Dibuat sebagai aliran rasa Babak 1 Orientasi Kampung Komunitas Ibu Profesional
Belakangan ini, waktu terasa berjalan dengan begitu cepat. Rasanya baru saja merayakan tahun baru 2020, tetiba sekarang sudah masuk ke bulan November saja, sudah hampir mendekati akhir tahun lagi, dan sudah hampir tahun baru lagi Subhanallah.
Itu yang saya rasakan, entah hanya perasaan saya atau orang lain pun merasakan hal yang sama. Kesibukan yang terus menerus dan sambung menyambung seakan hanya menyisakan sedikit waktu bagi kita untuk bernapas dan beristirahat, untuk kemudian kembali memacu tenaga menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang kita punyai.
Itulah sebabnya ketika mendapat tugas Babak I Orientasi Kampung Komunitas ini saya seperti dipaksa untuk menginjak rem, untuk berhenti sejenak dan menganalisa lagi hal-hal yang selama ini terlewat dari perhatian dan tidak pernah terpikirkan.
Siapa Aku? Itu pertanyaan di halaman ke-2 lembar main 1. Simpel, tapi sulit untuk dijawab. Dan somehow jawaban saya selalu terkait dengan orang lain. Saya adalah seorang ibu dari 2 orang anak yg beranjak dewasa. Saya adalah seorang istri dari karyawan BUMN. Saya adalah anak tertua dalam keluarga. Seperti itu biasanya saya mendefinisikan diri saya, bahkan dalam proses wawancara di kantor. Tapi terlepas dari label2 tersebut, saya jadi tergelitik untuk menggali lebih dalam, siapa saya sebenarnya. Saya adalah seorang perempuan, sarjana Fisika ITB, karyawati di Australia Awards in Indonesia, penyuka olahraga dan bepergian. Saya adalah orang yang humoris, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki tingkat kecerdasan yang cukup baik dan karakter yang cukup menyenangkan. Saya suka lari, membaca, membuat kue dan menghiasnya, bepergian terutama ke pantai dan laut, menonton film dan mendengarkan musik. Saya juga pencinta lingkungan dan senang melakukan kegiatan atau hal-hal yang bisa membantu untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Wah ternyata cukup banyak juga hal yang bisa mendefinisikan diri saya. Lalu berlanjut ke pertanyaan berikutnya, apa yang menjadi passion saya? Wah this is another difficult question. Karakter saya cenderung cepat
bosan dan kurang bisa menekuni hal yang sama selama jangka waktu yang panjang.
Terlebih saya seringkali tertarik pada banyak hal dan selalu ingin mencoba dan
mempelajari hal-hal baru yang saya temukan. Di satu sisi, ini berarti saya
selalu ingin belajar dan meningkatkan kompetensi diri. Di sisi lain, sulit bagi
saya untuk benar-benar menekuni dan menguasai suatu bidang dan menjadi yang
terbaik di bidang tersebut. Namun kini sepertinya saya mulai mendapat gambaran
tentang hal yang menjadi passion saya. Tentunya tidak hadir begitu saja, tapi
melalui perjalanan yang sangat panjang.
5 tahun yang lalu, saya mengalami
titik terendah dalam perjalanan hidup saya. I was mentally and physically ill.
Secara fisik, kulit wajah saya kusam dan berjerawat besar, rambut rontok, gigi
retak-retak, kuku pecah-pecah dan saya juga selalu merasakan sakit punggung
yang berkepanjangan. Secara mental, saya menghadapi permasalahan di pekerjaan
dan di rumah dengan orang-orang terdekat saya. Sungguh sangat berat rasanya,
tanpa ada orang yang bisa saya percaya untuk mencurahkan isi hati saya juga.
Alhamdulillah saya tidak kehilangan pegangan, saya putuskan untuk mengadu hanya
kepada-Nya. Saya tumpahkan semua keluh kesah saya dalam doa dan shalat. Saya
basahi sajadah dengan air mata setiap ada kesempatan. Dan terus saya lakukan sampai
beberapa waktu.
Alhamdulillah doa saya ternyata
didengar dan diijabah oleh-Nya. Satu per satu masalah yang saya hadapi mendapat
jalan keluar. Satu per satu doa yang saya panjatkan dikabulkan oleh-Nya.
Sungguh Allah SWT sangat sayang kepada saya, itu adalah mantera yang terus
menerus saya ucapkan dan saya percayai dan Alhamdulillah memang terbukti benar
adanya.
Setahun kemudian, saya bertekad
untuk bangkit. Kebetulan di saat yang hampir bersamaan, seorang teman lama
menyemangati saya untuk mencoba sesuatu yang baru: lari. Dulu saya selalu benci
lari karena badan saya yang besar dan jari kaki yang selalu lecet kalau saya
mencoba berlari. Tapi demi memperbaiki kesehatan yang semakin memburuk,
akhirnya saya putuskan untuk mencoba. Ternyata berolahraga membuat tubuh memproduksi
hormon endorphin yang membuat rileks dan nyaman serta menimbulkan rasa bahagia.
