Busway
Satu hal lagi yang membuat perjalanan naik busway makin menyenangkan. Sebagian (belum semua, sih) penumpangnya adalah orang-orang yang mengerti tata krama, dan mau memberikan tempat duduknya kalau ada orangtua, orang hamil, atau bahkan perempuan yang berdiri. Walau baru sebagian, tapi sudah cukup menyejukkan mata dan hati, terlebih kalau ingat bagaimana dulu saya yang ketika hamil 8 bulan dan terpaksa naik bis
Makan siang
Dulu waktu di C’nS, rekan kerja sekantor lumayan banyak dan sebagian besar perempuan. Jadi kalau jam makan siang tiba, berbondong-bondonglah kami keluar ke kantin baseman atau (kalau mau irit) depan tempat parkir. Kalau udara sedang panas dan malas keluar, kami ramai-ramai memesan pada Herman the
Sekarang, di kantor baru ini, kami hanya bertiga (ditambah satu direktur eksekutif). Posisi AHA Centre sebagai divisi dari ASEAN seakan menciptakan tembok pemisah antara AHA Centre dan BAKORNAS PB yang gedungnya kami tempati ini. Sulit rasanya untuk menjalin keakraban dengan para karyawan BAKORNAS, walau kami sudah berusaha memperkenalkan diri. Saya awalnya kira itu bisa dilakukan ketika jam makan siang seperti di C’nS dulu. Tapi saya keliru, ternyata mereka mendapat jatah makan siang. Di minggu2 pertama, kami bertiga harus mencari-cari sendiri lokasi makan terdekat dengan kantor, karena tak satupun di antara kami yang mengenal daerah Harmoni ini. Akhirnya kami menemukan juga sebuah kantin sederhana tapi cukup baik tak jauh dari kantor. Di luar dugaan, ternyata harga makanan di sini cukup murah. Sepiring nasi dengan dua macam lauk (sayur dan lauk) hanya berharga 7500 rupiah saja! Bayangkan dengan makanan di kantor suami yang harganya tak kurang dari 10 ribu untuk nasi dan satu macam lauk. Rasanya pun tak kalah, cukup enak untuk skala kantin. Benar-benar pelipur lara.
Tapi selama ini, boss yang selalu dapat jatah kotak makan siang dari BAKORNAS rupanya tak enak hati melihat hanya kami bertiga yang harus membeli makanan dari luar. Beliau terus melobi pihak BAKORNAS dan di minggu ke-3, akhirnya kami juga mendapat jatah makan siang dari kantor. Alhamdulillah, tambah irit lagi deh jadinya. Dan tak perlu susah-susah jalan keluar untuk membeli makan siang (karena di sini tak ada
The Policy Maker
Waktu pertama masuk C’nS dulu, namanya belum jadi C’nS, tapi masih sebagai majalah Contact (dan ternyata sampai sekarang pun nama ini masih tetap bergaung. Itulah hebatnya generasi jaman dulu, bisa menciptakan sesuatu yang terus dikenang orang walau bendanya sendiri sudah tidak beredar di pasaran). Hampir setahun di
Sekarang, saya seakan mengulangi sebagian besar proses itu. AHA Centre yang merupakan singkatan dari ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance in disaster management merupakan satu divisi baru yang untuk sementara ini berada di bawah divisi Disaster Management dari ASEAN. Sebagai divisi baru, boleh dibilang semua ketentuan, tugas dan tanggung jawab kami masih kabur, belum ditentukan dengan pasti. Akhirnya, tugas kamilah untuk menerjemahkan ASEAN Agreement (persetujuan Negara-negara anggota ASEAN) dan SASOP (Standard Arrangements dan Standard Operating Procedures) ke dalam sebuah Term of Reference atau juklak kerja kami. Di satu pihak, rasanya melelahkan juga karena kami harus melakukan semuanya sendiri (termasuk set up kantor dan memilah dokumen). Di pihak lain, saya senang juga karena ini berarti saya benar-benar belajar dari nol mengenai semua hal dalam AHA centre ini. Maklum, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja saya jauh sekali dari pekerjaan saya sekarang ini sehingga amat sangat banyak hal yang tidak saya mengerti. Terlebih, pekerjaan saya kali ini erat sekali kaitannya dengan birokrasi, satu hal yang sebelumnya saya agak-agak ‘alergi’. Ini semua memacu saya untuk terus belajar dan belajar, agar bisa menjawab semua tantangan yang muncul di hadapan saya. Tapi sebagaimana dulu saya optimis dalam mendalami pekerjaan sebagai jurnalis, sekarang juga saya optimis bisa menguasai, atau setidaknya memahami, sekelumit tentang disaster management ini. Karena, suka atau tidak, negara kita termasuk negara yang memiliki resiko cukup tinggi mengalami bencana berdasarkan letak geografisnya. Ini sudah terbukti dengan rangkaian bencana yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Jadi memang di masa depan nanti, akan sangat dibutuhkan banyak tenaga-tenaga ahli dalam bidang penanganan bencana. Dan itulah yang sekarang jadi tujuan saya (mungkin tidak akan sampai ke taraf ahli, tapi setidaknya mengerti mengenai permasalahan ini).
Tak terasa, sudah lumayan banyak juga saya menulis. Sudah dulu ah, lain kali disambung lagi yaaa…. Selamat bekerja :D
No comments:
Post a Comment