobil saya diparkir di bawah pohon mangga (yg blm terlalu besar jadi rantingnya masih rendah) di depan rumah orangtua saya. Ketika mobil mulai berjalan, sebagian ranting itu terdengar menyapu atap mobil. Dan pulanglah kami ke rumah dengan cerita. Little did I know that I would be in so much pain a short while later.

Sesampai di rumah, saya keluar dari mobil sembari menggendong Izza yang tertidur sepanjang perjalanan. Tak sengaja, saya berpegangan ke bagian atas pintu mobil. Tiba-tiba saya merasakan sesuatu yang tajam di sela-sela jari tengah dan jari manis. Otomatis pegangan terlepas, tapi rasa sakitnya tak hilang, malah makin menjadi. Awalnya saya kira ada potongan ranting yang agak tajam. Tapi ketika saya perhatikan benda yang saya sentuh itu, Astagfirullah.... ulat bulu penuh duri warna hijau sebesar kurang lebih jempol orang dewasa. Saya langsung menjerit karena geli (bukan geli lucu, lho. Geli jijay gitu deh) bercampur kesakitan yang makin menjadi di tangan kanan saya. Izza sampai terbangun karena kehebohan itu. Saya langsung berlari masuk pagar (yang sudah dibukakan pembantu) dan membuka keran air di garasi untuk mencuci tangan dari bekas ulat bulu itu. Ajegile, sakitnya bukan menghilang malah terasa merambat ke bagian atas tangan saya, ke pergelangan sampai terus ke lengan.

Suami yang melihat saya kesakitan sampai mengeluarkan air mata lalu menyuruh pembantu mengambilkan minyak tawon untuk diolesi ke jari-jari. Nggak mempan juga. Pembantu lalu mengambilkan minyak cap kampak dan meneteskan ke tangan saya. Masih juga nggak mempan. Ya Allah.... seumur hidup belum pernah saya merasakan sakit seperti itu. Rasanya seperti ada ribuan jarum panas menusuk2 tangan saya dari dalam dan menjalar sepanjang tangan itu.

Saya lalu menelepon ibu saya, menceritakan kesialan yang saya alami. Ibu saya segera menganjurkan untuk menggosoknya dengan kapur sirih (kapur yang biasa dipakai untuk menyirih atau membuat kripik kentang) dan parutan kunyit. Syukur alhamdulillah saya punya kapur, karena waktu itu saya ingin membuat kripik kentang tapi sampai sekarang belum sempat. Saya minta suami parutkan kunyit dan mencampurnya dengan bubuk kapur, lalu menggosoknya ke jari2 yang sudah agak membengkak, merah dan kaku. Alhamdulillah, yang ini berhasil. Rasa sakitnya mulai berkurang.

Dengan satu tangan, saya lalu mandi. Setelah itu, sambil tetap merasakan nyeri di tangan plus kecapean setelah berkegiatan seharian, saya tiduran di tempat tidur. Walaupun berkurang, tapi bagian dalam tangan kanan saya masih terasa sakit, malah seakan menjalar sampai ke bahu. Dan setelah saya rasakan, di jantung sebelah kanan pun saya merasakan sakit yang sama dengan di tangan. Jadi aneh rasanya, jantung bagian kiri normal2 saja, sementara jantung bagian kanan seperti ditusuk-tusuk jarum panas. Luas biasa efek racun ulat bulu itu, sampai menjangkau ke jantung! Saya saya kalau yang terkena adalah orang yang jantungnya lemah atau sudah berusia lanjut, efek yang dialami bisa-bisa fatal dan membahayakan jiwa.

Akhirnya saya bisa juga tertidur. Kira2 satu jam kemudian saya terbangun dengan tangan kanan yang masih kaku. Kalau dipegang, rasanya lebih panas dari tangan kiri dan terlihat agak bengkak. Tak lama kemudian, ibu saya menelepon, menanyakan kondisi saya. Saya ceritakan semua. Lalu ibu saya menyuruh saya minum susu dan minum 2 sendok minyak zaitun. Katanya itu bisa menawar racun. Alhamdulillah lagi, kebetulan saya masih punya persediaan minyak zaitun. Segera saya turuti saran ibu saya itu.