Lama kelamaan saya semakin menyukai lari dan merasakan manfaatnya juga pada
tubuh saya. Kebugaran tubuh saya meningkat, tubuh semakin langsing, tidur lebih
teratur dan perasaan lebih nyaman dan happy. Kesenangan saya terhadap lari
semakin meningkat ketika saya bergabung dengan grup alumni seangkatan yang juga
memiliki hobi yang sama. Kami sering berbagi pengetahuan tentang kesehatan dan
olahraga, pola hidup sehat, makanan sehat dan mengikuti acara-acara lomba lari bersama.
Sedikit demi sedikit, semua penyakit saya lenyap. Kulit saya menjadi lebih
halus dan bercahaya, rambut dan kuku kembali menebal dan kuat, bahkan banyak
yang mengatakan saya terlihat semakin cantik dan lebih muda.
Ada salah seorang teman di grup
lari itu yang menjadi panutan saya. Dia tidak hanya mengikuti lomba lari marathon
tapi Ironman (semacam lomba triathlon yang diawali dengan renang sejauh 3,86km,
lalu bersepeda 180,25km dan terakhir berlari marathon sejauh 42,2km). Tidak
hanya sekali, tapi dia sudah mengikuti 9x Ironman di seluruh dunia. Woooww….
Tak hanya dalam hal olahraga, dalam pendidikan pun beliau sukses (setamat S1
dari ITB lalu mendapat beasiswa ke Cambridge Uni utk meneruskan S2). Sekarang
beliau menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan multinasional.
Kadang saya tak habis pikir
bagaimana ia bisa membagi waktunya untuk semua kegiatannya. Pekerjaannya yang
sangat sibuk, jadwal olahraganya yang padat, ibadahnya dan keluarganya yang tentu
juga perlu perhatian. Awalnya saya pikir ia seperti tanpa masalah. Tapi
ternyata saya salah. Dia memilih pola hidup yang sangat aktif dan selalu
berolahraga justru karena masalah kesehatannya. Ia memiliki penyakit bawaan
yang tidak bisa disembuhkan dan harus meminum obat seumur hidup. Olahraga membantunya
mengurangi kemungkinan terburuk dari penyakitnya tapi tidak bisa menyembuhkan,
begitu juga obat2an hanya bisa mencegah tapi tak bisa menyembuhkan. Sungguh tidak
saya sangka dan saya tak akan percaya kalau saja bukan dia sendiri yang
menceritakannya dan saya tahu pasti bahwa dia tidak suka berbohong.
Dari sini saya mengambil
pelajaran, bahwa memang manusia tak ada yang sempurna. Orang yang mungkin kita
anggap sangat beruntung ternyata juga memiliki masalah dan problemnya sendiri.
Saya belajar banyak dari teman saya tersebut. Passionnya terhadap olahraga dan
kesehatan pada akhirnya menulari saya. Selama 3 tahun terakhir ini saya sudah
mendapat banyak sekali perubahan pada diri dan hidup saya. Selama masa pandemik
Covid-19 ini, saya semakin bersemangat untuk menjalani hidup sehat dan baik.
Di sisi lain, saya juga senang
makan. Diet adalah hal yang paling menyiksa untuk saya. Tapi dari teman-teman
saya belajar bahwa tidak perlu menyiksa diri sampai kelaparan untuk menurunkan
berat badan dan mencapai berat badan seimbang. Kita hanya perlu tahu makanan
apa yang harus kita makan dan serta berapa banyak. Akhirnya saya menemukan apa
yang paling menarik untuk saya, yaitu membuat makanan sehat bagi saya dan
keluarga. Konsumsi makanan sehat dan vitamin dipadu dengan olahraga yang
seimbang akan meningkatkan kondisi kesehatan dan vitalitas kita. Dengan kondisi
bekerja dari rumah, saya juga jadi memiliki lebih banyak waktu untuk memasak
makanan sehat. Saya bahkan mencoba untuk menanam sendiri sayur mayur yang akan
saya masak sehingga saya yakin bahwa bahan masakan saya segar dan bebas
pestisida. Inilah yang sekarang saya tekuni selain pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab saya di kantor. Untuk ke depan, saya terpikir untuk mencari dan
mengumpulkan resep2 yang tidak hanya enak tapi juga sehat dan rendah kalori
sehingga bisa bermanfaat bagi para atlet atau mereka yang ingin hidup sehat.
Who knows, suatu hari saya bisa membuka resto atau café untuk para penggemar
olahraga ini. Semoga Allah merestui cita-cita dan mimpi saya ini, aamiiinn…