Saya membeli kedua buku itu bersamaan. Ayat-ayat cinta saya beli karena penasaran mendengar kehebohan film-nya yang konon sudah ditonton 3,5 juta orang. Lalu, setelah mengambil buku itu, saya tertarik melihat buku yang satunya, Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia. Saya baca sekilas, sepertinya bagus juga. Jadilah keduanya saya masukkan kantung belanja.
Sesampai di rumah, saya buka buku AAC lebih dulu. Setelah membaca beberapa halaman, hhmmm.... tidak terlalu istimewa. Gaya bahasanya kurang cocok untuk saya. Saya beralih membaca buku satunya. Nah, yang ini lebih 'nendang' buat saya. Cerita-cerita yang diambil dari true story dan sebagian besar mengenai istri yang teraniaya membuat saya terlarut dan meleleh membacanya. Dan sebagian besar perempuan yang dikisahkan di buku itu bukanlah perempuan biasa. Mereka perempuan terpelajar, dari keluarga baik-baik dan dengan tingkat perekonomian cukup mapan. Kok bisa? Sempat tercetus kekhawatiran jikalau suatu hari kisah seperti itu akan terjadi di keluarga saya. Untung, sahabat saya ini bisa menenangkan hati saya hingga kekhawatiran itu sedikit demi sedikit lenyap. Apalagi setelah suami tercinta, yang entah bagaimana bisa membaca kekacauan hati saya, tanpa banyak bicara bisa memulihkan kepercayaan diri saya yang sempat goyah.
Habis buku pertama, akhirnya saya ambil juga buku AAC. Saya ulang membaca dari awal. Lembar demi lembar, bab demi bab, ternyata memang mengasyikkan. Tulisannya lugas tapi memikat. Walaupun kisahnya fiktif, tapi banyak hal yang bisa diterapkan dalam kehidupan seperti bagaimana memperlakukan pasangan dalam berumah tangga, ahlak muslim dan muslimah, percintaan yang islami bahkan tata cara malam pertama menurut Islam. Tak berlebihan kalau novel ini disebut sebagai pembangun jiwa, dengan adanya cuplikan-cuplikan ayat suci Al-Qur'an, hadis-hadis dan bahkan puisi-puisi yang ditempatkan di bagian yang sangat sesuai, bukan hanya tempelan pemanis saja. Saya jadi berpikir, andai saja ada lebih banyak remaja muslim seperti Fahri dan muslimah seperti Nurul dan Aisha di dunia ini, saya rasa Islam tidak akan mendapat label-label negatif seperti yang terjadi sekarang. Dan setelah selesai membaca novel itu, saya seakan memandang lingkungan ini dari kacamata yang baru. Kalau dulu pemandangan anak-anak muda berpacaran, bergandengan tangan atau bahkan berangkulan tidak mengusik saya atau bahkan merupakan hal yang sewajarnya, setelah menyelesaikan AAC saya jadi membatin, betapa jauhnya Islam dari keseharian kita. Agama hanya identik dengan shalat, puasa, pergi haji, dan zakat. Memang benar sekali sabda junjungan Rasulullah bahwa ada masanya nanti umat islam akan menjadi seperti buih di lautan. Banyak, tapi tidak berdampak. Dan bisa dihapuskan dengan sangat mudah. Sekarang, masa itu sudah tiba.
Sepertinya tidak afdol bicara islam kalau tidak menyinggung masalah poligami. Di dalam novel AAC juga ada bagian yang memuat kisah poligami tokoh-tokoh utamanya. Tapi, menurut saya pribadi, penggambarannya tidak mengarah kepada anjuran untuk berpoligami. Di kisah ini, keputusan untuk berpoligami lebih dikarenakan alasan kemanusiaan dan dakwah. Wanita yang dijadikan istri kedua adalah wanita yang sedang sakit parah dan membutuhkan bimbingan untuk bisa menemukan hidayah dari Allah SWT, bukan wanita muda segar bugar cantik jelita :P. Tindakan itu juga dilakukan atas desakan istri pertama, yang merasa sangat membutuhkan bantuan wanita 'calon madu'nya dan tidak mau kehilangan suami karena fitnahan keji. Mungkin, kalau ada alasan yang tepat untuk berpoligami, inilah salah satunya. Selain mengikuti teladan Rosulullah, tentunya, yang sebagian besar istrinya adalah janda-janda tua yang ditinggal mati syahid suaminya, berusia diatas 55 tahun dan memiliki banyak anak.
Mungkin saya memang kurang banyak membaca buku-buku 'pembangun jiwa' seperti ini sehingga sangat membekas di hati, entahlah. Yang pasti, untuk saya saat ini, kedua buku inilah yang jadi favorit saya. Bahkan bisa membuat saya melupakan seri Harry Potter yang membius itu!
No comments:
Post a Comment