Di dapur, saya ceritakan tentang sakit di jantung itu pada pembantu saya. Di luar dugaan, dia membenarkan hal itu. Katanya, di kampungnya dia dulu sering terkena ulat bulu hijau itu (dia memang agak tomboy. Hobinya manjat2 pohon). Rasanya memang sakit luar biasa dan terasa sampai ke jantung. Huaaa... jadi semua kondisi yang saya rasakan itu bukan rekayasa dong, memang dahsyat juga racun ulat bulu itu. Trus saya tanya, kalau di kampung, apa penawar sakitnya? Dia bilang, biasanya (maaf) tai ulat bulu itu. Jadi ulat bulunya digencet, lalu cairan dari dalam badannya itu (bisa bayangin kan, cairan apa?) dioleskan ke bagian yang terkena. Hiiii.... Nggak kebayang deh kayak begitu. Takutnya, bukannya sembuh tapi malah terkena bulunya lagi. Lagipula, ulat sialan itu sudah dimatikan dan disingkirkan jauh2 oleh suami karena takut mencelakakan yang lain.

Sepanjang malam, urat2 tangan kanan saya tampak nyata terlihat dan tangan terasa kaku sekali. Tapi untungnya jantung sudah terasa normal. Awalnya saya pikir kalau kondisinya masih seperti itu sampai pagi, saya akan ijin tidak masuk kantor saja. Ternyata pagi hari kondisinya sudah membaik. Tangan saya sudah tidak terlalu kaku, hanya terasa agak nyeri.

Tak terbayang seperti apa jadinya kalau anak-anak saya atau Bu De yang sudah sepuh itu yang terkena si ulat bulu hijau. Bisa-bisa kiamat deh. Anak2 tentu tak akan sanggup menahan sakit seperti itu. Dan Bu De, bisa-bisa langsung anfal jantungnya. But it's really amazing that something that small could cause that much pain. Subhanallah. Bukannya saya tidak pernah melihat ulat bulu, tapi yang biasa saya temui adalah yang berwarna coklat atau hitam. Berdasarkan pengalaman, jenis itu hanya menyebabkan gatal2 dan bengkak pada bagian tubuh yang terkena. Biasanya bisa disembuhkan dengan dioleskan minyak tawon. Kalau yang punya efek ke dalam darah seperti ini, baru kali ini saya temui.

So, ada beberapa hal yang bisa saya jadikan pelajaran dari kejadian kemarin itu:
1. Kalau keluar dari mobil, jadi berpegangan/menyentuh bagian atas mobil, terutama atapnya. Kadang kita suka lupa bahwa selama dalam perjalanan/ketika kita di dalam mobil, who knows apa saja yang menempel atau terjatuh ke atas mobil kita? Jadi untuk amannya, stay away from the car rooftop.
2. Kalau terkena ulat bulu, cepat2 cuci tangan di air mengalir. Nah, berdasarkan pengalaman kemarin itu, rasa sakitnya berkurang setelah saya gosok bubuk kapur plus parutan kunyit (menurut ibu saya, digosok itu adalah untuk melepaskan bulu2 ulat yg menempel di tangan saya. Entah benar, entah tidak, karena saya tidak melihat ada bulunya yang menempel). Tapi saya kurang pasti juga apa campuran itu penawarnya atau kombinasi dari minyak tawon, minyak kampak dan campuran kapur-kunyit. Untuk amannya, coba saja semua :D
3. Jangan lupa minum susu untuk menawarkan bisa/racun. Susu juga bisa dijadikan penawar untuk bisa ular (saya pernah baca di salah satu novel ilmiah). Ibu saya menganjurkan minum minyak zaitun juga, tapi terus terang saya belum pernah mendengar tentang minyak zaitun berfungsi sebagai penawar racun dan belum pernah membaca literatur tentang ini jadi saya tidak tahu kebenarannya.

