Teman saya ini menulis tentang trik untuk menyiasati kenaikan harga BBM dan harga-harga. Saya sekarang ingin sedikit menambahi tulisannya. Selain cara-cara yang diterapkan Gina, saya juga punya ide lain. Sebenarnya sederhana saja, yaitu tanamlah tanaman yang bisa kita nikmati hasilnya, seperti tanaman buah dan sayuran. Ini tercetus waktu di jepang dulu, ketika saya tidak bisa menemukan cabai merah di supermarket (ternyata orang jepang gak suka pedas. Saya baru tahu waktu itu…). Lalu, iseng-iseng saya kumpulkan biji cabai merah yang saya bawa dari indonesia dan saya tanam dalam pot kecil karena apartemen kami di lantai dua, gak punya pekarangan. Eh, ternyata tumbuh (kebetulan waktu itu musim semi, jadi udaranya mirip2 sama di indonesia). Dari sana, saya jadi berangan-angan kalau nanti punya rumah dan ada halamannya, saya akan tanam tanaman seperti itu, setidaknya pohon cabai deh.
Jadilah di rumah yang sekarang kami tempati saya sibuk menggali-gali dan memberi pupuk biji-bijian itu. Saya tanam biji cabai, rambutan rapeah (rapiah? Apa sih namanya, yang kecil-kecil tapi manis itu lho), alpukat (kalau ini udah agak tinggi karena ditanam di rumah kontrakan dulu), lengkeng (ini beli pohon bibit, jadi sekarang udah lumayan tinggi), nanas, durian (walau belum keliatan tunas sama sekali), dan jeruk nipis (yang ini idem, tunasnya saja belum nongol). Lalu setiap pagi dan sore disirami. Kalau saya tidak sempat, ya asisten yang mewakili. Mudah kok menanam tanaman itu, terutama cabai. Baru sebentar ditanam, sudah muncul tunas2 pohonnya.
Komentar ibu saya yang melihat saya berjibaku mengurusi tanaman dan rumput (iya. Rumput juga saya yang tanam sendiri) begini: (mind you, beliau tidak bicara langsung sama saya tapi saya tak sengaja dengar obrolannya dengan anak saya) Mama kamu itu emang aneh. Dulu nenek susaaaaahhhh banget ngajak dia ikut ngurusin tanaman. Eeeh… sekarang malah getol sendiri nanam macam2. Saya jawab saja sambil nyeletuk, beda dong bu. Dulu kan di rumah ibu. Kalo sekarang kan rumah sendiri. Yeeee…. Kata ibu saya bete (ketakjuban itu juga berkali2 diungkap ibu saya kalau melihat kue2 saya, meaning, dulu mau diajari masak sampai harus diuber-uber. Sekarang malah jadi tukang kue. Hehehe…)
Dan, inilah hasilnya. Awalnya sempat kecewa, karena kok yang ditanam biji cabai merah besar, tapi cabainya tidak sampai jadi merah, masih hijau, sudah layu dan gugur. Lalu, setelah beberapa hari tidak keluar rumah karena banyak kerjaan, tiba-tiba waktu sore-sore iseng lihat-lihat tanaman, eeh… ada 3 buah cabai yang sudah berwarna merah. Waaahhh senangnya. They’re the most beautiful cabais I’ve ever seen (duilee… segitunya). Sayangnya saya lihat sebagian daunnya dimakan hama, entah semut, entah belalang. Sebenarnya ada cara buat mengusir hama itu, yaitu disemprot air rebusan tembakau. Dulu sudah pernah saya lakukan dan memang berhasil. Tapi belakangan ini memang lupa untuk diulang.
Jadi semangat nih untuk merawat tanaman yang lain. In the future, saya ingin coba juga menanam sayur-sayuran seperti sawi atau bokcoy dalam pot. Saya pernah membaca tentang seorang pengusaha sayur mayur yang menanam sayurannya dalam pot dan hasilnya tidak kalah dengan yang ditanam di tanah. Saya mau tanam sedikit saja, paling tidak cukup buat dikonsumsi sendiri deh. Lumayan jadi menghemat kan, gak usah beli lagi, tinggal petik di pekarangan? (Kalau mau lebih ekstrim, bisa juga kali pelihara ayam sendiri, buat kolam ikan sendiri, pelihara kambing/sapi sendiri? Hahahaha….).
PS: nasib pohon cabai saya di jepang tidak sebagus yang di sini. Waktu tingginya sekitar 15 cm, oleh Reyhan yang waktu itu baru 3,5 tahun potnya diterjunkan dari teras apato. *Sigh.