Yah, sekian sharing dari saya. Semoga berguna kalau2 ada yang mengalami kejadian seperti saya (Naudzubillah min dzalik, jangan sampe deh ya). Post ini saya buat sambil agak meringis menahan nyeri di tangan kanan karena sakitnya terasa dari ujung jari sampai bahu. Edun kan?

Thursday, November 27, 2008

Tuesday, November 25, 2008

Kalau jalan-jalan sama Izza

Izza: Ma, kenapa tangan aku ada begini begini? (sambil nunjuk bayangan bercak air di tangannya).
Mama: Karena ada bayangan itu (sambil nunjuk bercak-bercak air hujan di kaca mobil).
Izza: Kenapa ada bayangan air?
Mama: Karena ada lampu jalan
Izza: Kenapa ada lampu jalan?
Mama: Karena di luar gelap
Izza: Kenapa di luar gelap?
Mama: Karena sekarang sudah malam dan sedang hujan
Izza: Kenapa hujan?
Mama: Supaya tanaman dapat air
Izza: Kenapa tanaman dapat air?
Mama: Supaya bisa hidup
Izza: Kenapa hidup?
Mama: Karena ada air dan makanannya
Izza: Kenapa makanannya?
Mama: Bukan kenapa. Apa. Apa makanan tanaman?
Izza: Apa makanan tanaman?
Mama: Zat-zat dalam tanah.
Izza: Apa zat-zat dalam tanah?
Mama: Macam-macam. Ada pupuk, unsur hara, banyak deh
Izza: Kayak makanan aku?
Mama: Nggak. Kan makanan adek Nasi
Izza: Kenapa nasi?
Mama: Karena badan adek perlunya nasi
Izza: Terus apa?
Mama: Susu, daging, sayur
Izza: Kenapa sayur?
Mama: Supaya badannya sehat
Kakak: Berisiiiiiikkkk.... Adek cerewet banget sih, ngomong melulu!
Mama dan bapak ketawa.
Hening sebentar
...
Izza: Itu di belakang mobil ada gambar apa? Itu, kayak gambar di mobil aku.
Wadoh!

Monday, November 24, 2008

Twist of Fate

Last Sunday, I attended a cooking demo organized by one of cooking community, Orange Kitchen, in Grand Indonesia. Since my son had badgered me for a long time for a ride in the Busway, I took my family with me to go there, not by car but by busway. So we went to Ragunan zoo to park our car there, and took the busway to Dukuh Atas and then transferred to the another busway to Grand Indonesia. My children were so excited about this. It’s no wonder, since they seldom travel in public transportation.

The journey from Ragunan to Dukuh Atas went smoothly but slowly (I don’t know why but our bus seemed to be slower than usual). There was one interesting moment when a young guy with a gimbal hair (d’you know what gimbal is? Like Bob Marley’s hair) went in and sit next to us. My children were gaping at him, but Thank God they didn’t say a word :D

The problem started when we arrived at Dukuh Atas. Adek Izza refused to walk (so I have to carry her) and after walking for a while across the overpass, her brother follow suit so his father must carry him. Oh dear. So while waiting for the bus that will take us to our destination to come, I reminded him that he was the one asking for the trip. After that, he didn’t complain much :D

We arrived at the demo place a few minutes before it started. I quickly took a seat, but my family chose to watch the water fountain show and browse around first. Later on, they accompanied me at the demo place. After attending the 2-hour demo, in which we munched on the many delicious samples of the demo result and then I won a pack of chili cheese that I have no idea as what to make of it, the kids begged us to take them to the amusement centre, and so we did.

By the time they’re finished, we were quite hungry again, so I asked my dear hubby what he’d like to eat. I offered him to eat presto duck (bebek presto-ind) in a restaurant near my office, and they all agreed (I have once bring it home for them, so they know how it taste). So we head to the busway stop again. When we walked across the overpass, my husband and my daughter walk ahead of me and my son, we saw some beggars on it. It was a usual sight for me (although I couldn’t avoid that twinge of pity whenever I saw them), but a rare one for them. There was a moment when we walk in the opposite direction with a little girl who was clearly a daughter of one of the lady beggars there. She looked at my daughter, Izza looked at her. They’re about the same age and height and they watch each other with the innocent stare of a child. At that instant, while watching them from behind, I thought that with a twist of fate, that little girl could be mine and Izza could be that poor little thing. We could never choose our parents, it’s God’s secret. It’s an unnerving thought.

After eating in the restaurant, we started our journey back home. It’s almost dark already. There were a lot more passenger than in the morning, and they were a lot more hostile. I mean, I traveled by busway everyday to and from work, but I’d never see such brutal attempts to get into the bus like that evening. Or was it because I never travel with children before? Mmmm… no, I think the crowd on Sunday was more hostile than on workdays.

On the bus, however, someone was good enough to give me a seat, so I sat with Izza on my lap. Reyhan was having difficulties holding on to the railing, so I told him to sit on my lap as well. I jokingly told him, “Lucky you only have 1 sibling, I only have two kids. What if I have 4 kids? Where would you all sit?”

Not long after, both my kids fell asleep. Oh boy, surprising how two little kids could be so heavy when they’re fast asleep. Fortunately, my hubby then got a seat, so he took Reyhan from me. And they keep on sleeping until we reach our destination, Ragunan parking drive.

So, that’s my weekend adventure, coursing through Jakarta by busway with my family. We even took some picture with patung Selamat Datang at Bundaran HI as the background (mind you, it was the first time in my life that I pose at Bundaran HI. We’re just like tourists!). It’s a very nice trip, albeit some minor setbacks such as the long line at the busway stop, long period of waiting for the bus to come and not getting a seat. And we were lucky ‘cause we were always sheltered when the rain comes down (it’s already stopped by the time we reach Ragunan). All in all, we enjoy it a lot, and my husband summed it up to this, “even though my car is old, it’s still much, much better than riding the busway.” Hahahaha…..

PS: I thought everyone has forgotten about the Bob-Marley-kinda guy. In the car on our way back home, Izza suddenly piped up, “Ma, di bus tadi, yang duduk di depan itu, di rambutnya kenapa sih?” Laughing, I tried to explain it to her, but I didn’t think she got it even though she said, “Ooooohh….” with a confuse look on her face :D.

Thursday, October 16, 2008

ARDEX, the Journey Continue

Gue sekarang mau memenuhi janji, nyeritain kelanjutan kisah ikut ARDEX di Pattaya. Haaahh…. ARDEX? Pattaya? Itu kan.. like… years ago, yak? Hehehe…. Ya maap, abis moodnya baru dateng sekarang sih. Dan seperti kata pepatah, we must strike when the iron (in this case, the mood) is hot. Betul, bukan? Bentuuulll….

Terus terang, ikut ARDEX itu merupakan salah satu pengalaman yang cukup, kalo gak mau dibilang sangat, mengesankan. Kenapa? Karena disanalah pertama kalinya gue menghadiri event yang bersifat multinasional seperti itu. Yaaahh… sebenernya waktu di Honjo, jepang dulu sering juga sih ikutan acara ngumpul-ngumpul bareng teman-teman yang berasal dari macam-macam negara. Tapi itu kan skalanya skala dormi. Kalo ini kan skala ASEAN. Jadi ya beda lah auranya (aura saha deui?).


Jadi walau capek berat, gue menikmati sekali ikutan ARDEX itu. Kenapa capek? Bukan, bukan karena acaranya yang terlalu padat. Tapi karena sehabis acara resmi, kami sibuk dengan acara tak resmi. Macam meeting2, trus.... shopping2 and kelayapan seputar Pattaya. Lha ini keharusan dong, Perempuan, gitu lho. Yang kudu cari oleh-oleh buat suami, anak, ortu, mertua, adek, ipar, ponakan……… aaaarrrrrgghhhhhhh… Banyak amat seeeh?


Bukan itu aja yang bikin gue capek, sih. Ternyata ngomong bahasa Inggris sama orang-orang Asia tuh butuh effort tersendiri. Yaahh… sebenernya itu udah pernah gue alamin juga waktu di Honjo. Then again, skalanya kecil, cuma segelintir orang. Sementara ini, puluhan, bo’. Bukan apa-apa, logatnya itu lho yang nggak nahan. Jadi seringkali perlu konsentrasi lebih untuk bisa paham apa yang mereka omongin.

Di hari kedua, gue udah ketiban malu. Jadi ceritanya, selesai acara training sore itu, gue lagi celingukan nyariin temen-temen yang dari Indonesia. Pas di lobby, gue ketemu salah satu peserta dari negara lain (gak usah disebutin la yaw asalnya. Ntar ada yang langsung nyambung, soale. Hehehe....). Setelah saling tukar senyum, dia trus nyamperin gue dan nanya, “Where’s dina?”

Berhubung salah satu orang yang gue cari namanya juga Dina, otak gw yang kekurangan tidur langsung nanggepin dengan, wah, dia juga nyari orang yang sama. Dan langsung aja gue jawab,”Don’t know. I’m looking for her as well.”

Tu orang bengong bentar, trus nanya lagi,”What time?”

Gue langsung tengok aja jam tangan,”Oh, 5.45,” karena kan waktu Bangkok sama ya sama Jakarta. Dia tambah bengong. Trus dia bilang,”No. Dina. What time?”

Heeehhh??? Kok gak nyambung sih? Untung biar lack of sleep, kecerdasan gue gak berkurang. Seketika gue langsung sadar dan nepok jidat.

“Astagaaa……… You mean dinner? The place and time?”

“Yes.” Katanya dengan raut muka lega karena akhirnya gue berhasil nangkep inti pertanyaan dia.

“It’s in the restaurant, the same one we had lunch today. I think you could go there now.” Gue jelasin aja, sembari ngebatin, itu kan tertulis di buklet yg dibagiin ke para peserta. Baca atuh, Iqra’. Tp gue ngomongnya dalam hati aja, wong dia juga nggak ngerti apa artinya iqra’. Hihihi... Abis itu gue langsung ngacir. Mokal, euy. Gue lupa banget kl bangsanya dia itu ngomong akhiran -er dengan –a.


Nonetheless, kita semua pasti tahu bahwa bahasa bukan satu-satunya media berkomunikasi. Bisa juga melalui tulisan atau gesture. Nah, metoda yang terakhir ini ternyata banyak juga yang memanfaatkannya. Especially para peserta cowok. Untuk komunikasi dengan..... peserta cewek. Halah, itu mah namanya ngelaba, yak? Tapi terus terang, dengan background gue yang mirip-mirip katak dalam tempurung, gue sempet ngalamin culture shock juga di sana. Ya karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri pemanfaatan metoda yang terakhir itu oleh para peserta cowok yang notabene bukan anak muda lagi alias udah seumuran bokap gue, bo’. Yang otomatis terlintas di kepala gue adalah, hhmmmm... para diplomat itu memang ramah-ramah yaaa.... Alias, rajin menjamah! Kyakakakaka.... Gue yakin seyakin-yakinnya, mereka masing-masing punya istri dan keluarga di kampung halaman. Tapi entah kenapa, apa karena faktor tempat yang memang terkenal sebagai tempat…. You know laaahh…. Pattaya gitu lho. Udah kayak kuda lepas kandang deh jadinya, have fun go mad, coy :D

Yang bikin tambah shock adalah ketika gue melihat (juga dengan mata kepala sendiri alias langsung terjadi di depan gue dan teman-teman, walau yang ngeliat cuma gue dan satu teman sementara yang lain lagi melengos entah kemana) salah seorang, dari Indonesia juga, yang selama ini gue segani di seputaran kantor, melakukan hal yang menurut gue dan teman gue itu udah rada kelewatan. Rincian kejadiannya nggak perlu ditulis disini la yaw, enough to say that after witnessing that, I can’t look him in the eye for quite some time. Hiiiii….. Kacau banget deh. Gue dan temen gue, yang kebetulan juga roomate, shock berat dan masih terus ngebahas kejadian itu even setelah kami kembali ke kamar. Hehehe…


Sekembali ke Indonesia, bayangan kejadian itu masih susah juga gue ilangin, terus gue curhat ke salah satu sobat gue. Eeehhh…… temen gw cuma ketawa, trus dengan santai nanggepin gini,”yaaa… yang kayak gitu mah udah biasa, lagi, liii…. It happens all the time, apalagi di lingkungan kantor. Apalagi kalo tugas keluar negeri atau luar kota bla bla bla….” Waks! Apa iya, yg kyk gitu udah biasa? Waduh, gue bener-bener katak dalam tempurung dong kl gitu. Ah, tp biarlah. Mending jadi katak daripada jadi burung yang menclok sana sini, ya kan? Hehehe....

Oke, balik ke Pattaya, setelah ngobrol sana sini, ternyata emang begitu itu modelnya kalo pada ngumpul. Kata temen sekamar gue itu, memang sering ada kejadian aneh-aneh kalo lagi ada mission. Yang di negeri asalnya kalem-kalem aja, bisa berubah beringas kalo lagi tugas begitu. Kebetulan pula, dia punya pengalaman pribadi yang nggak ngenakin dengan salah satu peserta itu. Di acara kemarin pun si orang itu ada, dan gue emang liat sendiri gimana nyebelinnya itu orang. Dan nggak cuma temen gue yang jadi sasarannya, alias ada beberapa temen cewek lain, yang seumuran gue dan temen gue itu alias muda dan segar (ehem ehemm), yang juga dapat perlakuan ‘istimewa’ itu. Setelah tahu begitu, gue langsung pasang ancang-ancang. Kalau kira2 bakalan ada yang nyeleneh dikit, gue langsung kaburrrr..... secepatnya. Hihihi....


Kalo menurut teman-teman yang lain, unsur tempat juga membawa pengaruh. Mungkin karena acaranya diadakan di Pattaya, yang terkenal dengan transgender show-nya. Rombongan peserta dari Indonesia, yang hampir semua bapak-bapak, semangat banget nonton acara itu. Temen-temen gue juga ngajakin. Dengan semangatnya mereka promosiin Tiffany Show itu. Katanya, ceweknya cantik-cantik. Sama sekali gak keliatan kalo mereka itu dulunya cowo. Asal jangan ajak ngomong aja, karena pasti suara bas yang keluar :D. Inget kan, kalo dulu pernah ada cerita bencong mesen siomay? “Bang, beli siomay pake tahu, pake pare tapi jangan pake... KOL!” dari awal kalimat sampe kata jangan pake, semua nadanya mendayu-dayu. Tapi begitu bagian kol, keluar deh aslinya. Sama juga kayak yang di show itu. Kalo ngasih tau tarif (buat foto bareng), dia bilang, ”3 hundred bath,” dgn suara berat gitu :)). Si Fenny paling jago tuh niruin suaranya.


Terus terang gue gak terlalu tertarik nonton pertunjukan kayak gitu. I mean, apa bedanya sama nonton Dorce show? Sama aja, kan? Cuma beda pemeran aja. Apalagi pas tahu harga tiketnya. Wakkss... 450 bath lebih (sekitar 10 US dolar lebih). Hhmmm.... gue bisa dapat 3 kaos buat oleh-oleh dengan duit segitu. Gak deh, I pass aja lah. Banyakan mudharatnya dari manfaatnya, sih. Ngeliatin aurat orang gitu. Tp salah satu peserta Indonesia yang gue bilang begitu langsung berkelit,”Ya nggak apa apa dong mbak Ully, kan dia juga laki-laki kayak saya. Jadi nggak pa pa dong saya ngeliat, kalo laki2 kan bagian itu bukan aurat.” Yeeee…


Akhirnya gue habisin tiap malam dengan jalan-jalan seputaran toko deket hotel aja sama temen-temen yang juga nggak kepingin nonton. Tapi di malam terakhir, kami sempet jalan rada jauh dengan jumlah rombongan lebih banyak dari sebelumnya. Sebagian anggota rombongan termasuk yang sempat nonton Tiffany Show itu di malam sebelumnya. Setelah beberapa lama jalan, kami ngelewatin sebuah gedung yang rada rame. Eeehhh... apaan itu ya? Ada teman yang langsung semangat nyeberangin jalan buat ke pelataran gedung itu. Pas gue liat dari dekat, ealaaaahh... Tiffany show baru bubar. Trus, para bintangnya lagi berkeliaran di depan gedung, mengundang orang-orang buat berfoto sama mereka (karena kalo mau foto bareng mereka kan harus bayar). Anggota rombongan gue heboh banget, pada langsung nyari-nyari ‘cewe’ yang mau diajak foto. Gue masih ragu-ragu, motoin aja apa foto bareng ya… Eeehh… ndilalah, tau-tau HP bunyi. Suami gue, yang kebetulan juga lagi training di KL, nelpon stlh sebelumnya cuma balas-balasan Email. Ya udah deh, akhirnya sementara yang lain pada sibuk foto-fotoan, gue mojok aja ngerumpi sama laki gw. Selesai gue ngerumpi, selesai juga acara fotonya terus para cewek2 itu pada balik masuk gedung lagi. Hehehe... kayaknya gue emang gak ditakdirkan buat deket2 orang-orang itu ya.


Selain Tiffany Show itu, di Pattaya juga banyak striptease dan adult show. Tau dong apa isi pertunjukannya. Dan sekali lagi, para bapak2 itu semangat banget nontonnya. Haduh paaakk… mbok ya inget umur, gitu lho. Eling pak, eling… Hehehe…


Yah, begitulah sekelumit kisah my first mission. Segitu aja sih, karena emang sebagian besar waktu habis di workshop dan simulation dan meeting. Waktu-waktu yang tersisa ya buat belanja (gak ada yang bisa diceritain soal belanja, kan. It’s the same everywhere). Oya, pas mo balik ke Indonesia, kami sempet nyobain thai massage dulu di airport. Lumejeeennnn… nunggu boarding 2 jam lebih kan bosen juga, mending ngilangin pegel2 dipijitin. Bagus juga tuh idenya, buka tempat massage di bandara gitu, jadi orang2 yang badannya udah mo rontok kayak kita2 gitu bisa santai sedikit.


Tapi yang pastinya seneeeenggg... deh ikut acara itu. Seneng bisa ngunjungin negara lain walau cuma pattaya dan seputaran hotel amari-nya, seneng bisa ikut gabung di event yang lumayan penting, dan terutama seneng bisa tambah kenalan dari negara-negara lain, walau ya itu tadi, pusing juga denger mereka ngomong (berasa banget waktu di hari-hari terakhir gue ngobrol sama orang Australia. Alhamdulillaaaaahhh.... akhirnya kuping gue bisa mendengar bahasa Inggris yang baik dan benar. Hehehe....). Moga-moga in the future, gue bisa ikut lebih banyak lagi event2 kyk gini. Doain yak.